Tari Cakalele merupakan tarian tradisionil semacam tarian perang yang datang dari daerah Maluku dan Maluku Utara. Tarian ini biasanya ditarikan oleh beberapa penari pria, tetapi ada pula beberapa penari wanita menjadi penari simpatisan. Tari Cakalele adalah salah satunya tarian tradisional yang cukuplah populer di Maluku dan Maluku Utara serta kerap dipertunjukkan di beberapa acara adat ataupun hiburan. Diluar itu tarian ini dapat kerap dipertunjukkan di beberapa acara budaya dan promo pariwisata baik tingkat daerah, nasional, bahkan juga internasional
Berdasarkan pada beberapa sumber histori yang ada, Tari Cakalele ini dulunya datang dari kebiasaan orang-orang Maluku Utara. Ketika itu tarian ini djadikan sebagai tarian perang oleh prajurit-prajurit sebelum merek menuju ke medan perang ataupun sepulang dari medan perang. Tidak hanya itu tarian ini juga dijadikan sebagaia bagian dari upacara adat masyarakat Maluku Utara.
Tari cakalele ini lalu meluas ke beberapa daerah sekitarnya, karena bagian dari pengaruh kerajaan ketika itu. Tarian ini lalu diketahui di daerah lainnya seperti di daerah Maluku Tengah serta sebagian lokasi Sulawesi, diantaranya di Sulawesi Utara. Di kelompok orang-orang Minahasa, Cakalele dikenal juga serta berubah menjadi bagian dari tarian perang mereka, yakni Tari Kabasaran.
Pada saat saat ini, Tari Cakalele tak akan digunakan sebagi tarian perang, tetapi seringkali dipertunjukkan untuk acara yang berbentuk pertunjukan ataupun perayaan kebiasaan. Untuk orang-orang disana, Tari Cakalele dimaknai menjadi bentuk animo serta penghormatan orang-orang pada beberapa leluhur atau nenek moyang mereka. Diluar itu tarian ini dapat memvisualisasikan jiwa orang-orang Maluku yang pemberani serta kuat, hal itu dapat disaksikan dari pergerakan serta ekspresi beberapa penari waktu menarikan Tari Cakalele ini.
Tari Cakalele dimainkan oleh kira-kira 30 lelaki serta wanita. Beberapa penari lelaki kenakan pakaian perang yang didominasi oleh warna merah serta kuning tua. Di ke-2 tangan penari menggenggam senjata pedang (parang) disamping kanan serta tameng (salawaku) disamping kiri, mereka memakai topi terbuat dari alumunium yang diselipkan bulu ayam berwarna putih. Penari wanita memakai pakaian warna putih sambil menggenggam sapu tangan atau lenso di ke-2 tangannya. Beberapa penari Cakalele yang berpasangan ini, menari dengan disertai musik beduk (tifa), suling, serta kerang besar (bia) yang ditiup.
Tari Cakalele dimaksud sebagai tari kebesaran, karena dipakai untuk penyambutan beberapa tamu agung seperti tokoh agama serta petinggi pemerintah yang bertandang ke bumi Maluku. Kelebihan tarian ini terdapat pada tiga kegunaan lambangnya. (1) Baju berwarna merah pada baju penari lelaki, melambangkan perasaan heroisme pada bumi Maluku, dan keberanian serta patriotisme orang Maluku waktu berada dalam perang. (2) Pedang pada tangan kanan melambangkan harga diri warga Maluku yang perlu dipertahankan sampai titik darah penghabisan. (3) Tameng (salawaku) serta teriakan lantang menggelegar pada selingan tarian melambangkan pergerakan memprotes pada system pemerintahan yang dipandang tidak memihak pada warga masyarakat.
