Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Manusia dan Peranannya di Muka Bumi


Allah menggelar alam semesta termasuk bumi di dalamnya. Setelah bumi tercipta lengkap dengan segala tumbuhan dan hewan, Allah menciptakan manusia. Tidak hanya sekadar menciptakan, Allah mengangkat makhluk baru bernama manusia itu sebagai khalifah di bumi.

Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas yang sangat berat. Salah satunya adalah tugas untuk mengolah dan melestarikan bumi ini. Allah Mahaadil. Setelah memberikan tugas sebagai khalifah, Allah memberikan bekal hidup kepada manusia. Apa sajakah bekal hidup itu? Marilah kita pelajari bersama Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Manusia dan Peranannya di Muka Bumi.

Surah Al-Baqarah Ayat 30 tentang Manusia sebagai Khalifah


وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

Terjemahannya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (Q.S. Al-Baqarah: 30)

Kandungan Surah Al-Baqarah Ayat 30

Ayat ini menjadi kisah pembuka keberadaan dan eksistensi manusia di muka bumi ini. Di hadapan para malaikat, Allah Swt. menyampaikan iradah-Nya bahwa Dia akan mengangkat seorang khalifah pengganti Allah dalam memakmurkan bumi. Tidak seperti biasa para malaikat yang selalu berkata sami’na- wa at.a’na- terkejut mendengarnya pernyataan iradah Allah Swt. itu.

”Apakah Engkau akan menjadikan seorang yang merusak bumi dan menumpahkan darah sebagai khalifah di bumi?” Inilah reaksi para malaikat. Mereka mempertanyakan kebijakan Allah Swt. tersebut. Allah pun menjawabnya dengan bijak, ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Selanjutnya, Allah Swt. mengungkapkan rahasia kemampuan manusia  kepada para malaikat. Allah menyuruh Adam, manusia pertama, untuk menyebutkan nama-nama beberapa benda yang ada di sekitarnya. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang dikaruniakan Allah Swt. kepada manusia, malaikat pun tunduk pada kehendak Allah Swt.

Dalam ayat di atas dengan sangat jelas bahwa Allah Swt. menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Khalifah memiliki dua makna, yaitu menggantikan dan menguasai. Makna menggantikan dapat kita lihat pada ayat 30 Surah al-Baqarah ini. Manusia ditunjuk Allah Swt. sebagai pengganti Allah Swt. dalam mengolah bumi sekaligus memakmurkannya. Manusia diberi tugas dan tanggung jawab untuk menggali potensi-potensi yang terdapat di bumi ini, mengolahnya, dan menggunakannya dengan baik sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah Swt.

Makna khalifah yang kedua adalah menguasai atau menjadi penguasa. Makna ini dapat kita temukan dalam kata khalifah yang terdapat dalam Surah S.ad [38] ayat 26 yang artinya: ”(Allah Swt. berfirman) Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau
mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.”

Pada ayat ini disebutkan bahwa Allah Swt. menjadikan Nabi Daud a.s. sebagai khalifah di bumi dengan arti  menjadi penguasa di kalangan Bani Israel. Saat di antara kaum Bani Israel terdapat perselisihan, Nabi Daud selaku penguasa diperintahkan untuk memberikan keputusan dengan adil. Selaku penguasa, seorang khalifah dituntut untuk senantiasa berbuat adil kepada masyarakatnya. Ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa akan memberikan akibat buruk bagi korbannya dan masyarakat secara umum.

Terlepas dari kedua makna khalifah, manusia menempati kedudukan istimewa di muka bumi ini. Bukan berarti manusia diistimewakan kemudian boleh berbuat semaunya, melainkan sebaliknya. Kedudukan istimewa manusia menuntut kearifan dan tanggung jawab besar terhadap alam dan masyarakatnya. Amanah ini merupakan tugas bagi semua manusia. Dengan demikian, setiap manusia harus melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Melakukan tindakan yang dapat merusak alam menyebabkan manusia lalai terhadap tugas yang diembannya.

Surah al-Baqarah ayat 30 ini merupakan ayat pembuka dari kisah perbincangan Allah Swt. dengan para malaikat sebelum Adam diciptakan. Kisah selanjutnya terdapat pada beberapa ayat lanjutan dari ayat 30 tersebut.

Surah Al-Mu’minun Ayat 12–14 tentang Proses Penciptaan Manusia


وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٖ مِّن طِينٖ ١٢  ثُمَّ جَعَلۡنَٰهُ نُطۡفَةٗ فِي قَرَارٖ مَّكِينٖ ١٣ ثُمَّ خَلَقۡنَا ٱلنُّطۡفَةَ عَلَقَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡعَلَقَةَ مُضۡغَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡمُضۡغَةَ عِظَٰمٗا فَكَسَوۡنَا ٱلۡعِظَٰمَ لَحۡمٗا ثُمَّ أَنشَأۡنَٰهُ خَلۡقًا ءَاخَرَۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحۡسَنُ ٱلۡخَٰلِقِينَ ١٤

Terjemahannya:

(12) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah (13) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (14) Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik (Q.S. Al-Mu’minun: 12–14)

Kandungan Surah Al-Mu’minun Ayat 12–14

Pada Surah al-Baqarah ayat 30 Allah Swt. menyatakan kehendakNya untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pada ayat ke-12 hingga 14 Surah al-Mu’minun dibahas proses penciptaan manusia.

Dalam ayat ini Allah swt. memaparkan proses penciptaan manusia yang diawali dari saripati tanah. Dalam ayat yang lain juga dijelaskan tentang tahap pertama manusia ketika ia masih tersebar di muka bumi dan belum dapat disebut. Pada tahap pertama, bahan-bahan penciptaan manusia masih tersebar pada tumbuhan dan hewan yang dikonsumsi oleh ayah dan ibu. Bahan penciptaan manusia itu berupa unsur-unsur kimiawi yang terdapat dalam makanan. Unsur-unsur tersebut diserap oleh calon ayah dan calon ibu melalui makanan yang dikonsumsinya.

Unsur-unsur dasar manusia itu diolah sedemikian rupa melalui proses kimiawi dalam tubuh hingga menjelma menjadi sperma calon ayah dan ovum calon ibu. Sperma dan ovum adalah dua zat khusus yang dibentuk oleh Allah swt. dengan membawa bermiliar-miliar informasi genetika seorang anak manusia. Sperma dan ovum berkembang dan Allah swt. memperkaya keduanya dengan kemampuan untuk mengembangkan diri saat bertemu nanti.

Melalui proses penyatuan yang dramatis, sperma dan ovum bertemu dan menyatukan diri. Proses tersebut terjadi dengan penuh kecermatan dan ketepatan yang hanya bisa diatur oleh Zat yang Maha pandai atas segala sesuatu. Keduanya bertemu, mengomunikasikan informasi yang mereka bawa dan berlanjut dalam perkembangan yang luar biasa. Dua sel manusia berlainan jenis itu menyatu kemudian membelah dan terus membelah. Tiap-tiap sel baru membentuk jalinan yang kuat di antara mereka. Setelah mulai terbentuk, sel-sel calon manusia itu mencari tempat berlabuhnya di dinding rahim sang ibu.

Mereka melekat kuat dan membentuk jaringan penghubung antara si calon manusia dengan sang ibu. Jaringan penghubung ini biasa kita kenal sebagai placenta. Tahap inilah yang dalam dunia kedokteran modern disebut zygot. Hal ini menunjukkan tanda kekuasaan Allah Swt. sekaligus kebenaran Al-Qur’an. Seribu empat ratus tahun yang lalu, saat kehidupan bangsa Arab berada di tepi terjauh dari peradaban, saat orang Badui menganggap bahwa bumi itu datar, Al-Qur’an menyatakan sesuatu yang baru terlihat pada abad modern ini.

Sembari membangun interaksi dengan sang ibu, sel-sel baru itu terus diatur oleh Allah Swt. untuk membelah hingga menjadi segumpal daging kemudian membelah dan membentuk bagian-bagian tubuh manusia. Tangan, kaki, kepala, jantung, otak, dan semua organ terbentuk dengan bimbingan Allah Swt. Setelah semua bagian lengkap, Allah Swt. menyempurnakan bentuknya menjadi bentuk yang sama sekali berbeda dari saat pertama kali sperma dan ovum bertemu.

Inilah proses pembentukan seorang manusia yang diangkat Allah Swt. sebagai khalifah-Nya di bumi. Proses yang tersampaikan dalam Surah al-Mu’minu-n ayat 12–14 ini memberi pelajaran tentang dua hal penting. Pertama, Allah Swt. yang mengatur penciptaan manusia.

Hal ini dengan nyata terlihat dari tahapan-tahapan pembentukan manusia dalam rahim sang ibu. Bagaimana dua sel, sperma dan ovum yang setengah menit saja dibiarkan di tempat terbuka pasti rusak, dapat bertemu? Siapa yang mengarahkan pertemuan itu? Adakah sang ayah yang memberikan komando atau si ibu yang menunjukkan rute? Setelah keduanya bertemu, siapa yang memberikan daya untuk berubah Proses perkembangan janin dalam kandungan dan membelah? diatur oleh Allah Swt.

Sperma dan ovum itu mengetahui dengan sendirinya apa yang harus dilakukan.  Allah Swt. yang telah membuat semua itu menjadi mungkin. Allah Swt. yang memberi daya sekaligus arah. Allah Swt. yang menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh dua sel lemah itu. Inilah pelajaran agung dari Sang Maha Pencipta.

Pelajaran kedua adalah pelajaran bagi kesadaran manusia tentang asal usul dirinya dan Tuhan yang telah menciptakannya. Ayat ini mengajak manusia merenungkan kejadian dirinya. Manusia tidak ada dengan sendirinya melainkan ada karena diadakan oleh Yang Mahaada. Kesadaran tentang hal ini diharapkan dapat membawa dampak nyata pada perilaku manusia, kita bersama, untuk menjadi lebih baik sesuai tuntunan Allah Swt. yang telah menciptakan.

Pelajaran Allah Swt. dalam ayat ini menunjukkan bahwa hadirnya manusia di muka bumi ini diadakan oleh Allah Swt. tentu bukan tanpa tujuan. Tujuan hadirnya manusia untuk mengemban tugas sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Saat kita sadar tentang hal ini, kita mengetahui dari mana kita berasal dan tugas yang harus kita emban di bumi ini.

Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Manusia dan Peranannya di Muka Bumi

Surah Az-Zariyat Ayat 56 tentang Kewajiban Manusia untuk Beribadah


وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ 

Terjemahannya:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Az-Zariyat: 56)

Kandungan Surah Az-Zariyat Ayat 56

Setelah Allah Swt. menyatakan akan mengangkat khalifah di muka bumi dan mengajarkan tentang penciptaan manusia, pada ayat ini Allah Swt. menyampaikan kerangka umum tugas manusia di muka bumi ini. Ayat ini menjawab kewajiban yang harus dilakukan oleh manusia setelah diciptakan. Surah Az-Zariyat ayat 56 ini memberikan arah umum tugas manusia bahwa manusia diciptakan tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa saat diangkat sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi, manusia tidak bebas bertindak semau yang diinginkannya. Perilaku manusia dituntun untuk selalu sadar terhadap Tuhan dan menjalin hubungan dengan-Nya.

Manusia dipanggil dengan sebutan al-insa menunjukkan panggilan Allah Swt. pada jiwa kemanusiaan manusia yang unik dibandingkan makhluk Allah Swt. yang lain. Manusia berbeda dari batu, hewan, atau tanaman. Manusia memiliki akal sekaligus hati. Manusia memiliki nafsu, emosi, sekaligus fitrah kesucian jiwa. Artinya, manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan potensi untuk berbuat buruk. Dengan kedua potensi inilah manusia dipanggil oleh Allah Swt.

Dengan menggunakan kata al-insa Allah Swt. ingin mengingatkan manusia yang dapat berbuat baik sekaligus berbuat buruk itu bahwa dirinya ada di dunia ini tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Secara tidak langsung Allah mengingatkan manusia untuk berlaku sebaik-baiknya dan menjauhi potensi buruk yang ada pada dirinya. Allah Swt. mengingatkan manusia untuk menjalani kehidupannya sesuai dengan tuntunan yang telah Allah Swt. sediakan untuk manusia.

Beribadah kepada Allah Swt. merupakan keniscayaan dalam kehidupan manusia. Beribadah kepada Allah Swt. memiliki dua tindakan nyata, satu tindakan dalam kesadaran diri kita selaku manusia dan satu tindakan nyata dengan semua potensi yang ada pada diri kita untuk menuruti keinginan Allah Swt. atas kita. Tindakan dalam kesadaran adalah keimanan kita kepada Allah Swt. sebagai ilah yang kita sembah dan rabb yang memiliki kekuasaan mutlak atas diri kita. Kesadaran ini memberikan warna tauhid dalam diri kita sekaligus membebaskan jiwa kita dari kemusyrikan. Inilah dasar dalam beribadah kepada Allah Swt.

Kesadaran jiwa itu selanjutnya mewujud dalam tindakan nyata untuk mengikuti tuntunan dan aturan Allah Swt. dalam menjalani kehidupan. Kesadaran itu ada di sepanjang hidup kita karena setiap tindakan kita adalah ibadah kepada Allah Swt. Dengan kata lain, hidup kita adalah ibadah kepada Allah Swt.

Beribadah kepada Allah Swt. bukanlah semata menjalankan salat lima kali sehari atau berpuasa pada bulan Ramadan. Beribadah kepada Allah Swt. seharusnya kita lakukan dalam setiap tarikan napas kita. Setiap gerakan jari kita, setiap langkah kaki kita, setiap ucapan yang keluar dari lisan kita seharusnya bernilai ibadah kepada Allah Swt.

Dengan demikian, kita beribadah kepada Allah Swt. saat menuntut ilmu. Kita beribadah kepada Allah Swt. saat berjalan ke pasar dan sebagainya.

Pada ayat ini Allah Swt. juga memberikan informasi bahwa tidak hanya manusia yang memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah Swt. Ada makhluk lain yang juga mendapat tugas yang sama. Makhluk itu adalah jin. Bangsa jin yang merupakan makhluk tak kasat mata bagi manusia diciptakan Allah Swt. dari nyala api. Mereka juga memiliki pola kehidupan selayaknya manusia. Dalam arti mereka juga memiliki hati nurani, akal, emosi, bahkan kehidupan sosial. Mereka berkeluarga, bermasyarakat, dan juga bernegara.

Jin diciptakan Allah Swt. untuk beribadah kepada-Nya. Namun, syariat yang digunakan dalam ibadah mereka, hanya Allah yang mengetahui. Ada sebagian pendapat mengatakan bahwa syariat mereka adalah syariat manusia dan mengikuti ajaran yang disampaikan oleh para nabi manusia. Pendapat ini dikuatkan dengan berbagai dasar Al-Qur’an dan hadis. Di antaranya hadis dari Nabi saw. bahwa ada serombongan kaum jin yang datang menemui Nabi saw. untuk belajar agama dan Nabi saw. pun dengan senang hati menyampaikan pelajarannya. Hal ini menunjukkan bahwa kaum jin belajar syariat kepada manusia. Dengan demikian, pastilah mereka juga menggunakan syariat yang mereka pelajari tersebut. Pendapat lain menyebutkan bahwa mereka memiliki syariat mereka sendiri dalam beribadah. Pendapat ini beralasan bahwa karakteristik manusia dan jin berbeda. Oleh karena itu, seharusnyalah Allah menurunkan syariat yang sesuai dengan keunikan yang dimiliki bangsa jin.

Surah An-Nahl Ayat 78 tentang Nikmat Allah kepada Manusia


وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ 

Terjemahannya:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (Q.S. An-Nahl: 78)

Kandungan Surah An-Nahl Ayat 78

Allah Swt. Maha adil, Dia tidak memerintahkan sesuatu tanpa membekalinya dengan seperangkat kemampuan penunjang tugas yang diberikan-Nya. Allah Swt. berkehendak mengangkat seorang khalifah pemakmur, menciptakannya dalam sebaik-baik bentuk yang unik tetapi lemah, dan memberi tahu manusia bahwa tugasnya untuk beribadah. Pada Surah an-Nahl ayat 78 ini Allah Swt. menyatakan bekal yang diberikannya kepada manusia untuk melaksanakan amanah yang mereka emban. Bekal itu adalah pendengaran, penglihatan, dan hati nurani.

Sesosok bayi kecil terlahir dalam proses penciptaannya sebagai manusia. Makhluk kecil ini telah mendapat ilham keimanan kepada Allah Swt. Alastu birabbikum? Bala- syahidna-. Apakah Aku ini Tuhanmu? Benar kami menjadi saksi tentang hal itu. Semasa masih dalam kandungan percakapan ini berlangsung antara Allah Swt. dengan fitrah manusia. Setelah terlahir di dunia ini, bayi itu tidak mengetahui suatu apa pun juga. Tidak ada setitik pengetahuan terlintas dalam pikirannya. Yang ada pada dirinya hanyalah ilham insting seorang bayi yang menangis kala lapar atau haus dan potensi untuk berkembang.

Potensi yang ada pada diri manusia sangatlah besar. Allah Swt. mengaruniakan potensi berupa kemampuan untuk berpikir pada otak manusia dan kemampuan fisik. Selain kedua potensi itu, Allah Swt. juga memberikan ilham ketakwaan dan kefajiran (kerusakan) dalam jiwa manusia. Ilham ini membuka kesempatan bagi manusia untuk berkembang seluas mungkin sebagai sosok pemakmur bumi. Ilham ini pula yang akan menjadi ujian bagi manusia dalam kehidupannya di dunia ini. Ilham ketakwaan dan kefajiran ini akan selalu bertarung dalam  jiwa manusia. Keduanya akan mewarnai perjalanan hidup manusia dalam menghadapi segala hal yang terjadi. Untuk mengatasi kedua ilham inilah Allah Swt. menurunkan tuntunannya bagi manusia.

Semua potensi dan ilham di atas melekat pada diri manusia sesuai dengan kadar masing-masing. Akan tetapi, semua potensi dan ilham itu tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Diperlukan pintu dan pengarah bagi potensi dan ilham tersebut. Oleh karena itu, Allah Swt. melengkapinya dengan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Pendengaran dan penglihatan merupakan pintu bagi manusia untuk berhubungan dengan dunia luar. Tersambungnya manusia dengan dunia luar melalui penglihatan dan pendengaran menyebabkan semua gerak jasad dan jiwanya berkembang.

Allah mengaruniai manusia pendengaran dan penglihatan agar dapat belajar dan bergerak. Dengan penglihatan, manusia mengetahui segala benda di sekitarnya dan dengan pendengaran manusia belajar pengetahuannya. Bayangkan yang akan terjadi saat sesosok bayi tidak dapat melihat dan mendengar hingga masa dewasanya. Dirinya akan lumpuh karena gerak motoriknya tidak berkembang. Dia juga akan menjadi seorang yang bisu atau gagu karena tidak mengetahui apa yang harus diucapkannya.

Hati nurani merupakan karunia ketiga dan teragung yang diberikan kepada manusia. Hati nurani menjadi pengarah hidup manusia. Hati nurani inilah yang akan menjadi pengendali tindakan manusia. Dalam kehidupannya, manusia dihadapkan pada berbagai keadaan dan pilihan. Adakalanya pilihan yang ada mengarahkan pada kesesatan dan tidak jarang pula tawaran kebaikan tampak tidak begitu menarik. Melihat pilihan ini manusia cenderung tergerak mengikuti hawa nafsunya yang menginginkan kenikmatan sesaat di dunia ini. Dalam keadaan seperti inilah hati nurani berperan.

Hati nurani mengingatkan manusia terhadap arah yang benar dalam hidupnya. Hati nurani membisikkan ilham kebaikan dalam jiwa manusia. Apabila manusia mengikuti arahan hati nurani maka ia akan menuju kebenaran yang ada dalam fitrah manusia, yaitu menuju Allah Swt.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama