Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Ikhlas dalam Beribadah

Membantu fakir miskin, anak yatim, atau sesama yang membutuhkan merupakan perintah Allah Swt. dan rasul-Nya. Allah Swt. telah menyediakan pahala berlimpah bagi orang-orang yang mau melaksanakannya dengan ikhlas karena Dia semata. Bagi mereka yang melaksanakan ibadah untuk tujuan lain seperti mendapat pujian dan sanjungan dari sesama, Allah Swt. tidak akan memberikan pahala kepada mereka. Balasan yang mereka peroleh adalah sanjungan dan pujian yang mungkin datang dari sesama yang menyaksikannya. Mereka tidak akan memperoleh balasan dari Allah Swt. Oleh karena itu, ibadah hendaknya dilakukan dengan ikhlas karena Allah Swt. semata.

Surah Al-An‘am Ayat 162–163


قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣ 

Terjemahannya:

(162) Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam (163) Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" (Q.S. Al-An‘am 162–163)

Kandungan Surah Al-An‘am Ayat 162–163

Surah al-An‘am Ayat 162–163 memberi penjelasan kepada kita tentang keikhlasan dalam beribadah. Ayat tersebut juga merupakan salah satu bagian doa iftitah salat yang diajarkan Rasulullah saw. yang artinya, ". . . Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).”

Ayat 162–163 Surah al-An‘am merupakan pengakuan terhadap kekuasaan Allah Swt. Tidak ada Tuhan selain Allah Swt. dan hanya Dia yang patut disembah karena tidak ada satu pun makhluk yang dapat menandingi kekuasaan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia. Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang menyekutukan-Nya sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi yang artinya.

"Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Allah yang Mahamulia dan Mahabesar berfirman: 'Aku adalah penyekutu yang paling tidak membutuhkan sekutu, barang siapa yang beramal sesuatu amal ia menyekutukan kepada selain-Ku, maka Aku terlepas dari padanya, amal itu untuk sesuatu yang ia sekutukan'." (H.R. Ibnu Majah)

Minimal lima kali dalam sehari semalam kita mengulangi ikrar dan pengakuan ini. Ikrar yang diucapkan pada saat hendak menunaikan salat menandakan bahwa kita ikhlas menunaikannya karena Allah Swt. semata. Perintah untuk beribadah dengan ikhlas kepada Allah Swt. sangat wajar. Hal ini karena Dia telah mengaruniakan nikmat yang berlimpah kepada kita. Oleh karena itu, semua amal dan ibadah sehari-hari harus kita ikhlaskan hanya untuk mencari rida Allah Swt. Kesediaan mengerjakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya merupakan salah satu bentuk keikhlasan sebagai makhluk.

Kewajiban beribadah kepada Allah Swt. sangat banyak macamnya seperti kewajiban menunaikan salat. Perintah menunaikan salat dapat kita temukan dalam ayat Al-Qur’an dan hadis. Ketika azan telah berkumandang, sebagai umat Islam kita hendaknya segera menunaikan salat dengan meninggalkan aktivitas duniawi untuk sementara. Salat hendaknya ditunaikan tanpa paksaan dari pihak lain dengan kesadaran untuk tunduk pada perintah-Nya secara ikhlas. Selain itu, dengan menunaikan salat seseorang dapat berkomunikasi dan mengadukan persoalan yang dihadapi secara langsung kepada zat Yang Mahaagung.

Semua ibadah yang kita kerjakan harus dilaksanakan dengan ikhlas hanya untuk Allah Swt. semata. Pada saat kita mengerjakan ibadah mahd.ah, yaitu ibadah yang telah ada ketetapan secara pasti, seperti salat, puasa, haji, dan zakat harus diniatkan ikhlas karena Allah Swt. semata. Bukan hanya ibadah mahdah, tetapi ibadah gairu mahd.ah, yaitu ibadah yang tidak ada aturan yang pasti, harus didasarkan niat untuk menggapai rida dari Allah Swt.

Dapat disimpulkan bahwa seluruh amaliah yang kita kerjakan seharihari harus diniatkan untuk mencari rida dari Allah Swt. Sebaliknya, jika amal kebajikan kita sehari-hari diniatkan untuk mendapat penghargaan, sanjungan, ataupun imbalan dari sesama manusia, belum dikatakan ikhlas karena Allah. Dengan demikian, perbuatan tersebut berarti tidak bernilai ibadah sehingga kita tidak berhak mendapatkan balasan kebaikan dariNya.

Selain amal yang harus diniatkan ikhlas karena Allah Swt. semata, hidup dan mati juga diserahkan hanya untuk-Nya. Allah Swt. yang telah menciptakan diri kita dan seluruh makhluk. Allah yang telah mengaruniai nyawa sehingga kita dapat merasakan kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, kita harus menyerahkan kesempatan hidup untuk mengabdi kepadaNya. Oleh karena hidup hanya untuk Allah Swt., kita pun rela berkorban untuk memenuhi perintah-Nya. Hanya Allah Swt. yang memiliki kekuasaan untuk menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya. Seluruh makhluk akan kembali kepada-Nya.

Pada pengujung ayat pertama dijelaskan ”Tidak ada sekutu bagi Allah dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” Allah adalah Tuhan Maha Esa yang menciptakan, mengatur, dan memelihara makhluk-Nya. Dari sini, kita dianjurkan untuk menyerahkan diri kepada Allah dan melepaskan diri dari berharap kepada makhluk-Nya. Penyerahan diri inilah yang disebut dengan Islam.

Sebagai bukti penyerahan diri kepada Allah, kita harus bersedia mengerjakan ibadah seperti yang diajarkan Rasulullah saw. serta menaati semua perintah dan menjauhi larangannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita menjadi seorang muslim sempurna yang memiliki keteguhan iman serta tekad yang kuat untuk menjalankan ibadah secara ikhlas karena Allah Swt.

Dari kandungan ayat 162–163 Surah al-An'am dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

  1. Menunaikan ibadah harus ikhlas untuk mencari rida Allah Swt.
  2. Hidup dan mati hanya Allah yang menentukan sehingga kita seharusnya bersikap ikhlas dalam menjalani hidup dan berserah diri jika Allah berkehendak mencabut nyawa kita.
  3. Larangan untuk menyekutukan Allah dengan segala sesuatu apa pun.
  4. Kita dianjurkan untuk berusaha menjadi golongan orang-orang yang berserah diri kepada Allah Swt. 

Wujud peneladanan terhadap kandungan Surah al-An‘am ayat 162–163 yang dapat kita lakukan dalam kehidupan seharihari adalah berniat dalam menunaikan ibadah hanya untuk Allah Swt. semata. Selain itu, suatu pekerjaan yang baik harus kita niatkan karena Allah Swt. Hal ini karena segala sesuatu tergantung pada niat. Jika suatu perbuatan diniatkan sebagai ibadah, Allah Swt. akan mencatatnya sebagai ibadah.


Surah Al-Bayyinah Ayat 5 


وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ 

Terjemahannya:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Q.S. Surah Al-Bayyinah: 5)

Kandungan Surah Al-Bayyinah Ayat 5

Ikhlas dalam beribadah kepada Allah Swt. jika dicermati secara mendalam sesungguhnya menjadi keharusan bagi kita. Allah Swt. adalah Tuhan yang menciptakan diri kita dari mulanya tidak ada menjadi ada. (Lihat Surah al-Baqarah ayat ke-21)

Manusia juga bukan makhluk yang memiliki kekuatan dan kemampuan tidak terbatas. Manusia hanyalah makhluk lemah yang selalu merasa khawatir. Ia sering dilingkupi rasa ketakutan saat ada kekuatan lain yang dapat mengancam keselamatan dirinya. Oleh karena itu, ia membutuhkan sesuatu yang dapat menghilangkan kekhawatiran dan ketakutannya itu.

Manusia yang diliputi kekhawatiran dan ketakutan pada awalnya akan mencari perlindungan kepada sesama makhluk. Akan tetapi, kekuatan yang ada pada makhluk selalu tidak memuaskan manusia. Oleh karena itu, manusia akan mencari kekuatan yang berada di luar alam raya.

