Perubahan sosial dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri (internal) atau faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat (eksternal). Namun, hal paling mendasar yang menyebabkan terjadinya perubahan social adalah adanya kejenuhan atau ketidak puasan individu terhadap system nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya serta adanya individu-individu yang bertindak atau berperilaku menyimpang dari norma dan nilai social yang berlaku. Apabila dibiarkan, penyimpangan ini akan diikuti oleh individu-individu lainnya sehingga terjadi perubahan sosial.
Faktor internal ini meliputi:
(1) Jumlah perubahan penduduk. Misalnya, pertambahan penduduk di pulau Jawa telah memunculkan aturan baru tentang hak milik individualis atas tanah, system sewa tanah, bagi hasil, koperasi, dan lain-lain. (2) Penemuan-penemuan baru. Suatu penemuan baru, baik berupa alat maupun gagasan, yang diciptakan oleh seseorang, atau serangkaian ciptaan para individu dinamakan discovery. Discovery akan menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, serta menerapkan penemuan tersebut. Dari uraian tersebut dapat disimpulakan bahwa proses atau rangkaian penemuan, pengembangan, dan persearan suatu hasil kebudayaan itulah yang dinamakan innovation (Idianto Muin, 2006: 11).
(3) Pertentangan dalam masyarakat. Pertentangan masyarakat dapat terjadi antarindividu, individu dengan kelompok, maupun antarkelompok. Pertentangan kepentingan tersebut dapat menimbulkan perubahan-perubahan. Misalnya pertentangan antar generasi muda dengan generasi tua.pertentangan ini sering kali terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ketahap modern. Generasi muda pada masyarakat ini lebih mudah menerima unsur-unsur kabudayaan asing, misalnya cara berpakaian, pendidikan, kesetaraan gender, dan sebagainya. Sedangkan generasi tuanya lebih sulit menerima unsure-unsur kebudayaan asing tersebut (Idianto Muin, 2006: 14).
(4) Pemberontakan dan revolusi. Pemberontakan dan revolusi yang terjadi dalam suatu masyarakat (negara) dapat menimbulkan perubahan-perubahan mendasar. Misalnya, perubahan dari system kerajaan menjadi demokrasi seperti yang terjadi di Negara Prancis. Revolusi yang terjadi di Iran juga merubah system pemerintahan dari kerajaan sekuler menjadi Negara islam. (5) Reformasi. Sesuai arti katanya, revormasi berarti membentuk kembali. Sebagai suatu proses perubahan, revormasi lebih ditekankan pada upaya untuk segera memperbaiki struktur kemasyarakatan yang telah rusak atau terancam rusak dibentuk menjadi baik kembali. Perubahan ini dilakukan untuk mengembalikan susunan atau aturan-aturan kehidupan bermasyarakat (Idianto Muin, 2006: 15).
Selain dari dalam masyarakat, perubahan sosial dapat juga terjadi karena fakto-faktor yang datang dari luar masyarakat. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan fisik yang ada disekitar manusia. Terjadinya bencana alam, seperti gempa bumi, angin topan dan semacamnya mengakibatkan masyarakat harus pindah ketempat tinggal yang baru (bedol desa). Mereka harus beradaptasi dengan keadaan alam baru yang menuntut perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
b. Peperangan. Peperangan dengan Negara lain dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan karena biasanya Negara yang menang dalam peperangan akan memaksakan kebijakannya terhadap negara yang kalah. Bentuk-bentuk pemaksaan tersebut antara lain adalah dominasi kebudayaan, dominasi politik dan dominasi ekonomi.
c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbale balik. Artinya, masing-masing masyarakat selain mempengaruhi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain (Kun Maryati, 2006: 17).
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian perubahan dari kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.
Sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Hal itu mengakibatkan bahwa garis di dalam kenyataan hidup antara perubahan sosial dan kebudayaan lebih sukar lagi untuk ditegaskan. Biasanya antara kedua gejalah itu dapat ditemukan hubungan timbale balik sebagai sebab akibat (Sorjono Soekanto, 2009: 266).
Perubahan dalam dimensi struktural dan kultural sebetulnya tak bisa dipisahkan. Artinya, dalam perubahan struktural secara implisit juga dapat diindikasikan adanya perubahan struktural sekaligus. Pembedaan antara keduanya hanaya dalam tataran analisis semata, namun secara empiris sulit dibedakan. Namun yang jelas, perubahan sosial dalam budaya material lebih mudah terjadi disbanding perubahan dalam budaya nonmaterial. Kesenjangan perubahan antara keduanya inilah yang oleh William Ogburn disebutnya dengan istilah cultural lage (ketertinggalan kebudayaan) (Dwi Narwoko, 2004: 384).
Faktor internal
Faktor internal ini meliputi:
(1) Jumlah perubahan penduduk. Misalnya, pertambahan penduduk di pulau Jawa telah memunculkan aturan baru tentang hak milik individualis atas tanah, system sewa tanah, bagi hasil, koperasi, dan lain-lain. (2) Penemuan-penemuan baru. Suatu penemuan baru, baik berupa alat maupun gagasan, yang diciptakan oleh seseorang, atau serangkaian ciptaan para individu dinamakan discovery. Discovery akan menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, serta menerapkan penemuan tersebut. Dari uraian tersebut dapat disimpulakan bahwa proses atau rangkaian penemuan, pengembangan, dan persearan suatu hasil kebudayaan itulah yang dinamakan innovation (Idianto Muin, 2006: 11).
(3) Pertentangan dalam masyarakat. Pertentangan masyarakat dapat terjadi antarindividu, individu dengan kelompok, maupun antarkelompok. Pertentangan kepentingan tersebut dapat menimbulkan perubahan-perubahan. Misalnya pertentangan antar generasi muda dengan generasi tua.pertentangan ini sering kali terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ketahap modern. Generasi muda pada masyarakat ini lebih mudah menerima unsur-unsur kabudayaan asing, misalnya cara berpakaian, pendidikan, kesetaraan gender, dan sebagainya. Sedangkan generasi tuanya lebih sulit menerima unsure-unsur kebudayaan asing tersebut (Idianto Muin, 2006: 14).
(4) Pemberontakan dan revolusi. Pemberontakan dan revolusi yang terjadi dalam suatu masyarakat (negara) dapat menimbulkan perubahan-perubahan mendasar. Misalnya, perubahan dari system kerajaan menjadi demokrasi seperti yang terjadi di Negara Prancis. Revolusi yang terjadi di Iran juga merubah system pemerintahan dari kerajaan sekuler menjadi Negara islam. (5) Reformasi. Sesuai arti katanya, revormasi berarti membentuk kembali. Sebagai suatu proses perubahan, revormasi lebih ditekankan pada upaya untuk segera memperbaiki struktur kemasyarakatan yang telah rusak atau terancam rusak dibentuk menjadi baik kembali. Perubahan ini dilakukan untuk mengembalikan susunan atau aturan-aturan kehidupan bermasyarakat (Idianto Muin, 2006: 15).
Faktor eksternal
Selain dari dalam masyarakat, perubahan sosial dapat juga terjadi karena fakto-faktor yang datang dari luar masyarakat. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan fisik yang ada disekitar manusia. Terjadinya bencana alam, seperti gempa bumi, angin topan dan semacamnya mengakibatkan masyarakat harus pindah ketempat tinggal yang baru (bedol desa). Mereka harus beradaptasi dengan keadaan alam baru yang menuntut perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.
b. Peperangan. Peperangan dengan Negara lain dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan karena biasanya Negara yang menang dalam peperangan akan memaksakan kebijakannya terhadap negara yang kalah. Bentuk-bentuk pemaksaan tersebut antara lain adalah dominasi kebudayaan, dominasi politik dan dominasi ekonomi.
c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbale balik. Artinya, masing-masing masyarakat selain mempengaruhi juga menerima pengaruh dari masyarakat yang lain (Kun Maryati, 2006: 17).
Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian perubahan dari kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.
Sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari, acap kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Hal itu mengakibatkan bahwa garis di dalam kenyataan hidup antara perubahan sosial dan kebudayaan lebih sukar lagi untuk ditegaskan. Biasanya antara kedua gejalah itu dapat ditemukan hubungan timbale balik sebagai sebab akibat (Sorjono Soekanto, 2009: 266).
Perubahan dalam dimensi struktural dan kultural sebetulnya tak bisa dipisahkan. Artinya, dalam perubahan struktural secara implisit juga dapat diindikasikan adanya perubahan struktural sekaligus. Pembedaan antara keduanya hanaya dalam tataran analisis semata, namun secara empiris sulit dibedakan. Namun yang jelas, perubahan sosial dalam budaya material lebih mudah terjadi disbanding perubahan dalam budaya nonmaterial. Kesenjangan perubahan antara keduanya inilah yang oleh William Ogburn disebutnya dengan istilah cultural lage (ketertinggalan kebudayaan) (Dwi Narwoko, 2004: 384).