Pola asuh diambil dari kata pola serta asuh. Dalam kamus besar bhs Indonesia kata pola memiliki makna gambar yang digunakan untuk contoh batik; corak batik atau tenun; ragi atau suri; potongan kertas yang digunakan jenis; skema; langkah kerja; – permainan – pemerintahan, bentuk susunan yang tetap- kalimat; dalam puisi, merupakan sajak yang dinyatakan dengan bunyi gerak kata atau makna. Sedang Asuh bermakna mengawasi menjaga serta mendidik anak kecil; menuntun menolong serta melatih, dll; memimpin mengepalai, menyelenggarakan suatu organisasi atau kelembagaan.
Aktivitas pengasuhan banyak disimpulkan menjadi usaha dalam mendidik anak. Orangtua menjadi pendidik menentukan cara asuh yang sesuai dalam memengaruhi perkembangan anak, dan membimbingnya pada kehidupan yang pantas serta bermartabat. Proses pengasuhan senantiasa miliki sifat dinamis dalam mencari bentuk atau pola asuh yang lebih efisien serta baik. Banyak pakar menyampaikan pengertian serta bentuk-bentuk pola asuh yang pas. Laurrence Steinburg mendeskripsikan; Pengasuhan yang baik merupakan pengasuhan yang sama dengan kondisi psikologis dengan unsur-unsur seperti kejujuran, empati, mengendalikan diri pribadi, kebaikan hati, kerja sama, pengendalian diri, dan kebahagiaan. Pengasuhan yang baik merupakan pengasuhan yang menolong anak sukses di sekolah, mensupport perubahan keingintahuan intelektual, motivasi belajar, serta kemauan untuk sampai suatu hal. Pengasuhan yang baik merupakan yang menghindari anak dari perilaku anti sosial, mengerjakan pelanggaran hukum ringan, dan penggunaan nark0ba serta alk0h0l. Pengasuhan yang baik merupakan pengasuhan yang menolong melindungi anak dari mengembangnya keresahan, depresi, gangguan makan serta beberapa permasalahan psikologi lainnya.
Pada umumnya dari pemahaman di atas bisa ditarik rangkuman kalau pengasuhan merupakan aktivitas dalam rangka mendidik, menuntun, mengarahkan anak, baik secara fisik ataupun mental, kepercayaan hidup serta kepribadian. Dalam hal seperti ini bapak serta ibu mempunyai peranan menjadi seseorang pendidik dalam lingkungan keluarga dalam usaha mengarahkan anak dalam perilaku serta norma-norma yang baik.
Perilaku orangtua tetap jadi tolak ukur anak dalam proses pendidikan dalam keluarga. Anak akan mengikuti orangtua dalam berlaku serta berprilaku baik hal tersebut disadari atau tidak. Sejak dilahirkan ke dunia, anak akan mengikuti perilaku orangtua serta tidak ada yang bisa dilakukan orangtua untuk menahan hal itu. Cenderung seseorang anak menirukan semua hal yang muncul dari perilaku orangtua karena disebabkan mereka mempunyai kemauan yang kuat untuk tumbuh berkembang menjadi seperti ibu serta ayahnya. Sering kita temui orangtua yang melarang anaknya melakukan tindakan agresif, akan tetapi tidak disadari orangtua itu mengerjakannya hingga tidak tutup peluang anak itu bertindak yang sama pada rekan maupun keluarga yang lainnya.
Pekerjaan mendidik serta mengasuh anak tidak seutuhnya bisa dikerjakan dalam keluarga, seperti pendidikan keterampilan, pengetahuan, wawasan serta pengalaman. Oleh karenanya keluarga memerlukan instansi pendidikan lainnya yakni pendidikan sekolah. Dengan begitu pendidikan di sekolah adalah sisi yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan keluarga. Pendidikan di sekolah juga adalah penghubung pada kehidupan anak dalam keluarga serta kehidupan dalam masyarakat.
Namun masuknya anak ke pendidikan sekolah tidak bermakna orangtua sudah tuntas dalam pengasuhan, malah sekolah jadi partner buat orangtua dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang ada seiring pekerjaan pengasuhan itu. Orangtua bisa menjadi lebih meyakini serta mantap dalam ikuti perubahan anaknya. Perasaan yang juga sama akan muncul pada diri anak bersamaan keikutsertaan orangtua dalam pendidikan sekolah. Hal terpenting yang bisa disaksikan dari keikutsertaan orangtua dalam pendidikan sekolah ialah orangtua bisa tahu semua bentuk persoalan anak di sekolah hingga bisa bekerja bersama dengan guru untuk menyelesaikannya.
Keterlibatan orangtua dalam sekolah tidak cuma dengan turut menolong anak dalam mengerjakan pekerjaan rumahnya, tetapi lebih pada hubungan wali siswa-sekolah, baik pada komite sekolah, bimbingan penyuluhan atau beberapa hal yang terkait dengan pendidikan anak di sekolah. Perhatian orangtua pada anak bisa diwujudkan dengan membuat rutinitas bekerja dengan teratur serta disiplin pada tiap-tiap tugas serta keharusan menjadi seseorang siswa.
Mengenai dalam lingkungan masyarakat, pergaulan dengan rekan-rekan seumuran mempunyai dampak yang kuat pada perilaku anak. Orangtua sebaiknya bisa memberi perhatian yang baik juga. Pada saat kecil orangtua bisa mengatur pergaulan anak serta mengarahkannya pada rekan-rekan yang dipandang baik. Begitupun pada saat remaja orangtua bisa mengarahkan supaya bergaul dengan anak-anak yang sudah jelas mempunyai latar belakang baik serta prilkau yang baik juga.
Mengenai pengasuhan orangtua didalam keluarga ada tiga pola yaitu: 1. Pola Asuh Otoriter 2. Pola Asuh Permisip
3.Pola Asuh Demokrasi
Pola Asuh Otoriter (PAO)
Tiap-tiap orangtua tentulah menginginkan anaknya jadi orang yang bermanfaat serta menggapai kebahagiaan nantinya. Namun dalam mengasuh seringkali kita merasakan orangtua yang mengambil langkah serta sikap yang otoriter dalam mendidik anaknya. Sering orangtua lebih memprioritaskan kuatnya kemauan serta harapan supaya anak mencapai kesuksesan di waktu yang akan datang. Mereka tetap berpikir apa yang meraka kerjakan hanya untuk kebaikan sang anak serta tidak menghiraukan perasaan serta keadaan anak itu.
Pola asuh otoriter sangat punya pengaruh pada perubahan mental anak. Orangtua mempunyai kepentingan kuat untuk memegang kendali, akan tetapi pada intinya sikap otoriter ditujukan untuk beberapa hal yang baik. Orangtua tidak inginkan anaknya mengalami kegagalan, bahaya, atau suatu jelek yang menimpanya, akan tetapi perubahan mental anak akan terganggu, seperti dikatakan Laurence berikut: “Pada akhirnya satu-satunya cara agar anak anda dapat benar-benar sehat, bahagia serta sukses ialah bila anda memberi kebebasan untuk mencoba serta membuat keputusannya sendiri walau itu membuka peluang dia akan sakit hati dan kecewa. Pengasuhan yang baik menyertakan keselarasan pada keterlibatan serta kemandirian. Bila kedua-duanya dikerjakan dengan berlebihan- bila orangtua tidak perduli atau sangat turut campur- maka kesehatan mental akan menjadi rusak.
Beberapa hal negatif yang akan muncul pada diri anak karena sikap otoriter yang diaplikasikan orangtua, seperti takut, kurang mempunyai kepercayaan diri, jadi pembangkang, penentang atau kurang aktif. Orangtua semacam itu tetap memberi pengawasan berlebihan pada anak hingga beberapa hal yang kecil juga mesti terwujud sesuai dengan kemauannya. Di lain sisi, orangtua itu lebih seperti polisi yang tetap memberikan pengawasan serta aturan-aturan tanpa ingin memahami anak.
Seperti dijelaskan awal mulanya jika di antara beberapa hal negatif yang akan muncul ialah sikap penentang pada anak. Dari kelompok penentang bisa digolongkan jadi tiga jenis.
Pertama, jenis penentang aktif. Mereka jadi keras kepala, senang menyanggah serta membangkang apa kehendak orangtua. Mereka geram karena orangtua tidak menghormati dirinya menjadi manusia. Untuk menantang jelas tidak bisa dikarenakan sang “polisi” miliki kemampuan besar. Karena itu jalan yang dipilihnya ialah menyakiti hatinya.
Kedua, jenis pemberontak lewat cara halus, sadar kalau badan kecilnya tidak dapat menyaingi kemampuan “Polisi” yang tidak lain orang tuanya sendiri mereka memilih sikap diam, tetapi tidak juga ikuti perintah.
Ketiga, jenis senantiasa terlambat. Anak-anak semacam itu baru ingin kerjakan satu perintah sesudah terlebih dulu menyaksikan orang tuannya kesal, geram, serta mengomel karena kemalasannya.
Pola Asuh Permisif (PAP)
Orangtua yang baik tentu saja belum pernah bercita-cita jadikan anaknya menjadi sampah masyarakat, tidak bermanfaat serta tidak disiplin. Akan tetapi kadang kita masih tetap merasakan orangtua yang ikhlas membiarkan anaknya tanpa bimbingan serta arahan. Anak jadi tidak terukur, serta terasa orang tuanya sudah memberi kebebasan seutuhnya pada dirinya, hingga tiap-tiap keputusan yang ia mengambil ialah seutuhnya hak priadi yang tidak seseorang juga bisa mencampurinya.
Dalam pendidikan sekolah, pola asuh permisif yang diaplikasikan orangtua akan memberikan efek minimnya prestasi belajar, anak mungkin berubah menjadi malas serta tidak perduli dengan hasil belajar yang ia capai karena tidak ada perhatian dari orangtua. Orangtua terasa tidak dapat memberi pendidikan serta pengasuhan dengan baik hingga menyerahkan seutuhnya pendidikan pada sekolah. Mereka melupakan peranan terpenting dalam keluarga menjadi pendidik, pengasuh, pembimbing, pemberi motivasi, kasih sayang serta perhatian.
Anak yang berkembang tanpa batasan dan peraturan serta perhatian akan mengalami ketidakjelasan hidup serta hilangnya contoh teladan yang menyebabkan pada beralihnya anak pada lingkungan, rekan atau beberapa orang terdekatnya serta membuatnya menjadii figur. Tentang pola asuh Permisif, Diana Braumrind dalam Syamsu Yusuf LN, memaparkan sikap atau perilaku orangtua seperti berikut:
1. Sikap ”Acceptance”nya tinggi, akan tetapi kontrolnya rendah
2. Memberikan kebebasan pada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya
Profil Perilaku Anak:
1. Berlaku Impulsif serta Agresif
2. Senang memberontak
3. Kurang mempunyai rasa percaya diri serta pengendalian diri
4. Senang mendominasi
5. Tidak jelas arah hidupnya
6. Prestasinya rendah
Bisa diambil kesimpulan jika anak yang merasakan pengasuhan dari orang tuanya dengan pola asuh permisif akan cinderung miliki sifat bebas tanpa ketentuan, serta mempunyai emosi yang tidak stabil serta meledak-ledak, sedang orangtua tak akan dipandang seperti figur yang mempunyai peranan dan teladan baginya. Ia memandang jika apa yang ia capai merupakan bersumber dari pribadinya serta tidak ada yang bisa memberi aturan ataupun larangan.
Pola Asuh Demokrasi (PAD)
Jalinan yang terhubung antara orangtua dan anak seharusnya dilandasi prinsip sama-sama menghargai serta kasih sayang. Jika orangtua senantiasa mengutamakan pendekatan dengan cara personal dengan curahan kasih sayang, maka dapat terbentuklah keyakinan yang besar dalam diri anak. Anak akan berlaku terbuka pada orang tuanya hingga semua persoalan bisa dicari kunci penyelesaianya. Diluar itu orangtua lebih gampang memberikan pengarahan serta nasehat dan meninggalkan cara-cara paksaan dan intimidasi terhadap anak.
Perilaku anak akan terbentuk secara bertahap menuju pada kepribadian yang baik. Dorongan yang kuat dengan tiada henti sangatlah diinginkan dari orangtua. Sosok orangtua yang demokratis tidak memprioritaskan kebutuhan pribadinya, namun masih menghormati serta memerhatikan kebutuhan anak menjadi seseorang individu di antara populasi manusia. Dalam kata lain, orangtua tetap memandang kebutuhan bersama menjadi pembatas dari kebebasan seorang inividu.
Latar belakang pengasuhan yang ditemui anak pastilah amat punya pengaruh pada perkembangan selanjutnya, karena beberapa hal yang ia temui dari pola pengasuhan orang tuanya bisa menjadi bekal sikap serta prilakunya pada kehidupannya nantinya.
Keluarga mempunyai fungsi yang begitu terpenting dalam usaha meningkatkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang serta pendidikan mengenai nilai-nilai kehidupan baik agama ataupun sosial budaya yang diberikannya adalah aspek yang kondusif untuk menyiapkan anak menjadi pribadi serta anggota masyarakat yang sehat.
Jadi, telah jelas jika pola asuh demokrasi begitu memberikan efek positif pada perubahan anak. Orangtua bisa mencurahkan kasih sayang serta perhatiannya pada anak dengan baik serta seutuhnya tanpa memakai beberapa cara pemaksaan dan kekerasan. Dalam hal seperti ini, orangtua mesti menguasai komunikasi yang tepat dalam melakukan pendekatan supaya proses pengasuhan bisa berjalan baik serta tidak memengaruhi mental ataupun perkembangannya.
Pola asuh demokrasi begitu serupa dengan apa yang diterangkan Diana Baumrind Western dan Lioyd, 1994: 359-360; Sigelmen serta Sheffer, 1995: 396 tentang hasil penelitiannya lewat observasi dan wawancara pada siswa taman kanak-kanak. Ia menuturkan mengenai parenting stayle Pola Asuh, di antara tiga jenis; Authoritarian, Permissive, dan Authorotative, jenis yang sama juga dengan pola asuh demokrasi ialah Authoritative. Beberapa sikap yang diambil orangtua dalam mengasuh serta mendidik anak yakni:
1. Sikap “Acceptance” dan kontrolnya tinggi
2. Berlaku responsive tehadap kepentingan anak
3. Mendorong anak untuk mengatakan pendapat atau pertanyaan
4. Memberi keterangan mengenai efek perbuatan yang baik serta yang jelek.
Profil Perilaku Anak yang diakibatkan:
1. Berlaku bersahabat
2. Mempunyai perasaan percaya diri
3. Dapat mengatur diri Self Control
4. Berlaku Sopan
5. Ingin bekerjasama
6. Mempunyai perasaan ingin tahunya yang tinggi
7. Memiliki tujuan/arah hidup yang jelas
8. Berorientasi pada prestasi
Dari paparan di atas bisa dilihat jika sikap demokratis orangtua tercermin dari perbuatannya ingin menghargai pribadi anak, dan menegur perbuatan yang salah dari prilakunya dengan baik-baik seperti yang disebutkan Irawati Istadi: “Harus dibedakan antara pribadi anak dengan perilaku bisa saja salah, namun pribadi anak tetap senantiasa baik.
Aktivitas pengasuhan banyak disimpulkan menjadi usaha dalam mendidik anak. Orangtua menjadi pendidik menentukan cara asuh yang sesuai dalam memengaruhi perkembangan anak, dan membimbingnya pada kehidupan yang pantas serta bermartabat. Proses pengasuhan senantiasa miliki sifat dinamis dalam mencari bentuk atau pola asuh yang lebih efisien serta baik. Banyak pakar menyampaikan pengertian serta bentuk-bentuk pola asuh yang pas. Laurrence Steinburg mendeskripsikan; Pengasuhan yang baik merupakan pengasuhan yang sama dengan kondisi psikologis dengan unsur-unsur seperti kejujuran, empati, mengendalikan diri pribadi, kebaikan hati, kerja sama, pengendalian diri, dan kebahagiaan. Pengasuhan yang baik merupakan pengasuhan yang menolong anak sukses di sekolah, mensupport perubahan keingintahuan intelektual, motivasi belajar, serta kemauan untuk sampai suatu hal. Pengasuhan yang baik merupakan yang menghindari anak dari perilaku anti sosial, mengerjakan pelanggaran hukum ringan, dan penggunaan nark0ba serta alk0h0l. Pengasuhan yang baik merupakan pengasuhan yang menolong melindungi anak dari mengembangnya keresahan, depresi, gangguan makan serta beberapa permasalahan psikologi lainnya.
Pada umumnya dari pemahaman di atas bisa ditarik rangkuman kalau pengasuhan merupakan aktivitas dalam rangka mendidik, menuntun, mengarahkan anak, baik secara fisik ataupun mental, kepercayaan hidup serta kepribadian. Dalam hal seperti ini bapak serta ibu mempunyai peranan menjadi seseorang pendidik dalam lingkungan keluarga dalam usaha mengarahkan anak dalam perilaku serta norma-norma yang baik.
Perilaku orangtua tetap jadi tolak ukur anak dalam proses pendidikan dalam keluarga. Anak akan mengikuti orangtua dalam berlaku serta berprilaku baik hal tersebut disadari atau tidak. Sejak dilahirkan ke dunia, anak akan mengikuti perilaku orangtua serta tidak ada yang bisa dilakukan orangtua untuk menahan hal itu. Cenderung seseorang anak menirukan semua hal yang muncul dari perilaku orangtua karena disebabkan mereka mempunyai kemauan yang kuat untuk tumbuh berkembang menjadi seperti ibu serta ayahnya. Sering kita temui orangtua yang melarang anaknya melakukan tindakan agresif, akan tetapi tidak disadari orangtua itu mengerjakannya hingga tidak tutup peluang anak itu bertindak yang sama pada rekan maupun keluarga yang lainnya.
Pekerjaan mendidik serta mengasuh anak tidak seutuhnya bisa dikerjakan dalam keluarga, seperti pendidikan keterampilan, pengetahuan, wawasan serta pengalaman. Oleh karenanya keluarga memerlukan instansi pendidikan lainnya yakni pendidikan sekolah. Dengan begitu pendidikan di sekolah adalah sisi yang tidak bisa dipisahkan dari pendidikan keluarga. Pendidikan di sekolah juga adalah penghubung pada kehidupan anak dalam keluarga serta kehidupan dalam masyarakat.
Namun masuknya anak ke pendidikan sekolah tidak bermakna orangtua sudah tuntas dalam pengasuhan, malah sekolah jadi partner buat orangtua dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang ada seiring pekerjaan pengasuhan itu. Orangtua bisa menjadi lebih meyakini serta mantap dalam ikuti perubahan anaknya. Perasaan yang juga sama akan muncul pada diri anak bersamaan keikutsertaan orangtua dalam pendidikan sekolah. Hal terpenting yang bisa disaksikan dari keikutsertaan orangtua dalam pendidikan sekolah ialah orangtua bisa tahu semua bentuk persoalan anak di sekolah hingga bisa bekerja bersama dengan guru untuk menyelesaikannya.
Keterlibatan orangtua dalam sekolah tidak cuma dengan turut menolong anak dalam mengerjakan pekerjaan rumahnya, tetapi lebih pada hubungan wali siswa-sekolah, baik pada komite sekolah, bimbingan penyuluhan atau beberapa hal yang terkait dengan pendidikan anak di sekolah. Perhatian orangtua pada anak bisa diwujudkan dengan membuat rutinitas bekerja dengan teratur serta disiplin pada tiap-tiap tugas serta keharusan menjadi seseorang siswa.
Mengenai dalam lingkungan masyarakat, pergaulan dengan rekan-rekan seumuran mempunyai dampak yang kuat pada perilaku anak. Orangtua sebaiknya bisa memberi perhatian yang baik juga. Pada saat kecil orangtua bisa mengatur pergaulan anak serta mengarahkannya pada rekan-rekan yang dipandang baik. Begitupun pada saat remaja orangtua bisa mengarahkan supaya bergaul dengan anak-anak yang sudah jelas mempunyai latar belakang baik serta prilkau yang baik juga.
Mengenai pengasuhan orangtua didalam keluarga ada tiga pola yaitu: 1. Pola Asuh Otoriter 2. Pola Asuh Permisip
3.Pola Asuh Demokrasi
Pola Asuh Otoriter (PAO)
Tiap-tiap orangtua tentulah menginginkan anaknya jadi orang yang bermanfaat serta menggapai kebahagiaan nantinya. Namun dalam mengasuh seringkali kita merasakan orangtua yang mengambil langkah serta sikap yang otoriter dalam mendidik anaknya. Sering orangtua lebih memprioritaskan kuatnya kemauan serta harapan supaya anak mencapai kesuksesan di waktu yang akan datang. Mereka tetap berpikir apa yang meraka kerjakan hanya untuk kebaikan sang anak serta tidak menghiraukan perasaan serta keadaan anak itu.
Pola asuh otoriter sangat punya pengaruh pada perubahan mental anak. Orangtua mempunyai kepentingan kuat untuk memegang kendali, akan tetapi pada intinya sikap otoriter ditujukan untuk beberapa hal yang baik. Orangtua tidak inginkan anaknya mengalami kegagalan, bahaya, atau suatu jelek yang menimpanya, akan tetapi perubahan mental anak akan terganggu, seperti dikatakan Laurence berikut: “Pada akhirnya satu-satunya cara agar anak anda dapat benar-benar sehat, bahagia serta sukses ialah bila anda memberi kebebasan untuk mencoba serta membuat keputusannya sendiri walau itu membuka peluang dia akan sakit hati dan kecewa. Pengasuhan yang baik menyertakan keselarasan pada keterlibatan serta kemandirian. Bila kedua-duanya dikerjakan dengan berlebihan- bila orangtua tidak perduli atau sangat turut campur- maka kesehatan mental akan menjadi rusak.
Beberapa hal negatif yang akan muncul pada diri anak karena sikap otoriter yang diaplikasikan orangtua, seperti takut, kurang mempunyai kepercayaan diri, jadi pembangkang, penentang atau kurang aktif. Orangtua semacam itu tetap memberi pengawasan berlebihan pada anak hingga beberapa hal yang kecil juga mesti terwujud sesuai dengan kemauannya. Di lain sisi, orangtua itu lebih seperti polisi yang tetap memberikan pengawasan serta aturan-aturan tanpa ingin memahami anak.
Seperti dijelaskan awal mulanya jika di antara beberapa hal negatif yang akan muncul ialah sikap penentang pada anak. Dari kelompok penentang bisa digolongkan jadi tiga jenis.
Pertama, jenis penentang aktif. Mereka jadi keras kepala, senang menyanggah serta membangkang apa kehendak orangtua. Mereka geram karena orangtua tidak menghormati dirinya menjadi manusia. Untuk menantang jelas tidak bisa dikarenakan sang “polisi” miliki kemampuan besar. Karena itu jalan yang dipilihnya ialah menyakiti hatinya.
Kedua, jenis pemberontak lewat cara halus, sadar kalau badan kecilnya tidak dapat menyaingi kemampuan “Polisi” yang tidak lain orang tuanya sendiri mereka memilih sikap diam, tetapi tidak juga ikuti perintah.
Ketiga, jenis senantiasa terlambat. Anak-anak semacam itu baru ingin kerjakan satu perintah sesudah terlebih dulu menyaksikan orang tuannya kesal, geram, serta mengomel karena kemalasannya.
Pola Asuh Permisif (PAP)
Orangtua yang baik tentu saja belum pernah bercita-cita jadikan anaknya menjadi sampah masyarakat, tidak bermanfaat serta tidak disiplin. Akan tetapi kadang kita masih tetap merasakan orangtua yang ikhlas membiarkan anaknya tanpa bimbingan serta arahan. Anak jadi tidak terukur, serta terasa orang tuanya sudah memberi kebebasan seutuhnya pada dirinya, hingga tiap-tiap keputusan yang ia mengambil ialah seutuhnya hak priadi yang tidak seseorang juga bisa mencampurinya.
Dalam pendidikan sekolah, pola asuh permisif yang diaplikasikan orangtua akan memberikan efek minimnya prestasi belajar, anak mungkin berubah menjadi malas serta tidak perduli dengan hasil belajar yang ia capai karena tidak ada perhatian dari orangtua. Orangtua terasa tidak dapat memberi pendidikan serta pengasuhan dengan baik hingga menyerahkan seutuhnya pendidikan pada sekolah. Mereka melupakan peranan terpenting dalam keluarga menjadi pendidik, pengasuh, pembimbing, pemberi motivasi, kasih sayang serta perhatian.
Anak yang berkembang tanpa batasan dan peraturan serta perhatian akan mengalami ketidakjelasan hidup serta hilangnya contoh teladan yang menyebabkan pada beralihnya anak pada lingkungan, rekan atau beberapa orang terdekatnya serta membuatnya menjadii figur. Tentang pola asuh Permisif, Diana Braumrind dalam Syamsu Yusuf LN, memaparkan sikap atau perilaku orangtua seperti berikut:
1. Sikap ”Acceptance”nya tinggi, akan tetapi kontrolnya rendah
2. Memberikan kebebasan pada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya
Profil Perilaku Anak:
1. Berlaku Impulsif serta Agresif
2. Senang memberontak
3. Kurang mempunyai rasa percaya diri serta pengendalian diri
4. Senang mendominasi
5. Tidak jelas arah hidupnya
6. Prestasinya rendah
Bisa diambil kesimpulan jika anak yang merasakan pengasuhan dari orang tuanya dengan pola asuh permisif akan cinderung miliki sifat bebas tanpa ketentuan, serta mempunyai emosi yang tidak stabil serta meledak-ledak, sedang orangtua tak akan dipandang seperti figur yang mempunyai peranan dan teladan baginya. Ia memandang jika apa yang ia capai merupakan bersumber dari pribadinya serta tidak ada yang bisa memberi aturan ataupun larangan.
Pola Asuh Demokrasi (PAD)
Jalinan yang terhubung antara orangtua dan anak seharusnya dilandasi prinsip sama-sama menghargai serta kasih sayang. Jika orangtua senantiasa mengutamakan pendekatan dengan cara personal dengan curahan kasih sayang, maka dapat terbentuklah keyakinan yang besar dalam diri anak. Anak akan berlaku terbuka pada orang tuanya hingga semua persoalan bisa dicari kunci penyelesaianya. Diluar itu orangtua lebih gampang memberikan pengarahan serta nasehat dan meninggalkan cara-cara paksaan dan intimidasi terhadap anak.
Perilaku anak akan terbentuk secara bertahap menuju pada kepribadian yang baik. Dorongan yang kuat dengan tiada henti sangatlah diinginkan dari orangtua. Sosok orangtua yang demokratis tidak memprioritaskan kebutuhan pribadinya, namun masih menghormati serta memerhatikan kebutuhan anak menjadi seseorang individu di antara populasi manusia. Dalam kata lain, orangtua tetap memandang kebutuhan bersama menjadi pembatas dari kebebasan seorang inividu.
Latar belakang pengasuhan yang ditemui anak pastilah amat punya pengaruh pada perkembangan selanjutnya, karena beberapa hal yang ia temui dari pola pengasuhan orang tuanya bisa menjadi bekal sikap serta prilakunya pada kehidupannya nantinya.
Keluarga mempunyai fungsi yang begitu terpenting dalam usaha meningkatkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang serta pendidikan mengenai nilai-nilai kehidupan baik agama ataupun sosial budaya yang diberikannya adalah aspek yang kondusif untuk menyiapkan anak menjadi pribadi serta anggota masyarakat yang sehat.
Jadi, telah jelas jika pola asuh demokrasi begitu memberikan efek positif pada perubahan anak. Orangtua bisa mencurahkan kasih sayang serta perhatiannya pada anak dengan baik serta seutuhnya tanpa memakai beberapa cara pemaksaan dan kekerasan. Dalam hal seperti ini, orangtua mesti menguasai komunikasi yang tepat dalam melakukan pendekatan supaya proses pengasuhan bisa berjalan baik serta tidak memengaruhi mental ataupun perkembangannya.
Pola asuh demokrasi begitu serupa dengan apa yang diterangkan Diana Baumrind Western dan Lioyd, 1994: 359-360; Sigelmen serta Sheffer, 1995: 396 tentang hasil penelitiannya lewat observasi dan wawancara pada siswa taman kanak-kanak. Ia menuturkan mengenai parenting stayle Pola Asuh, di antara tiga jenis; Authoritarian, Permissive, dan Authorotative, jenis yang sama juga dengan pola asuh demokrasi ialah Authoritative. Beberapa sikap yang diambil orangtua dalam mengasuh serta mendidik anak yakni:
1. Sikap “Acceptance” dan kontrolnya tinggi
2. Berlaku responsive tehadap kepentingan anak
3. Mendorong anak untuk mengatakan pendapat atau pertanyaan
4. Memberi keterangan mengenai efek perbuatan yang baik serta yang jelek.
Profil Perilaku Anak yang diakibatkan:
1. Berlaku bersahabat
2. Mempunyai perasaan percaya diri
3. Dapat mengatur diri Self Control
4. Berlaku Sopan
5. Ingin bekerjasama
6. Mempunyai perasaan ingin tahunya yang tinggi
7. Memiliki tujuan/arah hidup yang jelas
8. Berorientasi pada prestasi
Dari paparan di atas bisa dilihat jika sikap demokratis orangtua tercermin dari perbuatannya ingin menghargai pribadi anak, dan menegur perbuatan yang salah dari prilakunya dengan baik-baik seperti yang disebutkan Irawati Istadi: “Harus dibedakan antara pribadi anak dengan perilaku bisa saja salah, namun pribadi anak tetap senantiasa baik.