Salah satu persoalan mendasar yang dihadapi guru kita saat ini adalah soal kepribadian. Kepribadian merupakan salah satu kompetensi inti dari elemen kompetensi guru profesional. Kompetensi kepribadian adalah keseluruhan perilaku etik yang terpancar dari tutur kata, sikap dan perilaku seorang guru yang mencirikan keteladanan.
Adapun kepribadian inti, seorang guru antara lain: 1) ketaqwaan, 2) sehat (fisik dan mental), 3) berpenampilan menarik; 4) kasih sayang 5) kelemahlembutan, 6) keteguhan hati, 7) kerendahan hati, 8) menghindari diri dari perbuatan tercelah, 9) komitmen pada tugas, 10) melayani tanpa pamrih.
Selanjutnya, 10 kepribadian inti tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Ketaqwaan
Ketaqwaan merupakan karakter yang paling dasar; fondasi bagi kepribadian inti guru lainnya. Karakter ketaqwaan terpancar dari pengakuan Kemahakuasaan Allah sebagai sang pencipta. Pengakuan bahwa Allah adalah awal dan akhir kehidupan ini. Pengakuan bahwa setiap manusia berasal dari Allah, hidup dan berkarya dan akhirnya kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua talenta yang diberikan Allah.
Maka, setiap perbuatan mendidik adalah meneruskan dan mengembangkan talenta yang dititipkan Allah kepada setiap guru. Allah mesti dijunjung tinggi dalam setiap perbuatan mendidik. Maka, doa dan kepasrahan kepada Allah mesti menjadi spirit setiap karya guru.
Guru mesti mempersepsikan perbuatan mendidik bukan sekedar aktifitas rutin yang mempertemukan guru dalam komunikasi edukatif dengan sejumlah peserta didik. Sebaliknya, perbuatan mendidik merupakan wahana guru menghadirkan Allah dalam setting kelas.
Secara spiritual, guru mesti diilhami kesadaran bahwa semua talenta kemampuan yang ditampilkan dalam setiap aktivitas pembelajaran dipimpin oleh roh Allah. Allah hadir dan menjelma dalam pribadi setiap peserta didik. Allah menyapa peserta didik melalui guru sebagai wujud citra Allah yang kelihatan.
Allah hadir dan menjelma dalam pribadi Ali yang sering terlambat; Allah hadir dan menjelma dalam pribadi Balbina yang bodoh; Allah hadir dan menjelma dalam pribadi Jacoba yang cacat. Maka, stereotipe, umpatan, hinaan yang dilontarkan guru karena ketidaktampanan atau kebodohan peserta didik adalah perbuatan yang mencederai martabat manusia. Mencederai martabat manusia berarti merendahkan martabat Allah sendiri. Dalam implementasi di kelas, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan doa. Doa tidak dihayati sebagai aktivitas rutin, akan tetapi benar-benar dihayati dan diamalkan dalam citarasa dan perilaku guru.
2. Sehat (fisik dan mental)
Guru yang sehat, adalah sosok yang sangat didambakan. Ada pepata lama: mencana in corporesano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat). Pekerjaan mendidik menguras tenaga dan pikiran yang cukup. Maka, guru hendaklah tetap sehat agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Kesehatan fisik saja tidak cukup. Guru pun dituntut memiliki kesehatan mental yang baik. Kesehatan mental bergayut erat dengan kemampuan mengatur emosi dan kemarahan, pikiran yang positif, motivasi diri dan tidak gampang stres.Keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental, akan membuat guru selalu tampil prima dan menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didik.
3. Berpenampilan menarik
Penampilan merupakan salah satu karakter inti guru. Guru yang memperhatikan penampilan, akan menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didiknya. Busana, tata rias, cara bicara dan gestur termasuk dalam kategori penampilan yang baik.
Penampilan yang dimaksudkan bukan berarti suatu penampilan yang dibuat-buat, bukan juga penampilan dengan busana yang mahal. Guru diharapkan tampil bersahaja dengan tata busana yang serasi, cara bicara dan gestur yang menawan. Semua yang diungkapkan ini akan membuat guru tampil berwibawa. Dengan memperhatikan penampilan, akan menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didik untuk mengimitasi atau menjadikan model untuk ditiru.
4. Kasih sayang
Cinta, kasih dan sayang merupakan tiga kata yang dalam kaca mata awam digunakan secara bergantian. Namun, sesungguhnya dari telaah kebahasaan memiliki makna konotasi dan denotasi yang berbeda. Pengamen senior Mba Surip, pernah melantunkan salah satu tembang hitsnya: Ta Gendong ke mana-mana. Lagu ini sempat bertengker pada tangga teratas blantika musik pop Indonesia selama beberapa bulan. Tembang yang sama akhirnya mengantarkan Mba Surip menjadi sosok pengamen terkenal. "I love you full" demikian judul album Mba Surip.
Saya tidak bermaksud membedah istilah cinta, kasih dan sayang secara detail dalam buku ini. Tidak juga untuk mempertentangkannya karena itu masuk dalam domain pembelajaran Bahasa Indonesia. Selanjutnya, saya ingin memaknai lebih lanjut spirit yang ada dalam lagu tersebut.
Spirit yang bisa disimak di sana untuk menjadi bahan refleksi bersama adalah Mba Surip memperlihatkan keprihatinannya mengenai carut marut negeri tercinta ini. Mba Surip merasa terusik bahwa begitu gencarnya akselerasi pembangunan di tanah air yang bisa dilihat dari hiruk pikuk, gemerlapnya kota Jakarta, dengan jalan tol, mall megah, gedung pencakar langit, dan nuansa gaya hidup mewah, namun kontras dengan itu sebagian besar masyarakat kota masih tersandra dalam kubangan kemiskinan.Sebagian anak negeri ini belum merasakan kasih sayang dari negara. Negara sepertinya absen dalam penderitaan dan jeritan kaum miskin kota.
Ta Gendong adalah cara Mba Surip merefleksikan rasa cintanya. Sebagai representasi kaum marginal, Mba Surip coba melawan takdir untuk memberi diri seutuhnya bagi kaum tertindas. Cintanya kepada mereka bukanlah setengah-setengah. Namun, cinta yang tak terhingga. Mba Surip mengatakan "I love you full" untuk rekan-rekan masyarakat miskin kota. Ta Gendong menegaskan kasih sayangnya yang tulus; sekaligus sebagai jargon perjuangan pembebasan kelas kaum marginal.
Mba Surip, coba ikut merasakan kegembiraan, harapan dan kecemasan kaum marginal. Album "I love you full" berceritera bahwa kasih sayang terwujud melalui ketulusan, kehangatan, penghargaan dan pengorbanan untuk orang yang disayangi secara total.
Karakter Mba Surip mesti menjelma dalam pribadi para guru. Guru mesti benar-benar memiliki kasih sayang yang dalam kepada peserta didiknya. Kasih sayang guru oleh Prayitno (2008) bisa bersifat psiko-sosial-dinamik dan romantis. Kasih sayang yang bersifat psiko-sosial- dinamik adalah kasih sayang yang nuansanya adalah membesarkan dan mengembangkan. Ini yang mesti menjadi karakter guru. Sedangkan kasih sayang bersifat romantis adalah kasih sayang yang nuansanya adalah menikmati dan memiliki. Maka, perlu dijauhi guru.
5. Kelemahlembutan
Kelemahlembutan merupakan pengembangan lebih lanjut dari karakter kasih sayang. Kelemahlembutan adalah refleksi psikologis yang nampak dalam perilaku guru dalam wujud penerimaan dan kehangatan. Maka, sikap penyangkalan, penolakan, konflik dan kekerasan serta antagonisme bertentangan dengan karakter kelemahlembutan.
6. Kerendah hati
Kerendahan hati adalah refleksi dari tutur kata, sikap dan perilaku guru yang tulus, bersahaja, tidak meninggikan atau menyombongkan diri. Kerendahan hati juga nampak dalam kesediaan untuk mengatakan permintaan maaf kepada peserta didik bahwa guru adalah manusia yang secara kodrati tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Maaf Bapak terlambat; maaf Ibu keliru. Ini adalah contoh sederhana yang mesti dilakukan guru karena sebagai manusia biasa guru pasti ada salah kata atau tindakan.
7. Menghargai peserta didik
Peserta didik sebagaimana telah dijelaskan pada Bab sebelumnya datang dari latar belakangsosial, ekonomi dan sosial-budaya yang berbeda. Perbedaan ini tidak mesti dipertentangkan. Sebaliknya, dilihat guru sebagai sebuah anugerah dan kekayaan untuk saling melengkapi.
Penghargaan terhadap peserta didik dapat dilakukan guru dengan penerimaan tanpa syarat segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada peserta didik. Apresiasi perlu diberikan guru kepada peserta didik yang memperlihatkan prestasi maksimal; dorongan dan penguatan diberikan kepada mereka yang lagi down. Proteksi diberikan kepada mereka yang mengalami masalah atau mendapatkan perlakukan yang tidak adil.
8. Menghindari diri dari perbuatan tercelah
Guru adalah teladan bagi peserta didik. Dia adalah solusi atas persoalan moral peserta didik. Maka, seorang guru adalah suluh yang menerangi jalan bagi peserta didik dalam anjang sana untuk meraih kedewasaannya. Guru adalah orang yang selalu digugu dan ditiru. Dalam konteks itu menjadi penting bagi guru agar terus menjaga kehormatan dan martabatnya. Jalan ke arah itu ditempuh melalui ikhtiar menghindari diri dari segala perbuatan yang tercelah. Guru selalu menjaga etiket dan kesopanan agar pantas diteladani.
9. Komitmen pada tugas
Pekerjaan mengajar dan mendidik adalah sebuah tugas mulia. Maka, komitmen pada tugas menjadi salah satu karakter inti seorang guru. Kini kita tengah berada pada era globalisasi dan tahun 2015 kita memasuki Asean Economic Community.
Era baru ini ditandai kompetisi yang semakin tajam. Tantangan yang dihadapi institusi pendidikan adalah kemampuan mencetak mutu Sumber Daya manusia (SDM) yang handal. Hal ini dikarenakan hanya SDM dengan mutu dan standar tinggi yang mampu memenangkan persaingan.
Realisasi tugas institusi pendidikan terjadi di kelas sebagai sentrum dimana proses pembelajaran berlangsung. Dalam konteks itu guru menjadi instrumen yang amat menentukan.
Konstatasi di atas, penting karena betapa pun cangginya teknologi informasi dan komunikasi tidak serta merta mampu menggantikan posisi dan peran guru. Peserta didik tidak semata-mata membutuhkan transfer pengetahuan dan keterampilan semata. Mereka butuh perlindungan, kasih sayang, dan kelemahlembutan. Mereka butuh sharing-curhat, butuh diperhatikan, butuh sentuhan-sentuhan emosional. Peran yang disebut terakhir ini tidak bisa tergantikan dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi.
Menghadapi era tersebut, komitmen guru pada tugas menjadi sangat mendasar. Guru mesti memperlihatkan kecintaan dan kebanggaan pada profesi. Maka, manajemen waktu, keseriusan guru dalam mempersiapkan diri, menyiapkan berbagai perangkat pembelajaran, kesediaan membimbing dan mendampingi peserta didik, sikap empati dan solider terhadap permasalahan peserta didik menjadi elemen-elemen penting yang mesti dijalani guru.
10. Melayani tanpa pamrih
Tugas guru adalah sebuah tugas yang berat tapi mulia. Jika, diurut, seorang guru bekerja pura waktu. Agar bisa tampil dengan baik, guru perlu mempersiapkan Rancangan Persiapan Pembelajaran (RPP) dan perangkat pembelajaran.
Guru sesuai ketentuan perundang-undangan seminggu mesti mengajar 24 jam. Guru pun dibebani berbagai tugas tambahan sebagai wali kelas, wakil kepala sekolah, pembina OSIS, Pramuka, dan berbagai tugas ekstra lainnya. Tugas profesi tersebut, masih harus ditambah lagi dengan berbagai aktivitas di rumah dan aktivitas sosial di masyarakat.
Contoh Kasus: Pak Luis
Pak Luis adalah guru SD Negeri di Satu desa di pedalaman Papua. Sudah 15 tahun Pak Luis mengabdi sebagai tenaga guru honorer. Honor Pak Luis, setiap bulan sebesar Rp. 60.000. Honor sebesar itu didapat tiap 6 bulan bahkan sering kali terlambat. Pak Luis mengisahkan bahwa setiap bulan ia terlilit hutang. Pendapatan sebesar itu tidak memadai untuk menghidupkan isteri dan 2 buah hatinya.Dalam kondisi serba terbatas, Pak Luis, merasa terbeban bahwa hingga kini ia belum mampu membalas penderitaan ayah dan ibunya petani desa yang telah berjasa membesarkan dan menyekolahkanya. Satu kilo beras atau gula pasir pun belum pernah Pak Luis, memberikan kepada kedua orangtua. Pak Luis mengisahkan bahwa untuk menyambung hidupnya, sepulang sekolah, ia bercocok tanam dan memelihara ayam di samping rumah kosnya. Rasa cintanya kepada profesi guru dan anak-anak membuat Pak Luis tidak tega meninggalkan desa untuk mencari lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Pak Luis menuturkan bahwa waktunya untuk berkebun dan beternak pun sangat terbatas karena sepulang dari sekolah, Pak Luis masih menyempatkan diri memberi pelajaran tambahan kepada anak didiknya, terlibat dalam berbagai aktivitas sosial di desa. Sebagai guru kelas permulaan, Pak Luis mengungkapkan bahwa ia merasa sangat terhibur dan bahagia ketika melihat anak didiknya sudah dapat membaca, menulis dan menghitung.
Semua aktivitas yang dilakukan pak Luis bila ditelaah, tidak sebanding dengan gaji atau honorarium yang diterimanya. Pak Luis, adalah salah satu contoh sosok guru ideal yang memiliki integritas kecintaan kepada anak dan profesi guru. Ia tidak mengejar uang, juga bukan status atau kedudukan, tetapi semata-mata karena kecintaan kepada anak dan profesi yang disandangnya. Keutamaan pa Luis adalah pengabdian tanpa pamrih. Maka, wajar pak Luis menyandang gelar "Guru pahlawan tanpa tanda jasa."
Gelar tersebut memiliki makna filosofis yang amat dalam bahwa pekerjaan pendidik, hanya bisa dikerjakan oleh mereka yang benar-benar terpanggil untuk menjadi guru dan bukan bagi mereka yang sekedar ingin jadi Pegawai Negeri Sipil. Mereka yang terpanggil adalah orang-orang yang benar-benar tersentuh hati nuraninya untuk menjadikan profesi guru sebagai profesi terhormat dan pengabdian kepada peserta didik sebagai sarananya. Mereka memilih profesi guru untuk mewujudkan tujuan ideal, yakni pemanusiaan manusia muda.
Pada tataran itu gaji dan tunjangan hanya sekedar alat dan bukan tujuan. Kepuasan mereka adalah kebangaan peserta didik. Sebuah momentum dimana peserta didik telah mampu merealisasikan mobilitas vertikalnya dengan meraih sukses akademik, vokasi dan pertumbuhan kepribadannya secara matang dan dewasa.
Kepuasan mereka bukan pada kepuasan fisik-material; sesuatu yang dicari kebanyakan orang. Sebaliknya, kepuasan mereka adalah kepuasan psikologis (kepuasan batin). Harga diri mereka tidak tergadaikan dengan gaji, tunjangan atau honor, akan tetapi mereka merasa bermartabat ketika menyaksikan peserta didiknya mengukir prestasi puncak dan karakter yang baik.
Seseorang yang menjadi guru karena motivasi panggilan berpandangan bahwa peserta didik adalah titipan Tuhan yang mesti dilayani dengan penuh kasih sayang dan kelemahlembutan. Spirit ini akan membuat guru bekerja tanpa beban, bekerja sampai lupa diri, dan bekerja tanpa menuntut imbalan.
Penulis: Dr. Patris Rahabav, M.Si
gambar ilustrasi, pixabay.com |
Adapun kepribadian inti, seorang guru antara lain: 1) ketaqwaan, 2) sehat (fisik dan mental), 3) berpenampilan menarik; 4) kasih sayang 5) kelemahlembutan, 6) keteguhan hati, 7) kerendahan hati, 8) menghindari diri dari perbuatan tercelah, 9) komitmen pada tugas, 10) melayani tanpa pamrih.
Selanjutnya, 10 kepribadian inti tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Ketaqwaan
Ketaqwaan merupakan karakter yang paling dasar; fondasi bagi kepribadian inti guru lainnya. Karakter ketaqwaan terpancar dari pengakuan Kemahakuasaan Allah sebagai sang pencipta. Pengakuan bahwa Allah adalah awal dan akhir kehidupan ini. Pengakuan bahwa setiap manusia berasal dari Allah, hidup dan berkarya dan akhirnya kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan semua talenta yang diberikan Allah.
Maka, setiap perbuatan mendidik adalah meneruskan dan mengembangkan talenta yang dititipkan Allah kepada setiap guru. Allah mesti dijunjung tinggi dalam setiap perbuatan mendidik. Maka, doa dan kepasrahan kepada Allah mesti menjadi spirit setiap karya guru.
Guru mesti mempersepsikan perbuatan mendidik bukan sekedar aktifitas rutin yang mempertemukan guru dalam komunikasi edukatif dengan sejumlah peserta didik. Sebaliknya, perbuatan mendidik merupakan wahana guru menghadirkan Allah dalam setting kelas.
Secara spiritual, guru mesti diilhami kesadaran bahwa semua talenta kemampuan yang ditampilkan dalam setiap aktivitas pembelajaran dipimpin oleh roh Allah. Allah hadir dan menjelma dalam pribadi setiap peserta didik. Allah menyapa peserta didik melalui guru sebagai wujud citra Allah yang kelihatan.
Allah hadir dan menjelma dalam pribadi Ali yang sering terlambat; Allah hadir dan menjelma dalam pribadi Balbina yang bodoh; Allah hadir dan menjelma dalam pribadi Jacoba yang cacat. Maka, stereotipe, umpatan, hinaan yang dilontarkan guru karena ketidaktampanan atau kebodohan peserta didik adalah perbuatan yang mencederai martabat manusia. Mencederai martabat manusia berarti merendahkan martabat Allah sendiri. Dalam implementasi di kelas, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan doa. Doa tidak dihayati sebagai aktivitas rutin, akan tetapi benar-benar dihayati dan diamalkan dalam citarasa dan perilaku guru.
2. Sehat (fisik dan mental)
Guru yang sehat, adalah sosok yang sangat didambakan. Ada pepata lama: mencana in corporesano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat). Pekerjaan mendidik menguras tenaga dan pikiran yang cukup. Maka, guru hendaklah tetap sehat agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Kesehatan fisik saja tidak cukup. Guru pun dituntut memiliki kesehatan mental yang baik. Kesehatan mental bergayut erat dengan kemampuan mengatur emosi dan kemarahan, pikiran yang positif, motivasi diri dan tidak gampang stres.Keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental, akan membuat guru selalu tampil prima dan menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didik.
3. Berpenampilan menarik
Penampilan merupakan salah satu karakter inti guru. Guru yang memperhatikan penampilan, akan menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didiknya. Busana, tata rias, cara bicara dan gestur termasuk dalam kategori penampilan yang baik.
Penampilan yang dimaksudkan bukan berarti suatu penampilan yang dibuat-buat, bukan juga penampilan dengan busana yang mahal. Guru diharapkan tampil bersahaja dengan tata busana yang serasi, cara bicara dan gestur yang menawan. Semua yang diungkapkan ini akan membuat guru tampil berwibawa. Dengan memperhatikan penampilan, akan menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta didik untuk mengimitasi atau menjadikan model untuk ditiru.
