Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dari Byzantium ke Turki: Kisah Agung Dibalik Kemuliaan Istanbul

Dari Byzantium ke Turki: Kisah Agung Dibalik Kemuliaan Istanbul
Istanbul walaupun bukan merupakan ibu kota Turki, tetapi merupakan kota terbesar di Negera itu. Istanbul telah mengalami begitu banyak kisah, mulai dari perebutan hingga terjadi tiga kali pergantian nama. Ceritanya dimulai ketika kota ini diberinama Byzantium, yang merupakan sebuah koloni Yunani di tahun 657 SM, dinamai menurut tokoh mitologis King Byzas. Kota ini kemudian menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi Timur dan dinamai Konstantinopel untuk menghormati Kaisar Konstantin I pada tahun 330 M.  Pada masa dinasti Utsmaniyah kota ini tidak secara resmi dirubah namanya, tetapi seiring waktu, warga negara Muslim mulai menyebutnya dengan Istanbul - yang muncul dari ungkapan Yunani 'es tein polin' ('di kota'). Secara resmi berganti nama menjadi Istanbul pada tahun 1930.

Istanbul memiliki dua periode penting dalam sejarahnya, yaitu sebagai ibu kota Kekaisaran Romawi Timur (kemudian dikenal sebagai Bizantium) dan Kekaisaran Ottoman (Turki Utsmaniyah)

Kekaisaran Bizantium (395-1453)


Sejak zaman dahulu, kota ini merupakan wilayah yang strategis, terbentang dari Asia sampai di Eropa. Kota ini mencapai puncak kemegahannya untuk pertama kali pada masa kekaisaran Romawi Timur. Kaisar Konstantin menjadikannya sebagai ibukota pada tahun 330 Masehi.

Setelah kekaisaran Romawi secara resmi terpisah menjadi dua bagian pada 395 M, kota ini menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi Timur yang kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium - menjadi negara kristen dengan identitas Yunani yang kuat dan berbeda dengan akar Romawinya.

Sebuah peristiwa penting dalam periode ini adalah peraturan Kaisar Justinian yang menyebabkan selama masa pemerintahannya, Kerusuhan Nika terjadi (532 M) dan merusak kota - setelah itu Justinian membangun kembali kota ini dengan banyak monumen yang indah seperti Hagia Sophia.
Dari Byzantium ke Turki: Kisah Agung Dibalik Kemuliaan Istanbul
Hagia Sophia via irishtimes.com
Konstantinopel tetap menjadi kota kosmopolitan sampai periode Abad Pertengahan, namun rusak oleh peperangan dan konflik. Beberapa konflik terjadi dalam bentuk pengepungan, yang kemudian dilawan. Ini dilakukan karena Konstantinopel memiliki sistem pertahanan yang kuat serta perkembangan teknologi perang seperti "Api Yunani".

Kota ini akhirnya ditaklukkan dan dirampok oleh Pasukan Salib dari Eropa. Mereka seperti perampok yang datang menghambat kemajuan kota karena jarahan merajalela. Ketika Bizantium merebutnya kembali pada tahun 1261, mereka menemukan sebuah kota yang telah bangkrut secara finansial dengan populasi yang menurun. Salah satu monumen perang yang digunakan untuk melihat musuh yang masih tertinggal saat ini adalah Menara Galata, dibangun pada tahun 1348 oleh kontingen Genoa.

Kekaisaran Ottoman (1453-1922)


Orang-orang Bizantium bergantung pada kota Konstantinopel selama hampir 200 tahun sebelum dinasti Ottoman, menaklukkan kota tersebut pada tahun 1453. Beberapa Sultan dari dinasti Ottoman telah melakukan penaklukan namun selalu gagal. Ketika Mahmed I menggantikan ayahnya, dia berhasil menaklukkan kota metropolis itu hingga jatuh dibawah kekuasaan Dinasti Utsmani. Dalam penaklukan dia mengerahkan kapal-kapalnya melalui teluk Tanduk Emas. Setelah menghabiskan sisa masa pemerintahannya (1451-1481), Mahmed I membangun kembali kemegahan kota Ottoman yang baru hilang. Sultan Mahmed menugaskan pembangunan Grand Bazaar (salah satu pasar terbesar di dunia), Istana Topkapi dan masjid Fatih.

Pada tahun 1509 sebuah malapetaka yang dikenal sebagai "Hari Pembalasan Kecil" menghancurkan kota - sebuah gempa yang diikuti oleh tsunami menewaskan 10.000 orang dan menghancurkan lebih dari 1000 rumah.

Setelah hari yang kelam dalam sejarah kota ini, generasi berikut Sultan Utsmani yang memberikan kontribusi terhadap kemuliaan Konstantinopel dengan membangun monumen-monumen yang megah. Ini tersebar di seluruh kota dan yang paling mencolok di Distrik Fateh. Arsitek Mimar Sinan (1489-1588) bertanggung jawab dan mempunyai jasa yang besar atas banyak situs bersejarah itu.
Dari Byzantium ke Turki: Kisah Agung Dibalik Kemuliaan Istanbul
Masjid Sultan Ahmed via wallpaperstock.net
Konstantinopel terus menjadi kota besar dunia bahkan saat kekuatan Kekaisaran Ottoman mulai berkurang yang dimulai pada abad ke-18 dan seterusnya. Pada akhirnya sejarah Istanbul menjadi romantisme dalam imajinasi 'Orientalis' Barat.

Republik Turki (1923 - sekarang)


Istanbul secara singkat diduduki oleh Sekutu setelah Perang Dunia Pertama ketika Kekaisaran Ottoman mengalami kekalahan. Namun kemudian kalangan Nasionalis mengalami kemenangan dalam perang kemerdekaan Turki. Mustafa 'Ataturk' Kemal memindahkan ibu kota negara yang baru lahir itu ke Ankara dan dengan demikian Istanbul yang mengalami kemunduran. Namun sejak tahun 1940-an dan seterusnya, Istanbul mereklamasi kembali keagungan kota saat mendapatkan insentif dari imigrasi dan aktivitas komersial yang mengalami peningkatan.

Kota Istanbul merupakan hasil dari semua budaya dan peradaban mulia yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain, baik itu melalui perdagangan, konflik/perang atau dialog. Hal Ini dari arsitektur bangunan yang ada di dalamnya. Hagia Sophia misalnya, merupakan sebuah gereja yang diubah menjadi masjid. Ini menjadi sebuah fakta bahwa hampir setiap peradaban dana agama kepercayaan diizinkan berkembang; Pagan, Kristen, Yahudi, Islam, merupakan agama-agama yang menjadi kepercayaan warga kota Istanbul, yang merupakan warisan yang membaggakan.

Posting Komentar untuk "Dari Byzantium ke Turki: Kisah Agung Dibalik Kemuliaan Istanbul"