Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Indonesia Menjadi Negara Islam atau Khilafah, haruskah?

Indonesia Menjadi Negara Islam atau Khilafah, haruskah?
Beberapa tahun ini Indonesia dihebohkan dengan kelompok yang mengatasnamakan Islam dalam memperjuangkan Daulah Islamiyah, Khilafah, dan term lain yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Mereka begitu getol memperjuangkan itu, hingga harus mengkafirkan orang yang berpikiran berbeda dengan mereka. Berbagai macam cara mereka lakukan, termasuk melakukan fitnah terhadap ulama-ulama Islam yang Nasionalis.

Fenomena ini terjadi bukan saja melalui perkumpulan mereka di dunia nyata, tetapi juga melalui dunia maya, seperti media sosial, website, blog dan sebagainya. Setiap kali saya membuka halaman facebook, saya melihat banyak sekali bermunculan berita-berita yang tidak jelas, yang saya anggap sebagai sampah semata.

Indonesia Menjadi Negara Islam atau Khilafah, haruskah?

Lalu haruskah Indonesia menjadi negera Islam atau negara khilafah?


Saya anggap bahwa pertanyaan ini seperti ingin membuka kembali sejarah perjuangan bangsa ini dalam merebut kemerdekaan. Jelas bahwa sejak perjuangan di zaman penjajahan dahulu, Indonesia diperjuangkan untuk menjadi negara Nasionalis yang berasaskan atau berideologi Pancasila, bukan yang lain. Yang memperjuangkan ini berasal dari beragam suku, ras dan agama yang ada di Indonesia ini.

Para ulama yang berjuang di medan jihad dalam merebut kemerdekaan waktu itu mengingikan Indonesia merdeka, Indonesia menyatu, Indonesia yang menjadi negara yang berdaulat berdasarkan pancasila. Sedangkan nanti dalam penerapan keagamaan diatur sesuai dengan agama yang dianut oleh masing-masing pemeluknya.

Kita dalam komunitas yang mayoritas tidak bisa memaksakan kehendak untuk menjadikan bangsa ini seperti yang kita inginkan, itu namanya "tirani mayoritas". Sudakah anda melihat suasana di timur tengah hari ini? Apa yang terjadi di sana? Pernakah anda berpikir bahwa kalau Indonesia dipaksakan untuk sama dengan mereka maka, akan ada intervensi asing yang menjadikan negara ini kacau balau.

Konsep Negara Khilafah


Konsep negara khilafah berbeda dengan konsep negara pancasila yang demokratis. Bagi kalangan yang memperjuangkan negara khilafah, mereka tidak mengakui pancasila dan sistem pemerintahan yang ada saat ini. Mereka meyakini bahwa Indonesia adalah negara bagian dari negara khilafah, jadi apapun yang diperintahkan oleh negara induk harus ditaati, kalau tidak pemimpin yang ada di bangsa ini bisa dicopot atau kalau membangkang negara Indonesia bisa diperngi.

Bagi kalangan ini, pemilu dalam memilih pemimpin hanyalah jalan terakhir, mereka juga tidak percaya dengan yang namanya produk barat. Bagi mereka legeslatif tidak bisa mengontrol pemerintahan, mereka mengggap seorang pemimpin adalah segalanya, apapun yang diputuskan menjadi aturan yang harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat tanpa ada kata protes.

Hampir seluruh sistem yang dijalankan di Indonesia tidak diakui oleh golongan ini. Mereka lebih percaya kepada konsep khilafah yang munurut saya merupakan warisan kerajaan-kerajaan Islam timur tengah terdahulu. Kita tahu bahwa yang namanya kerajaan pasti ada seorang pemimpin yang diangkat berdasarkan silsilah keluarga dan berkuasa seumur hidup. Alhasil tidak semua orang bisa menjadi pemimpin dalam negara khilafah, hanya orang-orang tertentu yang ditentukan berdasarkan rapat perwakilan-perwakilan negara bagian.

Negara Khilafah dalam Pandangan Islam


Hingga saat ini saya belum pernah menemukan satu ayat atau hadis yang menyatakan bahwa negara harus berbentuk Khilafah. Yang saya temukan hanyalah ayat-ayat Al-Quran yang mengatur tentang tatanan kehidupan bermasyarakat dan tentang taat kepada seorang pemimpin. Tetapi ayat itu jika kita tafsirkan secara kontekstual bermakna luas, bukan saja tentang kepemimpinan dalam negara semata.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا 

Terjemahannya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (Q.S. An-Nisa: 59)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kita harus taat kepada pemimpin. Tetapi cara menaatinya berbeda dengan taat kepada Allah dan Rosulullah. Pada kata athi'u (taat) hanya disematkan kepada Allah dan Rosulullah, sedangkan pemimpin hanya diikutkan saja dengan kata wa (dan), dengan kata lain bahwa taat kepada Allah dan taat kepada Rosulullah itu mutlak adanya, sedangkan taat kepada pemimpin tidak mutlak. Selama seorang pemimpin masih berada di jalur yang benar kita harus taati, tetapi jika sudah berbelok arah ke jalur yang salah maka kewajiban taat tadi menjadi gugur, dan kita bisa melakukan protes terhadap apa yang dia lakukan dengan mengembalikan kepada ajaran Islam, yaitu dengan cara yang baik dan penuh hikmah.

Cara-cara yang buruk saat ini sudah banyak dilakukan oleh kalangan-kalangan tertentu yang mengatasnamakan Islam. Padahal jelas bahwa ayat di atas menyatakan jika berlainan pendapat tentang sesuatu maka, kembalikan kepada Allah dan Rosul, apa yang diajarkan oleh Allah di dalam Al-Quran dan yang diajarkan Rosul di dalam hadist adalah semua tentang kebaikan, tak ada satupun tentang keburukan.

Lalau bagaimana ayat ini diartikan dalam hal khilafah?.


Saya melihat bahwa saat ini banyak orang sudah menerjemahkan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan kepentingannya. Banyak ayat-ayat yang diterjemahkan sesuai dengan nalar politik dan nalar kuasa, orang yang tidak berkapasitas dalam menerjemahkan Al-Quran ikut menerjemahkan, sehingga ummat menjadi terpedaya, dan hasilnya saat ini terjadi ribut sana ribut sini di Indonesia.

Saya pikir bahwa persoalan urusan dunia (termasuk negara dan pemerintahan), itu sudah menjadi urusan manusia, Rosulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ سَمِعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصْوَاتًا فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا يُلَقِّحُونَ النَّخْلَ فَقَالَ لَوْ تَرَكُوهُ فَلَمْ يُلَقِّحُوهُ لَصَلُحَ فَتَرَكُوهُ فَلَمْ يُلَقِّحُوهُ فَخَرَجَ شِيصًا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَكُمْ قَالُوا تَرَكُوهُ لِمَا قُلْتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِهِ فَإِذَا كَانَ مِنْ أَمْرِ دِينِكُمْ فَإِلَيَّ

Terjemahannya: Telah menceritakan kepada kami Abdus Shomad telah menceritakan kepada kami Hammad dari Tsabit dari Anas berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam mendengar sebuah suara lalu bertanya: "Apa ini?", orang-orang berkata: "Mereka sedang menyetek pohon kurma", Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam lantas bersabda: "Kalau saja mereka meninggalkan hal tersebut alias tidak menyetek niscaya lebih baik", lalu mereka tidak lagi menyetek hingga menghasilkan kurma yang jelek, Kontan Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bertanya: "Nasib apa yang menimpa kalian?", mereka menjawab: "Mereka meninggalkan stek karena mengikuti apa yang Tuan katakan", maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika ada sesuatu yang berkaitan dengan urusan dunia, maka kalian lebih tahu tentangnya, sebaliknya jika berkaitan dengan urusan agama, maka kembalilah kepadaku."

Hadis di atas pada poin terakhir dengan jelas mengatakan bahwa jika ada sesuatu yang berkaitan dengan urusan dunia maka, kalian lebih tahu tentangnya. Mari kita analisa kata-kata ini.

Sesuatu yang berkaitan dengan urusan dunia mengandung arti bahwa segala yang dilakukan manusia tentang urusan dunianya termasuk pemerintahan, politik, negara dan kehidupan berkebangsaan merupakan persoalan dunia. Berarti apa yang dilakukan oleh anak bangsa Indonesia merupakan apa yang dia ketahui, sehingga menjadikan negara ini sebagai negara pancasila sejak kemerdekaan merupakan urusan dunia dan urusan kemanusiaan, yang lebih mengetahui itu adalah orang Indonesia sendiri. Sehingga mengcopy sistem klasik pemerintahan yang mengatasnamakan Islam tidak bisa dipastekan ke dalam bangsa ini.

Indonesia bukan negara mono tetapi negara multi. Kalau dalam dialek maluku kata mono atau mono-mono berarti orang yang bisu (orang yang berbicara menggunakan bahasa isyarat). Sedangkan secara harfiah kata mono dalam bahasa inggris berarti satu dan kata multi berarti banyak atau beragam. Indonesia adalah negara yang multi-kultural bukan mono-kultural, sehingga untuk menjadikan negara ini sebagai negara Khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Kalau khilafah dipaksakan maka, negara ini bisa bubar.

Hubbul wathon minal iman - cinta tanah air bagian dari Iman

Penutup


Saya pikir bahwa sudah saatnya kita berpikir jernih, dan kita berpikir bersih. Dunia saat ini berada dalam persaingan global, jangan sampai bangsa ini dijajah terus oleh bangsa lain. Penjajahan model baru yaitu penjajahan pemikiran, ekonomi, sosial, politik dan budaya sudah menjadi trend. Jangan sampai kita terjebak pada suatu waktu yang tak bisa membuat kita bangkit lagi.

Biarkan Indonesia rukun dengan keberagaman, biarkan Indonesia menjadi negaranya sendiri, bukan negara yang diinginkan orang lain. Biarkan urusan dunia Indonesia diurus oleh anak bangsa ini sendiri, agar negara ini berwujud Nusantara yang hanarun (indah).

Posting Komentar untuk "Indonesia Menjadi Negara Islam atau Khilafah, haruskah?"