Dalam keadaan yang demikian, manusia pada akhirnya akan mencari Tuhan yang diyakini dapat memenuhi segala kebutuhan, yang mampu menghilangkan kecemasan, dan bisa memenuhi kekurangan yang pasti dimiliki oleh setiap manusia, termasuk diri kita. Inilah alasan kita harus mantap dan ikhlas dalam beribadah.

Anjuran untuk beribadah dengan ikhlas dipertegas lagi dalam ayat ke-5 Surah al-Bayyinah [98]. Surah tersebut menjelaskan, ”Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya sematamata karena (menjalankan) agama dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” Sebagai makhluk Allah, kita diciptakan di dunia ini semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Kita tidak diperintahkan untuk menyekutukan Allah dan berbuat maksiat. Akan tetapi, ibadah yang kita kerjakan masih belum sempurna jika tidak dilakukan dengan ikhlas. Dari sini dapat dipahami bahwa nilai ibadah tidak hanya diukur dari kuantitas yang telah dilakukan, tetapi dari kualitasnya.

Di antara kualitas ibadah yang paling utama adalah keikhlasan untuk mencari rida Allah Swt. Sebagai contoh, seseorang yang sering bersedekah jika sekadar berharap mendapat sanjungan dari orang lain, di hadapan Allah Swt. tidaklah bernilai. Ia tidak berhak mendapatkan balasan kebaikan dari-Nya.

Allah melaknat seseorang yang melakukan ibadah untuk mendapatkan penghargaan dari makhluk. Beribadah kepada selain Allah berarti telah melakukan dosa besar berupa syirik. Dari penjelasan di atas, ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar ibadah diterima oleh Allah Swt.

  1. Lillah, yaitu adanya niat dengan tulus ikhlas karena Allah Swt.
  2. Billah, yaitu cara pelaksanaannya seperti yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.
  3. Ilallah, yaitu dengan tujuan hanya untuk mencari rida dari Allah Swt.

Ajaran agama mengajak manusia untuk selalu menjalankan kebenaran dan tidak berpaling kepada yang salah. Melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebaikan dan mencari kebenaran dengan dasar niat karena Allah Swt., sejatinya merupakan ibadah kepada-Nya. Oleh karena itu, setiap kali kita melakukan kebaikan, hendaknya dengan tujuan mencari rida Allah Swt.

Pada kelanjutan ayat 5 Surah al-Bayyinah Allah Swt. menjelaskan tentang dua macam ibadah yang sangat penting untuk kita tunaikan, yaitu salat dan zakat. Salat merupakan ibadah yang paling utama dan menjadi sarana dalam berhubungan secara langsung kepada Allah (hablum minallah). Dengan menunaikan salat berarti kita mengkhususkan diri untuk mengingat Allah dan membuktikan ketundukan kepada-Nya. Salat juga merupakan ibadah yang pertama kali dihisab.

Zakat merupakan ibadah sebagai sarana mengukuhkan hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas). Zakat dilakukan dengan mengeluarkan sebagian dari harta benda untuk membantu fakir miskin dan menegakkan agama. Ibadah salat dan zakat harus selalu kita pelihara untuk menegakkan agama Islam agar tetap kukuh.

Pada penutup ayat ke-5 Surah al-Bayyinah ditegaskan "dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)." Dari sini dapat dipahami bahwa menyembah Allah Swt., ikhlas beribadah, cenderung berbuat kebaikan, menegakkan salat, serta mengeluarkan zakat merupakan inti ajaran yang dibawa oleh para rasul, termasuk Rasulullah saw. Dengan demikian, jika hendak menunaikan ajaran agama secara sempurna, kita harus mengamalkan perintah yang termaktub dalam Surah al-Bayyinah ayat kelima.

Di antara kesimpulan yang dapat ditarik dari Surah al-Bayyinah ayat 5 sebagai berikut.

  1. Syarat pokok dalam beribadah adalah niat ikhlas untuk Allah Swt.
  2. Selain ikhlas, juga harus didukung dengan cara pelaksanaannya yang benar dengan tujuan hanya untuk mencari rida Allah Swt.
  3. Salat dan zakat merupakan ibadah yang sangat penting dalam agama. Sikap sebagai wujud peneladanan terhadap kandungan Surah al-Bayyinah ayat 5 dengan senantiasa beribadah dengan ikhlas karena Allah Swt. Ibadah yang kita kerjakan bukan untuk dilihat sesama dan mendapat pujian dari sesama. Ibadah tetap dilaksanakan meskipun tidak ada yang melihatnya. Selain itu, kita juga menunaikan ibadah salat dan zakat sebagai bagian dari perintah-Nya

Zakat merupakan salah satu ibadah yang disebut dalam Surah al-Bayyinah ayat 5. Zakat merupakan ibadah yang dilakukan untuk membersihkan harta. Dalam harta yang dikaruniakan kepada kita terdapat hak fakir miskin. Oleh karena itu, zakat merupakan ibadah yang mengandung aspek sosial. Zakat dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mengentaskan kemiskinan. Zakat dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mempersempit kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya. Dengan pengelolaan yang profesional kita berharap zakat dapat dimanfaatkan secara optimal untuk membangun perekonomian umat dan mengentaskan mereka dari kemiskinan.

Hadis-Hadis tentang Keikhlasan


Untuk mendukung pemahaman tentang keikhlasan dalam beribadah dan beramal sebagaimana dibahas dalam Surah al-An‘am ayay 162–164 dan al-Bayyinah ayat 5, kita perlu menyimak beberapa hadis berikut ini

1. Amal Tergantung pada Niatnya

Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

Dan dari Umar bin Khattab r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya amalan itu harus didasari dengan niat dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa berhijrah (diniatkan) kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya itu untuk Allah Swt. dan rasul-Nya. Akan tetapi, barang siapa yang hijrahnya untuk suatu kepentingan dunia yang dikejarnya atau karena seorang perempuan yang hendak dikawininya maka ia hijrah pada apa yang diniatinya itu. (H.R. Muttafaqun Alaih)

Dari hadis di atas ada banyak hikmah yang dapat dipetik sebagai berikut.

  1. Seluruh amal ibadah tidak diakui oleh syara’, kecuali jika disertai niat untuk ibadah.
  2. Pahala orang yang beramal ditentukan menurut kadar amalannya serta baik dan buruk niatnya.
  3. Jika hijrah didasari niat untuk mendapatkan kepentingan duniawi, tidak akan mendapatkan pahala dari Allah Swt.
  4. Niat merupakan ukuran sahnya suatu perbuatan. Jika niatnya benar, amalannya juga akan benar, sebaliknya jika rusak niatnya amalannya pun akan rusak.
  5. Niat itu bersifat pribadi sehingga tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.

2. Berjihad karena Allah

"Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Ansyari r.a. berkata: Rasulullah saw. pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang karena keberaniannya, dan orang yang berperang karena fanatismenya, serta orang yang berperang karena riya, manakah yang disebut perang di jalan Allah? Rasulullah kemudian menjawab, Barang siapa yang berperang supaya kalimatullah itulah yang tinggi, maka dialah yang berperang dijalan Allah." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dari hadis tersebut ada banyak hikmah yang dapat dipetik sebagai berikut.

  1. Berjihad untuk menegakkan agama Allah juga harus didasari niat yang ikhlas untuk mencari rida dari-Nya.
  2. Jihad yang didasari keinginan agar disebut sebagai pahlawan atau sekadar karena sikap fanatik terhadap golongannya, tidak mendapatkan balasan kebaikan apa pun dari Allah.

Hanya dengan Ikhlas ibadah kita akan diterima oleh Allah, dan hanya dengan ikhlas kita akan mendapat ridho dari Allah swt. Jangan harap ibadah kita diterima kalau masih riya dalam beribadah. Semoga postingan tentang Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Ikhlas dalam Beribadah menjadikan kita orang yang selalu ikhlas dalam segala hal.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama