Kisah Kejujuran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Ketika Dirampok

Kisah Kejujuran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Ketika Dirampok
Ketika Syekh Abdul Qadir Al-Jailani masih kecil, ia sudah banyak belajar tentang ilmu agama. Suatu ketika Abdul Qadir kecil meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke kota Baghdad (sekarang masuk dalam wilayah irak). Ia berkeinginan untuk mengunjungi rumah orang-orang saleh dan alim di sana serta menimba Ilmu sebanyak-banyaknya dari mereka.

Sang ibu memberi izin dan merestui keinginannya. Sebelum Abdul Qadir berangkat, ibunya memberikan uang sebanyak 40 dinar sebagai bekal perjalanan. Uang itu sengaja disimpan di saku yang dibuat khusus di bawah ketiak bajunya agar aman. Ibunya juga tak lupa untuk berpesan agar ia senantiasa berkata jujur dalam setiap keadaan, baik keadaan sulit maupun senang. Ia memperhatikan betul nasehat dan pesan ibunya, kemudian ia keluar dengan mengucapkan salam.

Ibunya berkata "pergilah nak, aku telah menitipkan keselamatanmu kepada Allah, agar kamu mendapatkan pemeliharaan dari-Nya".

Abdul Qadir kecilpun pergi bersama dengan rombongan kafilah unta yang juga sedang melakukan perjalanan ke kota Baghdad. Dalam perjalanan mereka dalam keadaan baik-baik saja, namun ketika mereka melintasi suatu tempat yang bernama Hamdan, tiba-tiba ada enam puluh orang perampok yang mengendarai kuda menghampiri dan merampok seluruh harta rombongan kafilah.

Yang unik dari peristiwa ini, tidak ada satupun dari perampok-perampok itu menghampiri Abdul Qadri, sampai pada akhirnya salah seorang dari perampok itu menghampiri dan bertanya kepadanya, "wahai orang fakir, apa yang kamu bawa?".

Abdul Qadri menjawab dengan polos, "aku membawa empat puluh dinar".

Perampok itu bertanya lagi, "dimana kamu meletakkannya?"

"Aku meletakkannya di saku baju yang terjahit rapat di bawah ketiakku."

Orang itu tidak percaya dan menganggap bahwa Abdul Qadir sedang meledeknya, kemudian ia meninggalkan boca laki-laki kecil itu.

Berselang beberapa waktu, datang lagi seorang perampok dan bertanya dengan pertanyaan yang sama, Abdul Qadir menjawab pula dengan jawaban yang sama. Jawaban jujur yang ia lontarkan tidak mendapatkan respon yang serius, dan perampok itu pergi meninggalkan Abdul Qadir begitu saja.

Kedua perampok tersebut menceritakan apa yang mereka alami kepada pimpinan mereka sehingga pimpinan itu merasa heran dan mererintahkan anak buahnya untuk memanggil bocah jujur itu. "Panggil Abdul Qadri ke mari!".

Ketua perampok itu bertanya kepada Abdul Qadir saat ia sampai, "apa yang kamu bawa?"

Jawab Abdul Qadir, "empat puluh dinar."

"Dimana kamu meletakannya?" tanya kepala perampok itu lagi.

"Uang itu berada di saku yang terjahit yang terjahit rapat di bawah ketiakku."

Pimpinan perampok itu, kemudian memerintahkan kepada anak buahnya untuk menggeledah bagian ketiak Abdul Qadir, dan mereka menemukan uang sebanyak empat puluh dinar. Siakpnya yang polos dan jujur itu membuat perampok-perampok itu heran dan menggeleng kepala mereka. Seandainya saja ia berbohong, para perampok itu tidak akan mengetahui apa yang ia bawa, apalagi waktu itu penampilan Abdul Qadri kecil sangatlah sederhana layaknya orang miskin.

"Apa yang mejadikan dirimu berkata yang sebenarnya?"

"Ibuku yang memerintahkan aku untuk berkata benar, aku tidak punya keberanian untuk durhaka terhadapnya," jawab Abdul Qadir.

Ketua perampok itu mendengar jawaban dan pernyataan Abdul Qadir, dia kemudian merasa menyesal yang sangat mendalam dan menangis tersedu-sedu. "Engkau tak berani ingkar kepada janji ibumu, sedangkan aku sudah bertahun-tahun ingkar kepada janji Tuhanku."

Pimpinan perampok itu kemudian menyatakan tobat kepada Allah di hadapan Abdul Qadir, anak kecil yang namanya kelak akan menjadi harum di mata dunia sebagai Sulthanul Auliya' Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Apa yang dilakukan pimpinan perampok ini kemudian diikuti oleh seluruh anak buahnya. (Kisah ini ditulis ulang dari website NU online)

Dari kisah kejujuran syekh Abdul Qadir Al-Jailani ketika dirampok ini, kita bisa mengambil banyak pelajaran dan hikmah, diantaranya bahwa kejujuran dan kebenaran merupakan hal yang sangat penting walau kita dalam keadaan apapun. Ketika dalam keadaan senang, kita harus berlaku jujur dan benar begitu pula dalam keadaan susah. Karena apa yang kita lakukan dengan benar itu bukan saja bermanfaat kepada kita tetapi juga bermanfaat bagi orang lain, bahkan menjadi jalan dakwah untuk menyadarkan orang lain dari ketidak benaran dan kemunafikan.

Jufri Derwotubun

Saya hanyalah seorang pengembara yang suka berpetualangan, menulis, dan membaca alam semesta.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama