Guru yang memotivasi merupakan guru yang memiliki keahlian dalam membangkitkan minat belajar peserta didik. Lalu bagaimana guru sebagai motivator? Bagaimana aplikasi teori motivasi dalam pembelajaran?
Peran Guru Sebagai Motivator
Aktivitas pembelajaran adalah sebuah wahana dimana guru memvasilitasi peserta didik untuk belajar. Peserta didik dalam aktivitas pembelajaran bukan lagi dipersepsikan sebagai bejana kosong yang siap diisi oleh guru. Sebaliknya, mereka adalah subyek yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Pembelajaran berlangsung dalam sebuah kondisi dimana guru dan peserta didik berada dalam posisi equal (setara).
Dalam posisi demikian, guru memberi otonomi luas kepada peserta didik sebagai pemegang kendali proses pembelajaran. Pergeseran peran itu tidak bisa berlangsung dengan mudah. Hal ini dikarenakan keragaman potensi peserta didik. Peserta didik sudah lama dibentuk dengan iklim dan suasana pembelajaran yang mengandalkan peran guru. Akibatnya, kedewasaan peserta didik terlambat. Mereka telah lama terpola dengan budaya diam, menunggu disuguhkan guru. Maka, pembelajaran berlangsung secara instruktif dengan mengandalkan guru sebagai aktornya. Guru kadang-kadang sulit menemukan formula yang tepat bagaimana merangsang peserta didik untuk aktif mengambil peran.
Maka, pengetahuan guru tentang teori motivasi menjadi syarat mutlak. Pemahaman teori motivasi penting karena salah satu peran sentral guru adalah sebagai motivator. Peran tersebut makin penting terutama setelah Daniel Goleman mempublikasikan hasil penelitiannya. Menurut Goleman (2004:44) kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang, sedangkan 80% lainnya disumbang oleh kecerdasan emosional (EQ) berupa kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur mood (suasana hati), berempati serta bekerjasama.
Peran guru sebagai motivator menegaskan bahwa guru bukanlah transmiter tunggal pengetahuan dan nilai budaya kepada peserta didik. Guru tidak lagi mendominasi proses pembelajaran; guru tidak lagi menjadi agen penentu keberhasilan proses pembelajaran. Sebaliknya, terjadi delegasi peran guru kepada peserta didik.
Guru dengan demikian, tidak lagi memainkan peran sebagai tokoh sentral dalam proses pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diposisikan sebagai subordinat proses pembelajaran akan tetapi menjadi aktor utama yang menggerakan seluruh proses itu. Guru dalam konteks itu akan lebih memainkan peran dalam 5 dimensi, yakni sebagai suporting, stimulator, regulator, dinamisator dan animator pembelajaran. Inilah elemen-elemen penting dari sosok guru yang memotivasi
Terminologi guru yang memotivasi adalah sosok guru yang memiliki kepribadian menarik, selalu tampil prima, memiliki kepedulian dan komitmen untuk secara terus menerus memberi dorongan kepada peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara optimum sesuai potensi dan bakat yang mereka miliki. Selanjutnya lima peran guru yang memotivasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.Sebagai supporting
Support adalah apresasi atau penghargaan yang diberikan kepada individu ketika mereka terlibat dalam suatu aktivitas. Maka, support dinilai dari seberapa lama kita memberi dukungan dan seberapa tulus dukungan yang diberikan. Dalam memberi supporting, guru memfasilitasi peserta didik dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, memberi semangat dan penghargaan, mendampingi peserta didik, memberi bantuan dan pertolongan baik secara klasikal maupun individual.
b. Sebagai stimulator
Sebagai stimulator, guru dan peserta didik dalam pembelajaran laksana ikan dan umpan yang tersangkut pada kail. Peserta didik sebagai ikan akan melahap umpan yang diberikan oleh guru pada kail atau mata pancingnya bila umpan pada kail itu tepat dengan kebutuhan peserta didik. Dalam banyak kasus, peserta didik sulit menerima dengan baik umpan yang diberikan guru. Umpan yang dimaksud tidak dibatasi semata-mata pada konten atau materi, akan tetapi termasuk sosok pribadi utuh guru dan aksinya dalam proses pembelajaran secara terpadu.
Sebagai stimulator guru berperan menganalisis daya serap peserta didik dan menyesuaikan dengan materi atau bahan ajar yang akan disajikan, berlaku adil dengan memberi kesempatan yang sama kepada semua peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan bakat-kabat mereka, menggunakan metode yang variatif dalam pembelajaran, disiplin, berpenampilan menarik dan memperlihatkan sikap ramah dalam pembelajaran.
c.Sebagai regulator
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata regulasi dari bahasa Inggeris regulation yang memiliki makna pengaturan. Pengatur tegangan, pemberi daya. Regulator juga diartikan sebagai orang yang mempunyai hak dan kewajiban untuk membuat aturan. Sebagai regulator, guru memainkan peran menyiapkan pedoman, perangkat aturan akademik di kelas yang menjadi tanggungjawabnya, mengatur lalulintas diskusi atau pembicaraan agar berlangsung tertib, menjadi arbiter, advokat, negosiator dan mediator berbagai permasalahan peserta didik.
d.Sebagai dinamisator
Secara harafiah kata dinamisator diartikan sebagai yang menimbulkan (menjadikan) dinamika; hal atau benda yang menyebabkan timbulnya tenaga untuk selalu bergerak. Realitas membuktikan bahwa peserta didik tidak selaku bertumbuh dan berkembang secara linier. Mereka kebanyakan dilanda berbagai persoalan. Kondisi demikian membuat mereka kadang-kadang putus asa, stres, dan teralienasi. Pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan target daya serap yang tinggi ketika peserta didik dilanda berbagai persoalan seperti disebutkan.Sebagai dinamisator, guru berperan memberi harapan, menimbulkan semangat, dan membangkitkan tenaga.
e.Sebagai animator
Animasi berasal dari perkataan Latin anima yang berarti jiwa, hidup, semangat. Menurut Fernandes (2002) animasi adalah sebuah proses merekam dan memainkan kembali serangkaian gambar statis untuk mendapatkan sebuah ilusi pergerakan. Berdasarkan arti harafiah; animasi adalah menghidupkan, yaitu usaha untuk menggerakan sesuatu yang tidak bisa bergerak sendiri. Sebagai animator, guru berperan memberi kasih sayang dan kelemahlembutan, membangun harga diri, rasa percaya diri, komitmen peserta didik pada belajar, menghargai aksi dan kreasi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan bakat-bakat mereka.
Aplikasi Teori Motivasi dalam Pembelajaran
Guru dalam kegiatan pembelajaran dapat menggunakan teori motivasi untuk memotivasi dan meningkatkan daya serap peserta didik dalam belajar. Berikut telaah teori dan contoh aplikasinya dalam pembelajaran.
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyampaikan tujuan pembelajaran, menjadi salah satu protokol dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Menyampaikan tujuan pembelajaran dimaksudkan agar peserta didik mengetahui sasaran apa yang akan mereka capai setelah akhir pembelajaran. Dasar teori dari penyampaian tujuan pembelajaran adalah teori penetapan sasaran yang mengatakan bahwa sasaran khusus meningkatkan kinerja; sasaran sulit bila diterima baik, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dari pada sasaran mudah.
Teori berikut, yakni teori pengharapan yang berargumen bahwa kekuatan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output tertentu dan bergantung pada daya tarik output itu bagi individu tersebut. Sandaran terakhir adalah teori penguatan (reinforcement theory) yang berpandangan bahwa sasaran menjadi fokus individu mengarahkan tindakannya. Teori penguatan, merupakan pendekatan perilaku (behavioristik). Pendekatan behavioristik berpandangan bahwa penguatanlah yang memperkuat perilaku. Dalam konteks itu penyampaian tujuan pembelajaran akan memotivasi peserta didik untuk belajar.
b. Melakukan evaluasi dan menyampaikan hasil
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output tertentu dan bergantung pada daya tarik output itu bagi individu tersebut.Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan bahwa karyawan dimotivasi untuk melakukan upaya yang lebih keras bila ia meyakini upaya itu menghasilkan penilaian kinerja yang baik. Penilaian yang baik akan mendorong imbalan dalam berbagai bentuk sehingga memenuhi sasaran pribadi karyawan itu. Guru dapat mengaplikasi teori pengharapan dalam pembelajaran dengan memberi evaluasi dan mengumumkan hasil pekerjaan. Evaluasi dan pengumuman hasil akan mendorong peserta didik untuk belajar keras karena di sana mereka dapat menilai kemampuan diri sendiri dan membandingkan dengan teman lain. Evaluasi dan pengumuman hasil, juga sekaligus akan memberi mereka harga diri dan kepuasan psikologis sebagaimana digambarkan pada teori hirarki kebutuhan Maslow dan Teori ERG.
c. Memberi insentif dan disinsentif
Insentif mendapatkan landasan akademik pada teori pengharapan, teori penguatan dan teori Y serta teori ERG. Teori pengharapan mengatakan bahwa penilaian yang baik akan mendorong imbalan organisasi seperti bonus, kenaikan gaji atau promosi dan imbalan; itu akan memenuhi sasaran pribadi karyawan. Teori berikut adalah teori penguatan (reinforcement theory) yang berpandangan bahwa penguatanlah yang memperkuat perilaku. Akhirnya, teori Y dan ERG yang menghargai otonomi manusia dalam berkarya, bahwa kerja adalah sesuatu yang alami. Motivasi orang untuk bekerja semata-mata bukan karena uang, namun sebaliknya pada kepuasan psikologis sebagaimana dikonstruksikan dalam teori ERG khususnya kelompok kebutuhan ketiga, yakni pertumbuhan (growth), yakni hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi yang mencakup komponen intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
Guru dalam pembelajaran dapat menerapkan teori di atas ini dengan memberi insentif kepada peserta didik berupa pujian, hadiah dan penghargaan dalam wujud material atau non material, mendorong peserta didik untuk mencapai prestasi maksimal.
Disinsentif diberikan kepada peserta didik yang memperlihatkan perilaku menyimpang berupa penundaan hadiah, sangsi dan peryataan tegas dan mendidik atas pelanggaran disiplin, aturan dan sebagainya. Disinsentif mendapatkan landasan akademik pada teori X yang berpandangan bahwa manusia umumnya tidak menyukai kerja dan mencoba menghindarinya, maka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.
e. Melakukan kompetisi
Kompetisi adalah suatu ciri khas dari setiap manusia. Untuk mencapai kemajuan dan kinerja yang optimum, kompetisi menjadi penting. Kompetisi perlu dilakukan di sekolah. Ada berbagai kompetisi mulai dari olahraga dan seni hingga kompetisi yang sifatnya akademik. Kompetisi akademik bisa berupa debat, cerdas cermat, lomba karya tulis ilmiah dan sebagainya. Kompetisi di sekolah mendapatkan landasan akademik pada teori motivasi sosial McClelland terutama kebutuhan berprestasi, yakni dorongan untuk unggul, untuk berprestasi berdasarkan seperangkat standar, untuk berusaha keras supaya sukses. Melakukan kompetisi juga didukung oleh teori hirarki kebutuhan dan teori ERG serta teori pengharapan.
Di samping teori dua faktor dari Herszberg yang menyarankan para manajer bahwa jika mereka ingin memotivasi orang pada pekerjaannya, ... penekanan lebih diberikan pada hal-hal yang berhubungan dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya seperti peluang promosi, peluang pertumbuhan personal, pengakuan, tanggung jawab dan prestasi. Inilah karakteristik yang dianggap sebagai hal yang menguntungkan secara intrinsik. Dalam konteks teori di atas, guru dapat melakukan berbagai kompetisi yang diikuti peserta didik. Hal ini dikarenakan, setiap orang yang akan berusaha dan tertantang untuk memperlihatkan keunggulan masing-masing. Setiap peserta didik ingin memperlihatkan standar prestasi yang tinggi dan ingin meraih hadiah. Kompetisi dengan demikian, memotivasi peserta didik untuk belajar, berlatih dengan lebih giat.
