Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Jean Piaget

Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Jean Piaget
Jean Piaget adalah psikolog terkenal asal Swiss yang sangat berjasa karena sumbangan pemikirannya dalam bidang psikologi perkembangan terutama perkembangan kognitif. Tidak heran bila penyair Noa Perry berkata "Siapa yang tahu pikiran anak-anak?" Perry menjawab sendiri bahwa "Jean Piagetlah orang yang tahu lebih banyak dibandingkan dengan orang lain."

Teori Piaget oleh Haditono, Knoers dan Monks, (1984:202-203) banyak dipengaruhi oleh proses biologi dan epistemologi (ajaran mengenai pengenalan).

Piaget (1952) berpendapat bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana tujuan individu merupakan suatu rangkaian yang secara kualitatif berbeda dalam berpikir. Perkembangan kognitif terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungan melalui dua proses, yakni adaptasi dan organisasi.  Proses adaptasi dan organisasi oleh Piaget disebut sebagai struktur psikologis atau skema. Selanjutnya mempermudah pemahaman pembaca, pemikiran Piaget penulis visualisasikan pada gambar di bawah ini.

Gambar Proses perkembangan Kognitif Piaget
Skema menurut Piaget adalah unit dasar kognisi seseorang. Istilah behavioristic untuk skema adalah respon atau kebiasaan (habit) (Good & Brophy, 1990). Piaget membedakan dua macam skema, yakni yang sensorimotorik dan skema kognitif. Skema sensorimotorik, adalah berkenaan dengan aktivitas fisik misalnya keterampilan berjalan, memukul, menendang, membuka botol. Sedangkan skema kognitif, berkenaan dengan pengembangan kamampuan berpikir misalnya pengembangan konsep, berpikir, pemahaman dan sebagainya.

Skema merupakan suatu abstraksi atau aktivitas manusia; jadi bukan sesuatu yang dapat ditunjukkan secara konkrit dengan salah satu cara pada salah satu tempat tertentu.Walaupun demikian, seseorang mungkin menemukan suatu struktur dasar, suatu esensi yang sama dalam variasi tingkahlaku yang serupa. Selanjutnya, apakah yang dimaksud dengan adaptasi dan organisasi akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Adaptasi

Adaptasi dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pengalaman adaptasi, mewujudkan perkembangan skema baru. Pengetahuan itu dibangun apabila diperoleh pengalaman baru. Kecenderungan adaptasi ini terdiri atas dua komponen, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah kecenderungan organisme untuk mengubah lingkungan guna menyesuaikan dengan dirinya sendiri. Dengan kata lain asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukan pengetahuan baru dengan menyesuaikan dengan pengetahuan  yang telah dimiliki. Dalam proses pembelajaran, prinsip asimilasi merupakan hal yang amat penting.

Menurut Piaget, setiap anak akan selalu berada dalam satu stadium perkembangan. Stadium mana sangat menentukan cara anak menginterpretasi satu tugas verbal. Misalnya anak usia 4 tahun dan 10 tahun dapat diberikan suatu tugas verbal yang identik, namun harus disadari bahwa anak hanya akan mempelajari tugas tersebut sepanjang struktur kognitif atau stadium perkembangan kognitifnya memungkinkan untuk hal itu. Dalam proses, anak akan mengasimilasi tugas tadi dengan struktur kognitifnya. Anak mengerti tugasnya sepanjang ia mampu mengerti.

Akomodasi adalah kecenderungan organisme untuk merubah dirinya sendiri guna menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan yang mencakup perkembangan skema baru dari adaptasi skema yang sudah ada dengan situasi baru. Dengan kata lain akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yakni anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya. Dalam bidang psikologi bisa dicontohkan: saat bayi ingin meraih sesuatu benda; ia harus menyesuaikan pengamatannya dengan obyek tersebut untuk bisa melihatnya dengan baik. Bayi selanjutnya, menyesuaikan pola gerakannya sedemikian rupa sehingga ia dapat mencapai obyek tadi dengan tangannya. Pada akhirnya, ia harus menyesuaikan apa yang diraihnya dengan bentuk, ukuran dan berat obyek.

Dalam setiap tingkahlaku organisme, dapat ditemukan  aspek asimilasi dan akomodasi. Dalam konteks itu hubungan antara asimilasi dan akomodasi bersifat komplementer. Dengan menggunakan skema yang sudah ada, semua tindakan yang disebut belajar, mencakup asimilasi dan akomodasi.

2. Organisasi

Organisasi adalah proses  mengintegrasi, membuat kategorisasi dan menata proses-proses perilaku yang terpisah-pisah menjadi sebuah sistem kognitif yang terintegrasi dan koheren.Penataan seperti dimaksud akan meningkatkan memori jangka panjang.

Aplikasi konsep organisasi dapat dilihat dari perkembangan seorang bayi. Pada awalnya, bayi tumbuh dengan dua struktur tingkahlaku terpisah. Misalnya, tingkahlaku melihat dan meraih sesuatu. Pada masa awal pertumbuhan, bayi belum mampu mengintegrasi dua kemampuan tersebut. Dalam perkembangan, dua  struktur tingkahlaku tersebut dikoordinasikan menjadi satu struktur dalam aktivitas yang disebut koordinasi visio-motorik (koordinasi mata dan tangan).

Sama halnya dengan hubungan antara asimilasi dan akomodasi yang bersifat komplementer, demikian juga hubungan antara adaptasi dan organisasi bersifat komplementer.Ketika organisme mengadakan aktivitas organisasi, ia mengasimilasi kejadian baru berdasarkan struktur yang sudah ada atau sebaliknya mengakomodasi struktur yang sudah ada dengan situasi baru.

Piaget menyebut dua situasi tadi sebagai faktor biologis. Hal ini dikarenakan dua kecenderungan tersebut bersifat herediter (bawaan). Dalam konteks itu dapat dijumpai pada semua organisme hidup. Operasi kedua proses tersebut pada diri suatu organisme, tergantung pada lingkungan dan pengalaman belajar organisme tersebut.

Piaget selanjutnya, menekankan akan pentingnya ekuilibrium (equlibration). Ekulibrium atau keseimbangan menempati tempat penting dalam teori Piaget. Ekulibrasi oleh Santrock (2008: 47) adalah mekanisme yang dikemukakan Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak bergerak dari suatu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya.

Pergeseran ini terjadi saat anak mengalami konflik kognitif atau disekulibrium (ketidakseimbangan) dalam usahanya memahami dunia. Pada akhirnya anak memecahkan problem ini dan mendapatkan ekulibrium (keseimbangan) pemikiran. Piaget percaya bahwa ada gerakan kuat antara keadaan ekulibrium kognitif dan disekulibrium saat asimilasi dan akomodasi bekerja sama dalam menghasilkan perubahan kognitif. 

Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, dari masa bayi hingga dewasa melewati 4 (empat) tahap perkembangan sebagai berikut:

1. Tahap Sensori Motor (kelahiran hingga usia 2 tahun)

Tahap ini disebut sebagai tahap sensori motor karena bayi mulai mengembangkan pemahamannya tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman indrawi (sensori), seperti: melihat dan mendengar dengan gerakan motorik (otot) seperti: meraba, memegang, menyentuh dan sebagainya. Menurut Piaget bahwa pada tahap sensori motor, fokus perhatian anak pada apa yang mereka lihat dan lakukan pada saat itu.

Dalam konteks itu bayi tidak dapat membedakan antara dirinya dan dunianya dan belum punya pemahaman tentang kepermanen obyek.Kondisi ini berubah pada saat menjelang akhir periode sensorimotor, anak sudah bisa membedakan dan menyadasri bahwa obyek tetap ada dari waktu ke waktu. Menurut Piaget, pada tahap ini skema anak tersusun berdasarkan perilaku dan persepsi. Kemampuan kognitif anak berkembang saat mereka bereksperimen dengan lingkungan lewat prinsip: trial and error.

2. Tahap Praoperasional (usia 2 hingga 6 atau 7 tahun)

Tahap pra-operasional adalah tahap dimana anak dapat memahami realitas dan lingkungan dalam dua fungsi, yakni fungsi simbolik dan intuitif.

a.Fungsi Simbolik

Fungsi simbolik terjadi kira-kira usia dua sampai empat tahun. Pada usia ini anak secara mental mulai bisa merepresantasikan obyek yang tak hadir. Penggunaan bahasa mulai berkembang diikuti sikap bermain. Anak mulai mencoret gambar orang, rumah, mobil, meja, kursi dan sebagainya. Anak belum mampu membedakan warna sehingga dia bisa memberi warna  hitam pada gambar matahari. Di samping itu anak pun belum mampu membedakan lokasi sehingga gambar mobil anak bisa tempatkan di atas laut atau di langit. Keadaan tersebut akan berubah menjadi realistis setelah mereka mencapai usia sekolah dasar. Kenyataan di atas dapat terjadi karena pada tahap ini pemikiran logis dan operasional belum dimiliki anak.

Menurut Piaget, pada tahap ini anak lebih mengembangkan sikap dan pemikiran egosentris, dan animisme. Egosentrisme adalah ketidakmampuan memandang situasi dari perspektif orang lain. Sedangkan animisme adalah kepercayaan bahwa sebagaimana anak yang bisa bergerak, maka semua obyek tak bernyawa punya kualitas kehidupan dan bisa bergerak.

b. Fungsi Pemikiran Intuitif

Fungsi pemikiran intuitif terjadi pada usia tujuh tahun. Pada tahap ini anak sudah mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban dari semua pertanyaan yang disampaikan kepada orang dewasa. Piaget menyebut tahap ini sebagai intuitif karena anak-anak tampaknya yakin terhadap pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak menyadari bagaimana mereka bisa mengetahui apa-apa yang ingin mereka ketahui. Dalam arti mereka mengetahui tanpa dibarengi dengan pikiran rasional. Pada tahap ini anak memiliki keterbatasan penalaran. Hal ini dapat dilihat dari keterbatasan untuk menempatkan benda ke dalam kategori yang pas.

Contohnya: anak diberi tugas memilih dan menyusun berbagai gambar yang berbeda ukuran dan bentuk seperti: bulat, segitiga, persegi panjang, persegi empat dan sebagainya. Anak usia ini menurut Piaget belum mampu memilah ke dalam bentuk dan ukuran yang konsisten dan kelompok yang sesuai. Pada tahap ini anak menunjukkan karakteristik pemikiran yang menurut Piaget, disebut Centration (pumusatan) perhatian pada suatu karakteristik dengan mengabaikan karakteristik lainnya. Centration nampak jelas dalam ketidakmampuan conservation (konservasi). Konservasi dalam pandangan Piaget adalah pandangan bahwa suatu obyek akan tetap sama walaupun obyek itu beruba bentuk dan penampilannya.

Contoh kasus: anak mungkin menghadapi kebingungan ketika diminta memindahkan air yang ada dalam gelas yang airnya penuh ke benda lain yang  ukurannya lebih besar, bentuknya datar dan persegi panjang. Saat itu mungkin anak akan kebingungan bahkan mengalami kebuntuan. Dalam peristiwa demikian anak bisa bertanya mengapa jumlah air berkurang? ke mana air yang sisa? Anak pada akhirnya akan memecahkan sendiri kebuntuan tersebut, saat kemampuan kognitifnya lebih maju.Keadaannya akan sangat berbeda dengan orang dewasa. Orang dewasa akan berpandangan bahwa volume air akan tetap sama walaupun berbeda wadah.