4. Kasih sayang
Cinta, kasih dan sayang merupakan tiga kata yang dalam kaca mata awam digunakan secara bergantian. Namun, sesungguhnya dari telaah kebahasaan memiliki makna konotasi dan denotasi yang berbeda. Pengamen senior Mba Surip, pernah melantunkan salah satu tembang hitsnya: Ta Gendong ke mana-mana. Lagu ini sempat bertengker pada tangga teratas blantika musik pop Indonesia selama beberapa bulan. Tembang yang sama akhirnya mengantarkan Mba Surip menjadi sosok pengamen terkenal. "I love you full" demikian judul album Mba Surip.
Saya tidak bermaksud membedah istilah cinta, kasih dan sayang secara detail dalam buku ini. Tidak juga untuk mempertentangkannya karena itu masuk dalam domain pembelajaran Bahasa Indonesia. Selanjutnya, saya ingin memaknai lebih lanjut spirit yang ada dalam lagu tersebut.
Spirit yang bisa disimak di sana untuk menjadi bahan refleksi bersama adalah Mba Surip memperlihatkan keprihatinannya mengenai carut marut negeri tercinta ini. Mba Surip merasa terusik bahwa begitu gencarnya akselerasi pembangunan di tanah air yang bisa dilihat dari hiruk pikuk, gemerlapnya kota Jakarta, dengan jalan tol, mall megah, gedung pencakar langit, dan nuansa gaya hidup mewah, namun kontras dengan itu sebagian besar masyarakat kota masih tersandra dalam kubangan kemiskinan.Sebagian anak negeri ini belum merasakan kasih sayang dari negara. Negara sepertinya absen dalam penderitaan dan jeritan kaum miskin kota.
Ta Gendong adalah cara Mba Surip merefleksikan rasa cintanya. Sebagai representasi kaum marginal, Mba Surip coba melawan takdir untuk memberi diri seutuhnya bagi kaum tertindas. Cintanya kepada mereka bukanlah setengah-setengah. Namun, cinta yang tak terhingga. Mba Surip mengatakan "I love you full" untuk rekan-rekan masyarakat miskin kota. Ta Gendong menegaskan kasih sayangnya yang tulus; sekaligus sebagai jargon perjuangan pembebasan kelas kaum marginal.
Mba Surip, coba ikut merasakan kegembiraan, harapan dan kecemasan kaum marginal. Album "I love you full" berceritera bahwa kasih sayang terwujud melalui ketulusan, kehangatan, penghargaan dan pengorbanan untuk orang yang disayangi secara total.
Karakter Mba Surip mesti menjelma dalam pribadi para guru. Guru mesti benar-benar memiliki kasih sayang yang dalam kepada peserta didiknya. Kasih sayang guru oleh Prayitno (2008) bisa bersifat psiko-sosial-dinamik dan romantis. Kasih sayang yang bersifat psiko-sosial- dinamik adalah kasih sayang yang nuansanya adalah membesarkan dan mengembangkan. Ini yang mesti menjadi karakter guru. Sedangkan kasih sayang bersifat romantis adalah kasih sayang yang nuansanya adalah menikmati dan memiliki. Maka, perlu dijauhi guru.
5. Kelemahlembutan
Kelemahlembutan merupakan pengembangan lebih lanjut dari karakter kasih sayang. Kelemahlembutan adalah refleksi psikologis yang nampak dalam perilaku guru dalam wujud penerimaan dan kehangatan. Maka, sikap penyangkalan, penolakan, konflik dan kekerasan serta antagonisme bertentangan dengan karakter kelemahlembutan.
6. Kerendah hati
Kerendahan hati adalah refleksi dari tutur kata, sikap dan perilaku guru yang tulus, bersahaja, tidak meninggikan atau menyombongkan diri. Kerendahan hati juga nampak dalam kesediaan untuk mengatakan permintaan maaf kepada peserta didik bahwa guru adalah manusia yang secara kodrati tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Maaf Bapak terlambat; maaf Ibu keliru. Ini adalah contoh sederhana yang mesti dilakukan guru karena sebagai manusia biasa guru pasti ada salah kata atau tindakan.
7. Menghargai peserta didik
Peserta didik sebagaimana telah dijelaskan pada Bab sebelumnya datang dari latar belakangsosial, ekonomi dan sosial-budaya yang berbeda. Perbedaan ini tidak mesti dipertentangkan. Sebaliknya, dilihat guru sebagai sebuah anugerah dan kekayaan untuk saling melengkapi.
Penghargaan terhadap peserta didik dapat dilakukan guru dengan penerimaan tanpa syarat segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada peserta didik. Apresiasi perlu diberikan guru kepada peserta didik yang memperlihatkan prestasi maksimal; dorongan dan penguatan diberikan kepada mereka yang lagi down. Proteksi diberikan kepada mereka yang mengalami masalah atau mendapatkan perlakukan yang tidak adil.
8. Menghindari diri dari perbuatan tercelah
Guru adalah teladan bagi peserta didik. Dia adalah solusi atas persoalan moral peserta didik. Maka, seorang guru adalah suluh yang menerangi jalan bagi peserta didik dalam anjang sana untuk meraih kedewasaannya. Guru adalah orang yang selalu digugu dan ditiru. Dalam konteks itu menjadi penting bagi guru agar terus menjaga kehormatan dan martabatnya. Jalan ke arah itu ditempuh melalui ikhtiar menghindari diri dari segala perbuatan yang tercelah. Guru selalu menjaga etiket dan kesopanan agar pantas diteladani.
9. Komitmen pada tugas
Pekerjaan mengajar dan mendidik adalah sebuah tugas mulia. Maka, komitmen pada tugas menjadi salah satu karakter inti seorang guru. Kini kita tengah berada pada era globalisasi dan tahun 2015 kita memasuki Asean Economic Community.
Era baru ini ditandai kompetisi yang semakin tajam. Tantangan yang dihadapi institusi pendidikan adalah kemampuan mencetak mutu Sumber Daya manusia (SDM) yang handal. Hal ini dikarenakan hanya SDM dengan mutu dan standar tinggi yang mampu memenangkan persaingan.
Realisasi tugas institusi pendidikan terjadi di kelas sebagai sentrum dimana proses pembelajaran berlangsung. Dalam konteks itu guru menjadi instrumen yang amat menentukan.
Konstatasi di atas, penting karena betapa pun cangginya teknologi informasi dan komunikasi tidak serta merta mampu menggantikan posisi dan peran guru. Peserta didik tidak semata-mata membutuhkan transfer pengetahuan dan keterampilan semata. Mereka butuh perlindungan, kasih sayang, dan kelemahlembutan. Mereka butuh sharing-curhat, butuh diperhatikan, butuh sentuhan-sentuhan emosional. Peran yang disebut terakhir ini tidak bisa tergantikan dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi.
Menghadapi era tersebut, komitmen guru pada tugas menjadi sangat mendasar. Guru mesti memperlihatkan kecintaan dan kebanggaan pada profesi. Maka, manajemen waktu, keseriusan guru dalam mempersiapkan diri, menyiapkan berbagai perangkat pembelajaran, kesediaan membimbing dan mendampingi peserta didik, sikap empati dan solider terhadap permasalahan peserta didik menjadi elemen-elemen penting yang mesti dijalani guru.
10. Melayani tanpa pamrih
Tugas guru adalah sebuah tugas yang berat tapi mulia. Jika, diurut, seorang guru bekerja pura waktu. Agar bisa tampil dengan baik, guru perlu mempersiapkan Rancangan Persiapan Pembelajaran (RPP) dan perangkat pembelajaran.
Guru sesuai ketentuan perundang-undangan seminggu mesti mengajar 24 jam. Guru pun dibebani berbagai tugas tambahan sebagai wali kelas, wakil kepala sekolah, pembina OSIS, Pramuka, dan berbagai tugas ekstra lainnya. Tugas profesi tersebut, masih harus ditambah lagi dengan berbagai aktivitas di rumah dan aktivitas sosial di masyarakat.
Contoh Kasus: Pak Luis
gambar ilustrasi, pixabay.com |
Pak Luis adalah guru SD Negeri di Satu desa di pedalaman Papua. Sudah 15 tahun Pak Luis mengabdi sebagai tenaga guru honorer. Honor Pak Luis, setiap bulan sebesar Rp. 60.000. Honor sebesar itu didapat tiap 6 bulan bahkan sering kali terlambat. Pak Luis mengisahkan bahwa setiap bulan ia terlilit hutang. Pendapatan sebesar itu tidak memadai untuk menghidupkan isteri dan 2 buah hatinya.Dalam kondisi serba terbatas, Pak Luis, merasa terbeban bahwa hingga kini ia belum mampu membalas penderitaan ayah dan ibunya petani desa yang telah berjasa membesarkan dan menyekolahkanya. Satu kilo beras atau gula pasir pun belum pernah Pak Luis, memberikan kepada kedua orangtua. Pak Luis mengisahkan bahwa untuk menyambung hidupnya, sepulang sekolah, ia bercocok tanam dan memelihara ayam di samping rumah kosnya. Rasa cintanya kepada profesi guru dan anak-anak membuat Pak Luis tidak tega meninggalkan desa untuk mencari lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Pak Luis menuturkan bahwa waktunya untuk berkebun dan beternak pun sangat terbatas karena sepulang dari sekolah, Pak Luis masih menyempatkan diri memberi pelajaran tambahan kepada anak didiknya, terlibat dalam berbagai aktivitas sosial di desa. Sebagai guru kelas permulaan, Pak Luis mengungkapkan bahwa ia merasa sangat terhibur dan bahagia ketika melihat anak didiknya sudah dapat membaca, menulis dan menghitung.
Semua aktivitas yang dilakukan pak Luis bila ditelaah, tidak sebanding dengan gaji atau honorarium yang diterimanya. Pak Luis, adalah salah satu contoh sosok guru ideal yang memiliki integritas kecintaan kepada anak dan profesi guru. Ia tidak mengejar uang, juga bukan status atau kedudukan, tetapi semata-mata karena kecintaan kepada anak dan profesi yang disandangnya. Keutamaan pa Luis adalah pengabdian tanpa pamrih. Maka, wajar pak Luis menyandang gelar "Guru pahlawan tanpa tanda jasa."
Gelar tersebut memiliki makna filosofis yang amat dalam bahwa pekerjaan pendidik, hanya bisa dikerjakan oleh mereka yang benar-benar terpanggil untuk menjadi guru dan bukan bagi mereka yang sekedar ingin jadi Pegawai Negeri Sipil. Mereka yang terpanggil adalah orang-orang yang benar-benar tersentuh hati nuraninya untuk menjadikan profesi guru sebagai profesi terhormat dan pengabdian kepada peserta didik sebagai sarananya. Mereka memilih profesi guru untuk mewujudkan tujuan ideal, yakni pemanusiaan manusia muda.
Pada tataran itu gaji dan tunjangan hanya sekedar alat dan bukan tujuan. Kepuasan mereka adalah kebangaan peserta didik. Sebuah momentum dimana peserta didik telah mampu merealisasikan mobilitas vertikalnya dengan meraih sukses akademik, vokasi dan pertumbuhan kepribadannya secara matang dan dewasa.
Kepuasan mereka bukan pada kepuasan fisik-material; sesuatu yang dicari kebanyakan orang. Sebaliknya, kepuasan mereka adalah kepuasan psikologis (kepuasan batin). Harga diri mereka tidak tergadaikan dengan gaji, tunjangan atau honor, akan tetapi mereka merasa bermartabat ketika menyaksikan peserta didiknya mengukir prestasi puncak dan karakter yang baik.
Seseorang yang menjadi guru karena motivasi panggilan berpandangan bahwa peserta didik adalah titipan Tuhan yang mesti dilayani dengan penuh kasih sayang dan kelemahlembutan. Spirit ini akan membuat guru bekerja tanpa beban, bekerja sampai lupa diri, dan bekerja tanpa menuntut imbalan.
Penulis: Dr. Patris Rahabav, M.Si