Tari Cakalele dalam perkembangannya sampai saat ini masih tetap selalu dilestarikan serta di kembangkan oleh orang-orang disana. Beragam kreasi serta macam juga kerap ditambahkan dalam pertunjukannya supaya menarik, tetapi tidak menghilangkan keunikan serta keaslian dari tarian itu. Tari Cakalele ini dapat masih tetap kerap dipertunjukkan di beberapa acara seperti penyambutan tamu, perayaan kebiasaan, serta acara kebiasaan yang lain. Diluar itu tarian ini dapat kerap dipertunjukkan di beberapa acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya serta promo pariwisata.
Berdasarkan pada beberapa sumber histori yang ada, Tari Cakalele ini dulunya datang dari kebiasaan orang-orang Maluku Utara. Ketika itu tarian ini djadikan sebagai tarian perang oleh prajurit-prajurit sebelum merek menuju ke medan perang ataupun sepulang dari medan perang. Tidak hanya itu tarian ini juga dijadikan sebagaia bagian dari upacara adat masyarakat Maluku Utara.
Tari cakalele ini lalu meluas ke beberapa daerah sekitarnya, karena bagian dari pengaruh kerajaan ketika itu. Tarian ini lalu diketahui di daerah lainnya seperti di daerah Maluku Tengah serta sebagian lokasi Sulawesi, diantaranya di Sulawesi Utara. Di kelompok orang-orang Minahasa, Cakalele dikenal juga serta berubah menjadi bagian dari tarian perang mereka, yakni Tari Kabasaran.
Pada saat saat ini, Tari Cakalele tak akan digunakan sebagi tarian perang, tetapi seringkali dipertunjukkan untuk acara yang berbentuk pertunjukan ataupun perayaan kebiasaan. Untuk orang-orang disana, Tari Cakalele dimaknai menjadi bentuk animo serta penghormatan orang-orang pada beberapa leluhur atau nenek moyang mereka. Diluar itu tarian ini dapat memvisualisasikan jiwa orang-orang Maluku yang pemberani serta kuat, hal itu dapat disaksikan dari pergerakan serta ekspresi beberapa penari waktu menarikan Tari Cakalele ini.
Tari Cakalele dimainkan oleh kira-kira 30 lelaki serta wanita. Beberapa penari lelaki kenakan pakaian perang yang didominasi oleh warna merah serta kuning tua. Di ke-2 tangan penari menggenggam senjata pedang (parang) disamping kanan serta tameng (salawaku) disamping kiri, mereka memakai topi terbuat dari alumunium yang diselipkan bulu ayam berwarna putih. Penari wanita memakai pakaian warna putih sambil menggenggam sapu tangan atau lenso di ke-2 tangannya. Beberapa penari Cakalele yang berpasangan ini, menari dengan disertai musik beduk (tifa), suling, serta kerang besar (bia) yang ditiup.
Tari Cakalele dimaksud sebagai tari kebesaran, karena dipakai untuk penyambutan beberapa tamu agung seperti tokoh agama serta petinggi pemerintah yang bertandang ke bumi Maluku. Kelebihan tarian ini terdapat pada tiga kegunaan lambangnya. (1) Baju berwarna merah pada baju penari lelaki, melambangkan perasaan heroisme pada bumi Maluku, dan keberanian serta patriotisme orang Maluku waktu berada dalam perang. (2) Pedang pada tangan kanan melambangkan harga diri warga Maluku yang perlu dipertahankan sampai titik darah penghabisan. (3) Tameng (salawaku) serta teriakan lantang menggelegar pada selingan tarian melambangkan pergerakan memprotes pada system pemerintahan yang dipandang tidak memihak pada warga masyarakat.
Tari Cakalele dalam perkembangannya sampai saat ini masih tetap selalu dilestarikan serta di kembangkan oleh orang-orang disana. Beragam kreasi serta macam juga kerap ditambahkan dalam pertunjukannya supaya menarik, tetapi tidak menghilangkan keunikan serta keaslian dari tarian itu. Tari Cakalele ini dapat masih tetap kerap dipertunjukkan di beberapa acara seperti penyambutan tamu, perayaan kebiasaan, serta acara kebiasaan yang lain. Diluar itu tarian ini dapat kerap dipertunjukkan di beberapa acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya serta promo pariwisata.