Di samping ketidakmampuan dalam konservasi, pada tahap pra-operasional, anak juga tidak mampu melakukan operation (operasi). Operasi adalah representasi mental yang dapat dibalik. Contoh seorang anak tahu bahwa 2 + 5 = 7; namun dia tidak tahu bahwa kebalikan dari 7-5 = 2 adalah jawaban benar. Karakteritik lain dari anak pra-operasional adalah paling banyak mengajukan pertanyaan. Ini merupakan sebuah penjelajahan intelektual terutama pada anak usia 3 tahun. Orang tua dan guru kadang-kadang dibuat bingung bahkan direpotkan dengan berbagai pertanyaan.Misalnya: Mengapa pohon tinggi, mengapa terjadi banjir, mengapa burung bisa terbang dan sebagainya.

3. Tahap Operasional Konkret (usia 6 atau 7 tahun hingga 11 atau 12 tahun)

Pada tahap ini penalaran logika menggantikan pemikiran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkrit. Kemampuan membuat kategorisasi sudah dimiliki akan tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Pada tahap operasi konkrit, anak sudah dapat mengkoordinasikan beberapa karakteristik, membagi menjadi sub yang berbeda dan memahami hubungan logisnya.  Di samping itu anak dapat melakukan aktivitas mental yang sebelumnya hanya mereka lakukan secara fisik dan bisa membalikannya.Contoh dalam percobaan berikut:

Ada dua buah kubus yang dibentuk dari tanah liat. Satu kubus kemudian diubah bentuk menjadi balok bersegi panjang. Ketika ditanya mana tanah liat yang lebih banyak? Anak pra-oparsional akan menjawab balok persegi panjang. Jawaban berbeda ditemukan pada anak usia 7 atau 8 tahun. Mereka akan menjawab keduanya sama. Kenapa demikian? karena anak pada fase operasional konkrit telah punya kemampuan untuk mengkoordinasikan kedua dimensi tersebut dan melihat hubungan logisnya.

Dua konsep penting dari teori Piaget dalam memahami tahap operasional konkrit adalah seriation dan transitivity. Seriation adalah operasi konkrit yang melibatkan stimuli pengurutan. Contohnya: untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mengurutkan, guru dapat meletakan 8 batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru meminta murid mengurutkan batang lidi berdasarkan panjangnya. Anak kecil akan mengurutkan dalam kelompok batang besar atau batang kecil dan bukan berdasarkan urutan panjangnya dengan benar.Kesalahan lain yang dilakukan adalah mengurutkan sejajar pada bagian atas tetapi tidak memperhatikan bagian bawahnya. Berbeda dengan itu anak pada tahap operasional konkrit dapat serempak memahami bahwa setiap batang sesudahnya harus lebih pendek dari batang sebelumnya.

Transitivity adalah kemampuan untuk mengkombinasikan hubungan secara logis guna memahami kesimpulan tertentu. Contoh dalam kasus batang lidi; ditemukan 3 kelompok besar batang lidi, yakni A B dam C yang berbeda panjangnya. A terpanjang, B, menengah dan C terpendek. Dalam contoh tersebut berarti A> B, B>C, maka A>C? Menurut Piaget, anak pada tahap  operasional konkrit, bisa memahami perbedaan tersebut sedangkan pada tahap pra-operasional anak belum memahaminya.

4. Tahap Operasional Formal (usia 11 atau 12 tahun hingga dewasa)

Pada tahap operasional formal, anak mulai beralih dari pengalaman konkrit ke pemikiran yang lebih abstrak, idealis dan logis. Perkembangan kognitif pada tahap ini menuju proses berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah yang bersifat verbal.Pada tahap ini remaja, diliputi berbagai pemikiran spekulatif; fantasi dan hayalan.Piaget menyebut bahwa idealisme semacam itu sebagai egosentrisme operasional formal (formal operation egocentrism)

Pada tahap operasional formal, remaja sudah mulai mengembangkan pemikiran ala ilmuan  yang oleh Piaget disebut penalaran hipotetis-deduktif (hypothetical deductive reasoning), yakni ramaja dapat mengembangkan hipotesis untuk memecahkan problem dan menarik kesimpulan secara sistimatik.

Posting Komentar untuk "Tahap Perkembangan Kognitif Anak menurut Jean Piaget"