f. Memberi tugas dan umpan balik
Dalam aktivitas pembelajaran, pemberian tugas dan umpan balik akan melengkapi pembelajaran di kelas sehingga peserta didik memiliki pemahaman yang paripurna terhadap bahan yang diajarkan. Pemberian tugas menghindari peserta didik dari penggunaan waktu senggang untuk aktivitas yang tidak mendidik. Pemberian tugas yang baik dan bermakna bagi perkembangan peserta didik perlu diikuti dengan kesedaiaan guru memberi umpan balik. Dengan umpan balik, peserta didik mendapatkan apresiasi atas apa yang dilakukan dan mendapatkan balikan terhadap tugas yang dilakukan sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan revisi dan perbaikan.
Memberi tugas dan umpan balik mendapatkan sandaran akademik pada teori penetapan sasaran yang mengasumsikan bahwa orang akan melakukan tugas dengan baik, bila mereka menerima umpan balik. Umpan balik, membantu mengidentifikasi penyimpangan antara apa yang telah mereka kerjakan dan target kinerja yang diharapkan guru.Umpan balik dengan demikian, bertindak memandu perilaku. Sejalan dengan teori di atas, maka dengan memberi tugas seperti Pekerjaan Rumah (PR), tugas proyek, survei terbimbing dan sebagainya, perlu ada umpan balik. Memberi tugas dan umpan balik dengan demikian, akan memotivasi peserta didik.
g. Membangkitkan rasa percaya diri
Rasa percaya diri dicapai peserta didik melalui pengakuan dan penghargaan atas prestasi yang mereka capai. Rasa percaya diri mendapatkan pendarasan akademik pada teori hirarki kebutuhan Maslow, teori ERG, teori kebutuhan McClelland dan teori dua faktor oleh Herszberg sebagaimana telah dihambarkan di atas. Maka, tugas guru adalah menelaah potensi peserta didik, mengaktualisasikan potensi tersebut melalui pemberian tugas, pemberian nilai, penguatan, dan hadiah. Semua ini bila dilakukan akan memberi rasa percaya diri dan memotivasi mereka dalam belajar. (Patris Rahabav: 2015)
Peran Guru Sebagai Motivator
Aktivitas pembelajaran adalah sebuah wahana dimana guru memvasilitasi peserta didik untuk belajar. Peserta didik dalam aktivitas pembelajaran bukan lagi dipersepsikan sebagai bejana kosong yang siap diisi oleh guru. Sebaliknya, mereka adalah subyek yang menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Pembelajaran berlangsung dalam sebuah kondisi dimana guru dan peserta didik berada dalam posisi equal (setara).
Dalam posisi demikian, guru memberi otonomi luas kepada peserta didik sebagai pemegang kendali proses pembelajaran. Pergeseran peran itu tidak bisa berlangsung dengan mudah. Hal ini dikarenakan keragaman potensi peserta didik. Peserta didik sudah lama dibentuk dengan iklim dan suasana pembelajaran yang mengandalkan peran guru. Akibatnya, kedewasaan peserta didik terlambat. Mereka telah lama terpola dengan budaya diam, menunggu disuguhkan guru. Maka, pembelajaran berlangsung secara instruktif dengan mengandalkan guru sebagai aktornya. Guru kadang-kadang sulit menemukan formula yang tepat bagaimana merangsang peserta didik untuk aktif mengambil peran.
Maka, pengetahuan guru tentang teori motivasi menjadi syarat mutlak. Pemahaman teori motivasi penting karena salah satu peran sentral guru adalah sebagai motivator. Peran tersebut makin penting terutama setelah Daniel Goleman mempublikasikan hasil penelitiannya. Menurut Goleman (2004:44) kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang, sedangkan 80% lainnya disumbang oleh kecerdasan emosional (EQ) berupa kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustrasi, mengontrol desakan hati, mengatur mood (suasana hati), berempati serta bekerjasama.
Peran guru sebagai motivator menegaskan bahwa guru bukanlah transmiter tunggal pengetahuan dan nilai budaya kepada peserta didik. Guru tidak lagi mendominasi proses pembelajaran; guru tidak lagi menjadi agen penentu keberhasilan proses pembelajaran. Sebaliknya, terjadi delegasi peran guru kepada peserta didik.
Guru dengan demikian, tidak lagi memainkan peran sebagai tokoh sentral dalam proses pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diposisikan sebagai subordinat proses pembelajaran akan tetapi menjadi aktor utama yang menggerakan seluruh proses itu. Guru dalam konteks itu akan lebih memainkan peran dalam 5 dimensi, yakni sebagai suporting, stimulator, regulator, dinamisator dan animator pembelajaran. Inilah elemen-elemen penting dari sosok guru yang memotivasi
Terminologi guru yang memotivasi adalah sosok guru yang memiliki kepribadian menarik, selalu tampil prima, memiliki kepedulian dan komitmen untuk secara terus menerus memberi dorongan kepada peserta didik untuk tumbuh dan berkembang secara optimum sesuai potensi dan bakat yang mereka miliki. Selanjutnya lima peran guru yang memotivasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.Sebagai supporting
Support adalah apresasi atau penghargaan yang diberikan kepada individu ketika mereka terlibat dalam suatu aktivitas. Maka, support dinilai dari seberapa lama kita memberi dukungan dan seberapa tulus dukungan yang diberikan. Dalam memberi supporting, guru memfasilitasi peserta didik dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, memberi semangat dan penghargaan, mendampingi peserta didik, memberi bantuan dan pertolongan baik secara klasikal maupun individual.
b. Sebagai stimulator
Sebagai stimulator, guru dan peserta didik dalam pembelajaran laksana ikan dan umpan yang tersangkut pada kail. Peserta didik sebagai ikan akan melahap umpan yang diberikan oleh guru pada kail atau mata pancingnya bila umpan pada kail itu tepat dengan kebutuhan peserta didik. Dalam banyak kasus, peserta didik sulit menerima dengan baik umpan yang diberikan guru. Umpan yang dimaksud tidak dibatasi semata-mata pada konten atau materi, akan tetapi termasuk sosok pribadi utuh guru dan aksinya dalam proses pembelajaran secara terpadu.
Sebagai stimulator guru berperan menganalisis daya serap peserta didik dan menyesuaikan dengan materi atau bahan ajar yang akan disajikan, berlaku adil dengan memberi kesempatan yang sama kepada semua peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan bakat-kabat mereka, menggunakan metode yang variatif dalam pembelajaran, disiplin, berpenampilan menarik dan memperlihatkan sikap ramah dalam pembelajaran.
c.Sebagai regulator
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata regulasi dari bahasa Inggeris regulation yang memiliki makna pengaturan. Pengatur tegangan, pemberi daya. Regulator juga diartikan sebagai orang yang mempunyai hak dan kewajiban untuk membuat aturan. Sebagai regulator, guru memainkan peran menyiapkan pedoman, perangkat aturan akademik di kelas yang menjadi tanggungjawabnya, mengatur lalulintas diskusi atau pembicaraan agar berlangsung tertib, menjadi arbiter, advokat, negosiator dan mediator berbagai permasalahan peserta didik.
d.Sebagai dinamisator
Secara harafiah kata dinamisator diartikan sebagai yang menimbulkan (menjadikan) dinamika; hal atau benda yang menyebabkan timbulnya tenaga untuk selalu bergerak. Realitas membuktikan bahwa peserta didik tidak selaku bertumbuh dan berkembang secara linier. Mereka kebanyakan dilanda berbagai persoalan. Kondisi demikian membuat mereka kadang-kadang putus asa, stres, dan teralienasi. Pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan target daya serap yang tinggi ketika peserta didik dilanda berbagai persoalan seperti disebutkan.Sebagai dinamisator, guru berperan memberi harapan, menimbulkan semangat, dan membangkitkan tenaga.
e.Sebagai animator
Animasi berasal dari perkataan Latin anima yang berarti jiwa, hidup, semangat. Menurut Fernandes (2002) animasi adalah sebuah proses merekam dan memainkan kembali serangkaian gambar statis untuk mendapatkan sebuah ilusi pergerakan. Berdasarkan arti harafiah; animasi adalah menghidupkan, yaitu usaha untuk menggerakan sesuatu yang tidak bisa bergerak sendiri. Sebagai animator, guru berperan memberi kasih sayang dan kelemahlembutan, membangun harga diri, rasa percaya diri, komitmen peserta didik pada belajar, menghargai aksi dan kreasi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan bakat-bakat mereka.
Aplikasi Teori Motivasi dalam Pembelajaran
Guru dalam kegiatan pembelajaran dapat menggunakan teori motivasi untuk memotivasi dan meningkatkan daya serap peserta didik dalam belajar. Berikut telaah teori dan contoh aplikasinya dalam pembelajaran.
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyampaikan tujuan pembelajaran, menjadi salah satu protokol dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Menyampaikan tujuan pembelajaran dimaksudkan agar peserta didik mengetahui sasaran apa yang akan mereka capai setelah akhir pembelajaran. Dasar teori dari penyampaian tujuan pembelajaran adalah teori penetapan sasaran yang mengatakan bahwa sasaran khusus meningkatkan kinerja; sasaran sulit bila diterima baik, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dari pada sasaran mudah.
Teori berikut, yakni teori pengharapan yang berargumen bahwa kekuatan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output tertentu dan bergantung pada daya tarik output itu bagi individu tersebut. Sandaran terakhir adalah teori penguatan (reinforcement theory) yang berpandangan bahwa sasaran menjadi fokus individu mengarahkan tindakannya. Teori penguatan, merupakan pendekatan perilaku (behavioristik). Pendekatan behavioristik berpandangan bahwa penguatanlah yang memperkuat perilaku. Dalam konteks itu penyampaian tujuan pembelajaran akan memotivasi peserta didik untuk belajar.
b. Melakukan evaluasi dan menyampaikan hasil
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh output tertentu dan bergantung pada daya tarik output itu bagi individu tersebut.Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan bahwa karyawan dimotivasi untuk melakukan upaya yang lebih keras bila ia meyakini upaya itu menghasilkan penilaian kinerja yang baik. Penilaian yang baik akan mendorong imbalan dalam berbagai bentuk sehingga memenuhi sasaran pribadi karyawan itu. Guru dapat mengaplikasi teori pengharapan dalam pembelajaran dengan memberi evaluasi dan mengumumkan hasil pekerjaan. Evaluasi dan pengumuman hasil akan mendorong peserta didik untuk belajar keras karena di sana mereka dapat menilai kemampuan diri sendiri dan membandingkan dengan teman lain. Evaluasi dan pengumuman hasil, juga sekaligus akan memberi mereka harga diri dan kepuasan psikologis sebagaimana digambarkan pada teori hirarki kebutuhan Maslow dan Teori ERG.
c. Memberi insentif dan disinsentif
Insentif mendapatkan landasan akademik pada teori pengharapan, teori penguatan dan teori Y serta teori ERG. Teori pengharapan mengatakan bahwa penilaian yang baik akan mendorong imbalan organisasi seperti bonus, kenaikan gaji atau promosi dan imbalan; itu akan memenuhi sasaran pribadi karyawan. Teori berikut adalah teori penguatan (reinforcement theory) yang berpandangan bahwa penguatanlah yang memperkuat perilaku. Akhirnya, teori Y dan ERG yang menghargai otonomi manusia dalam berkarya, bahwa kerja adalah sesuatu yang alami. Motivasi orang untuk bekerja semata-mata bukan karena uang, namun sebaliknya pada kepuasan psikologis sebagaimana dikonstruksikan dalam teori ERG khususnya kelompok kebutuhan ketiga, yakni pertumbuhan (growth), yakni hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi yang mencakup komponen intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
Guru dalam pembelajaran dapat menerapkan teori di atas ini dengan memberi insentif kepada peserta didik berupa pujian, hadiah dan penghargaan dalam wujud material atau non material, mendorong peserta didik untuk mencapai prestasi maksimal.
Disinsentif diberikan kepada peserta didik yang memperlihatkan perilaku menyimpang berupa penundaan hadiah, sangsi dan peryataan tegas dan mendidik atas pelanggaran disiplin, aturan dan sebagainya. Disinsentif mendapatkan landasan akademik pada teori X yang berpandangan bahwa manusia umumnya tidak menyukai kerja dan mencoba menghindarinya, maka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.
e. Melakukan kompetisi
Kompetisi adalah suatu ciri khas dari setiap manusia. Untuk mencapai kemajuan dan kinerja yang optimum, kompetisi menjadi penting. Kompetisi perlu dilakukan di sekolah. Ada berbagai kompetisi mulai dari olahraga dan seni hingga kompetisi yang sifatnya akademik. Kompetisi akademik bisa berupa debat, cerdas cermat, lomba karya tulis ilmiah dan sebagainya. Kompetisi di sekolah mendapatkan landasan akademik pada teori motivasi sosial McClelland terutama kebutuhan berprestasi, yakni dorongan untuk unggul, untuk berprestasi berdasarkan seperangkat standar, untuk berusaha keras supaya sukses. Melakukan kompetisi juga didukung oleh teori hirarki kebutuhan dan teori ERG serta teori pengharapan.
Di samping teori dua faktor dari Herszberg yang menyarankan para manajer bahwa jika mereka ingin memotivasi orang pada pekerjaannya, ... penekanan lebih diberikan pada hal-hal yang berhubungan dengan kerja itu sendiri atau hasil langsung yang diakibatkannya seperti peluang promosi, peluang pertumbuhan personal, pengakuan, tanggung jawab dan prestasi. Inilah karakteristik yang dianggap sebagai hal yang menguntungkan secara intrinsik. Dalam konteks teori di atas, guru dapat melakukan berbagai kompetisi yang diikuti peserta didik. Hal ini dikarenakan, setiap orang yang akan berusaha dan tertantang untuk memperlihatkan keunggulan masing-masing. Setiap peserta didik ingin memperlihatkan standar prestasi yang tinggi dan ingin meraih hadiah. Kompetisi dengan demikian, memotivasi peserta didik untuk belajar, berlatih dengan lebih giat.
f. Memberi tugas dan umpan balik
Dalam aktivitas pembelajaran, pemberian tugas dan umpan balik akan melengkapi pembelajaran di kelas sehingga peserta didik memiliki pemahaman yang paripurna terhadap bahan yang diajarkan. Pemberian tugas menghindari peserta didik dari penggunaan waktu senggang untuk aktivitas yang tidak mendidik. Pemberian tugas yang baik dan bermakna bagi perkembangan peserta didik perlu diikuti dengan kesedaiaan guru memberi umpan balik. Dengan umpan balik, peserta didik mendapatkan apresiasi atas apa yang dilakukan dan mendapatkan balikan terhadap tugas yang dilakukan sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan revisi dan perbaikan.
Memberi tugas dan umpan balik mendapatkan sandaran akademik pada teori penetapan sasaran yang mengasumsikan bahwa orang akan melakukan tugas dengan baik, bila mereka menerima umpan balik. Umpan balik, membantu mengidentifikasi penyimpangan antara apa yang telah mereka kerjakan dan target kinerja yang diharapkan guru.Umpan balik dengan demikian, bertindak memandu perilaku. Sejalan dengan teori di atas, maka dengan memberi tugas seperti Pekerjaan Rumah (PR), tugas proyek, survei terbimbing dan sebagainya, perlu ada umpan balik. Memberi tugas dan umpan balik dengan demikian, akan memotivasi peserta didik.
g. Membangkitkan rasa percaya diri
Rasa percaya diri dicapai peserta didik melalui pengakuan dan penghargaan atas prestasi yang mereka capai. Rasa percaya diri mendapatkan pendarasan akademik pada teori hirarki kebutuhan Maslow, teori ERG, teori kebutuhan McClelland dan teori dua faktor oleh Herszberg sebagaimana telah dihambarkan di atas. Maka, tugas guru adalah menelaah potensi peserta didik, mengaktualisasikan potensi tersebut melalui pemberian tugas, pemberian nilai, penguatan, dan hadiah. Semua ini bila dilakukan akan memberi rasa percaya diri dan memotivasi mereka dalam belajar. (Patris Rahabav: 2015)