Pengertian Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Pengertian Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan diri manusia secara menyeluruh. Proses perubahan ini terjadi karena manusia melakukan adaptasi dengan lingkungan lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan lingkungan pendidikan. Belajar bersifat umum, bukan saja melalui kegiatan formal seperti di sekolah atau tempat perkualiahan. Agar lebih jelas berikut ini teori dasar belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Pengertian Belajar

Aksentuasi belajar selalu terarah pada perubahan perilaku, namun tidak semua perubahan dicapai sebagai hasil belajar. Sekedar contoh: Susi adalah balita usia 4 bulan yang tiba-tiba bisa tengkurap, dapat memegang benda dengan keras dan dapat memukul anggota badannya. Amin seorang atlet lari 100 meter. Pada saat latihan bersama dengan teman-temanya, Amin belum memperlihatkan kemampuan maksimal. Pelatih selalu meyakinkan Amin bahwa dia bisa berprestasi lebih dari itu. Motivasi pelatih diapresiasi Amin dengan meminum obat perangsang. Keesokan  harinya ketika kompetisi dimulai, Amin ternyata mampu menggungguli teman-temannya dengan menempatkan diri sebagai pelari tecepat.

Dua contoh kasus di atas, bukan merupakan peristiwa belajar. Apa yang dicapai oleh balita Susi semata-mata karena kematangan dan yang dicapai Amin adalah karena pengaruh obat perangsang (obat kuat).

Belajar oleh Singer (1980) adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam penampilan atau potensi perilaku yang disebabkan latihan atau pengalaman masa lalu dalam situasi tertentu. Kimble dalam Hergenhahn dan Olson (1993) mencoba mendefinisikan belajar sebagai “a relatively permanen change in behavioral potentiality that occurs as a result of reinforced practice.” Selanjutnya menurut Patris Rahabav (2000) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang diperoleh individu lewat interaksi dengan lingkungan sosial dan budaya serta diperkuat oleh latihan yang kontinue dan pengalaman.  Berdasarkan ilustrasi dan pengertian di atas, dapatlah dikatakan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku pada individu yang relatif tetap. Perubahan mana diperoleh berkat latihan terus menerus yang memberi dia pengalaman. Maka, seseorang dikatakan telah belajar bila ia mengalami transformasi dari tidak tahu menjadi tahu; dari tidak menguasai sesuatu menjadi menguasai. Perubahan seperti disebutkan adalah diperolehnya pengetahuan dan pengalaman baru yang cenderung menetap. Perubahan tersebut diperoleh lewat suatu proses yang kontinue,  terjadi karena usaha atau kerja keras dan bukan karena tiba-tiba atau suatu kebetulan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Output belajar terjadi sebagai akibat dari empat variabel, yakni Raw input, Environmerntal, instrumental in input, dan process. Keempat variabel tersebut secara simultan mempengaruhi output sebuah institusi pendidikan.

Variabel Raw input, adalah masukan mentah. Masukan mentah yang dimaksudkan adalah peserta didik yang diterima institusi pendidikan. Sebagai peserta didik yang diterima umumnya sangat multikukltural. Mereka datang dari latar belakang sosial ekonomi, budaya, agama, kemampuan intelegensi, minat, motivasi dan karakter yang berbeda. Sebagai raw input, peserta didik  yang diterima telah memiliki potensi kecerdasan yang memadai dan sekolah tinggal meningkatkan. Ada yang perkembangan belajarnya cepat dan ada pula yang lamban dalam belajar. Ada peserta didik yang memilliki karakter atau kepribadian yang baik dan ada pula yang sebalknya. Ada peserta didik yang diterima melalui prosedur seleksi yang ketat dan ada pula yang tidak. Kondisi tersebut kadang-kadang menjadi persoalan tersendiri bagi guru dan kepala sekolah. Berbagai keunikan kepribadian seperti disebutkan bila tidak diketahui dengan pasti oleh guru dan kepala sekolah, kemungkinan besar sulit meningkatkan kemampuan belajar mereka.

Variabel Environmental adalah masukan lingkungan. Masukan lingkungan yang dimaksud sifatnya mutidimensional. Masukan lingkungan kontribusinya sngat besar terhadap proses pendidikan peserta didik untuk keluar sebagai output yang andal. Adapun  masukan lingkungan disingkat dengan akronim IPOLEKSOSBUDHANKAM (Idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan).

Sebagai institusi pendidikan, sekolah dalam mengemban misinya bersentuhan langsung dengan pengaruh Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM). Pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik bersentuhan langsung dengan persoalan ideologi negara. Pancasila sebagai dasar negara adalah sekaligus ideologi dan pandangan hidup bangsa. Maka, proses pembentukan karakter anak bangsa hendaklah senantiasa diarahkan pada upaya menjadikan pancasila sebagai norma tertinggi yang mengatur sikap dan perilaku bangsa yang berbeda dengan bangsa mana pun di dunia ini. Di samping Ideologi Pancasila, variabel Invironmental seperti: situasi politik, sosial ekonomi dan pertahanan keamanan menjadi hal; yang amat esensial untuk  diketahui, dianalisis dan dimasukan dalam berbagai kebijakan pendidikan. Hal tersebut amat penting karena bila terjadi instabilitas pada sektor-sektor seperti disebutkan, akan mempengaruhi seluruh proses pendidikan.

Variabel intrumental input atau masukan instrumental adalah berbagai komponen sistem di sekolah yang dapat digunakan untuk mengefektifkan pencapaian output. Masukan instrumental mencakup:, kurikulum, bahan ajar, sarana pra sarana, kompetensi guru, tatalaksana, manajemen sekolah dan sebagainya. Semua komponen tersebut perlu disinergikan dan dikelola dengan baik agar menunjang proses pendidikan. Ketidakmampuan dalam memanfaatkan dan mendayagunakan masukan instrumental tersebut akan berdampak buruk bagi pencapaian output yang unggul dan memiliki daya saing.

Variabel Process adalah persoalan yang berhubungan langsung dengan bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip-prinsip apa yang mesti dijadikan acuan agar peserta didik terangsang untuk belajar. Persoalan ini merupakan bidang kajian dari psikologi pendidikan dan psikogi belajar.

Belajar hanya dapat berlangsung dalam suatu kondisi yang bebas dari tekanan. Guru memegang peran sentral menstimulasi peserta didik untuk belajar melalui penciptaan sebuah lingkungan yang kondusif sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Penciptaan lingkungan yang dimaksudkan adalah baik lingkungan fisik maupun psikologis. Penciptaan lingkungan fisik berupa penyediaan ruang dan peralatan, lingkungan belajar yang memberi suasana aman bagi peserta didik dalam belajar. Sedangkan penciptaan lingkungan psikologis terkait dengan kemampuan guru merealisasikan berbagai potensi bawaan yang telah dimiliki peserta didik berupa minat, kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif.

Sebagai guru yang baik, diharapkan mampu memberi sentuhan-sentuhan emosional kepada peserta didik sehingga mereka termotivasi untuk belajar. Pada tataran itu penting untuk diperhatikan guru juga, yakni masalah bahan atau hal yang harus dipelajari dan penggunaan strategi dan model pembelajaran yang sesuai.

Berkenaan dengan masalah bahan atau hal yang dipelajari peserta didik sudah barang tentu perlu diperhatikan guru karena pengalaman belajar peserta didik pada jenjang sekolah sebelumnya tentu berbeda. Sebagian peserta didik telah mencapai standar ketuntasan belajar dan sebagian belum. Sebagian sekolah  mencapai target kurikulum dan sebagian tidak.Hal tersebut dikarenakan soal ketidakseimbangan rasio guru dan peserta didik, kendala geografis, kalangkaan sarana prasarana, konflik, bencana alam dan sebagainya.

Dalam konteks itu dibutuhkan kecermatan  guru menganalisis pengalaman belajar peserta didik. Ketidakcermatan guru memilih bahan, membuat peserta didik sulit menyerap materi pelajaran pada tingkat yang lebih tinggi. Maka, guru perlu melakukan analisis dan deteksi dini terhadap daya serap peserta didik terutama mereka yang baru diterima. Penggunaan Test entry behaviour (tes potensi awal) akan membantu guru menyelesaikan persoalan seperti ini.

Selanjutnya, strategi dan model pembelajaran yang sifatnya instruktif dengan mengandalkan peran guru sebagai subyek sudah harus diganti dengan strategi dan model pembelajaran yang berbasis pada pengembangan kemampuan peserta didik secara mandiri. Guru pun diharapkan memperhatikan dengan betul kondisi fisiologis peserta didik. Hal ini dikarenakan kondisi fisiologis, sangat berpengaruh terhadap daya serap peserta didik.

Peserta didik yang sehat secara fisik, adalah mereka yang kondisi pancaindera terutama indera pendengaran dan penglihatannya baik. Peserta didik yang sehat, akan memiliki kemampuan belajar dan daya serap yang lebih baik bila dibandingkan dengan peserta didik yang tidak memiliki indera pendengaran dan penglihatan yang baik. Demikian juga peserta didik yang memiliki keterbelakangan mental, cenderung akan memiliki pemahaman yang kurang baik bila dibandingkan dengan  mereka yang tidak memiliki keterbelakangan mental. (Patris Rahabav: 2015)

Jufri Derwotubun

Saya hanyalah seorang pengembara yang suka berpetualangan, menulis, dan membaca alam semesta.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama