Pengertian Kepribadian Manusia Menurut Para Ahli

Pengertian Kepribadian Menurut Para Ahli
gambar ilustrasi, pixabay.com
Setiap individu memiliki sifat atau ciri khas yang berbeda antara satu dengan lainnya. Demikian juga guru. Perbedaan tersebut dapat ditelusuri dari pemikiran, emosi maupun sikap dan perilaku mereka. Guru misalnya, ada yang periang, ada yang pendiam; ada guru yang memiliki kepedulian pada peserta didik, ada pula yang acu tak acu. Ada  guru yang sangat ramah, ada pula yang kasar. Ada yang pemaaf dan ada pula yang pendendam. Ada yang periang dan ada pula yang pendiam. Demikian, seterusnya. Perbedaan ciri khas ini yang dikenal dengan sebutan kepribadian.Kepribadian atau personalitas oleh Santrock, (2008:158) didefinisikan sebagai pemikiran, emosi dan perilaku tertentu yang menjadi ciri dari seseorang dalam menghadapi dunianya.

Kepribadian menurut Sigmund Freud dibedakan atas tiga subsistem: Id atau Das Es, ego atau Das Ich dan super ego atau Das Ueber Ich. Id atau Das Es, merupakan komponen biologis (animal/hewani) yakni, bagian kepribadian manusia yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia; menjadi pusat instink atau hawa nafsu. Atau dengan kata lain, merupakan tabiat hewani manusia.

Terdapat dua instink dominan: Pertama,  Libido, yakni instrink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk aktivitas manusia yang kontruktif, maka disebut juga instrink kehidupan (eros). Freud mengkonsepsikan eros bukan semata-mata pada dorongan ssual, akan tetapi lebih dari itu mencakup segala sesuatu yang mendatangkan kenikmatan. Termasuk di dalamnya cinta, kasih, sayang, ritual, pemujaan kepada Tuhan dan cinta diri. Kedua, Thanatos, yakni instrink destruktif dan agresif karena itu thanatos oleh Freud disebut instrink kematian. Id atau Das Es bergerak atas prinsip kesenangan (pleasure principle); ingin segera merealisasikan kebutuhannya. Dalam konteks itu Id atau Das Es, bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tau dengan kenyataan.Tugas Id atau Das Es adalah melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskan keinginannya.

Ego atau Das Ich merupakan komponen psikologis (rasional/akal), yakni mediator antara instink-instink hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Tugas ego atau Das Ich adalah memampukan manusia menundukkan instink-instink hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego atau Das Ich bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle).

Super ego atau Das Ueber Ich merupakan komponen sosial-budaya (moral/nilai) yakni polisi kepribadian atau dalam bahasa Freud, cabang moral dari kepribadian, yakni bagian terdalam dari hati nurani manusia sebagai derivasi dari norma-norma sosial-kultural masyarakat. Ego atau Das Ueber Ich  terdiri atas dua komponen utama, yakni ego ideal dan nurani. Tugas ego atau Das Ueber Ich adalah memaksa ego atau Das Ich untuk menekan hasrat yang tidak terkontrol ke alam bawah sadar. Ego atau Das Ich dalam truktur kepribadian manusia, menempati posisi tengah. Maka, ketika ego atau Das Ich memenuhi tuntutan Id atau Das Es, akan ditekan oleh Das Ueber Ich. Maka, ketika ia menyerah atau tunduk pada tuntutan Id atau Das Es, akan dihukum dengan perasaan bersalah-berdosa oleh Das Ueber Ich. Dalam situasi seperti itu  Ego atau Das Ich akan dihadapkan pada ketegangan dan konflik. Untuk mengatasinya, Ego atau Das Ich dalam ketidaksadaran, menempuh makanisme pertahanan Ego atau Das Ich dengan cara mendistorsi realitas.

Santrok, membagi  kepribadian atas lima kategori yang disingkat dengan akronim OCEAN.

OPENNES
1. Imajinatif atau praktis
2. Tertarik pada situasi atau rutinitas
3. Independen atau mudah menyesuaikan diri

CONSCIENTIOUSNESS
1. Rapih atau tak rapih
2. Perhatian atau ceroboh
3. Disiplin atau impulsif

EXTRAVERSION
1. Terbuka secara sosial atau menyendiri
2. Suka bersenang atau bersedih
3. Kasih sayang atau sebaliknya

AGREEABLENESS
1. Berhati lembut atau kasar
2. Percaya atau curiga
3. Membantu atau tidak kooperatif

NEUROTICISM
1. Tenang atau cemas
2. Merasa aman atau tidak aman
3. Puas pada diri atau mengasihani diri sendiri

Di samping kepribadian, dikenal istilah tempramen. Tempramen berhubungan erat dengan kepribadian dan gaya belajar dan berpikir seseorang. Maka, sebagian peserta didik nampak belajar dengan tekun dan ada pula yang sebaliknya. Sebagian peserta didik aktif-kreatif dan sebagian lagi diam-pasif.

Karakteristik kepribadian yang berhubungan dengan mood  itu dinamakan tempramen, dan terdapat beberapa bukti bahwa merupakan blok pembangun awal untuk kepribadian individu di kemudian hari (Thomas & Chess, 1977).Tempramen oleh Santrock, (2008:160) didefinisikan sebagai gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan atau respons.

Alexander Chess dan Stella Thomas (dalam Santrock, 2008:160) mengklasifikasi tiga tipe atau jenis tempramen sebagai berikut:

1.Anak mudah (easy child) adalah gaya tempramen dimana anak biasanya memiliki mood positif, cepat membangun rutinitas dan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru;

2. Anak sulit (difficult child) adalah gaya tempramen dimana anak cenderung bereaksi negatif, cenderung agresif, kurang kontrol diri dan lambat dalam menerima pengalaman baru;

3. Anak lambat bersikap hangat (slow-to warm-up child) adalah gaya tempramen dimana anak biasanya beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukkan kelambanan dalam beradaptasi dan identitas mood yang lemah.

Pemahaman guru tentang tempramen peserta didik amatlah penting agar guru dapat mendeteksi tipologi tempramen dan menyesuaikan strategi pembelajarannya. Dalam konteks itu guru paling tidak diharapkan:

1) mengobservasi anak dengan cermat untuk mengidentifikasi tipologi temparemennya. Sebuah daftar list tempramen yang dianalisis dari hasil observasi mesti menjadi pedoman guru;

2) Model dan strategi pembelajaran yang digunakan guru harus lebih variatif sehingga mengakomodasi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik baik secara individual maupun klasikal;

3) Penciptaan sebuah lingkungan pembelajaran yang bebas dari tekanan akan memberi suasana kondusif dan merangsang peserta didik untuk mengembangkan bakat dan potensi postifnya. Sebaliknya, lingkungan belajar yang mengekang aksi, kreasi dan inisitif peserta didik untuk tubuh, menjadi lahan subur bagi munculnya perilaku agresi dan reaksi negatif lainnya. Steotipe seperti: anak nakal, anak bodoh, anak dungu dan semacamnya tidak akan membawa perubahan positif bagi tempramen yang baik, malah sebaliknya memperkuat tempramen anak yang buruk. (Patris Rahabav: 2015)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama