Hukum Islam Tentang Pernikahan

Jika kamu belum pernah, mungkin orang tua atau saudaramu pernah menerimanya. Pernikahan atau perkawinan merupakan pintu gerbang untuk membentuk sebuah keluarga. Pernikahan bisanya disempurnakan dengan acara walimah yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah swt. dan pengumuman kepada khalayak ramai atas pernikahan tersebut.

Ketentuan Perkawinan


1. Pengertian Nikah


Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pengertian nikah menurut istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah swt.

Pengertian pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada beberapa ayat Al-Quran yang berisi perintah menikah sebagai berikut.

Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S. ar-Rum: 21)

Hukum menikah adalah sunah muakkad, tetapi bisa berubah sesuai dengan kondisi dan niat seseorang. Jika seseorang menikah dengan diniatkan sebagai usaha untuk menjauhi dari perzinaan, hukumnya sunah. Akan tetapi, jika diniatkan untuk sesuatu yang buruk, hukumnya menjadi makruh, bahkan haram. (Sulaiman Rasyid. 1996)

2. Rukun Nikah


Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah. Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi berarti pernikahan dianggap belum terjadi. Rukun nikah sebagai berikut.

a. Ada mempelai yang akan menikah.
b. Ada wali yang menikahkan.
c. Ada ijab dan qabul dari wali dan mempelai laki-laki.
d. Ada dua saksi pernikahan tersebut.

Dalam pernikahan harus ada kerelaan hati laki-laki dan perempuan yang akan menikah tanpa paksaan. Kerelaan hati merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tersembunyi sehingga perlu diungkapkan dalam bentuk ijab kabul.

3. Syarat Nikah


Selain memiliki rukun, pernikahan juga ada syarat-syarat tertentu sebagai berikut.

a. Calon Suami Telah Baliq dan Berakal

Calon suami disyaratkan telah balig dan berakal. Calon suami juga disyaratkan tidak memiliki halangan syar'i untuk menikahi wanita tersebut.

b. Calon Istri yang Halal Dinikahi

Calon istri disyaratkan wanita yang halal dinikahi dan bersedia dinikahi.

c. Lafal Ijab dan Kabul Harus Bersifat Selamanya

Ijab merupakan pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikatkan diri. Kabul merupakan pernyataan pihak lain yang menyatakan diri menerima pernyataan ijab tersebut.

Ijab dan kabul dalam nikah harus bersifat selamanya bukan untuk sementara atau dibatasi oleh waktu. Ijab dan kabul yang bersifat sementara atau yang membatasi waktu pernikahan diharamkan dalam Islam.

d. Dua Orang Saksi

Menurut jumhur ulama akad nikah minimal dihadiri oleh dua orang saksi. Saksi dalam akad nikah harus memenuhi syarat-syarat, cakap bertindak secara hukum (balig dan berakal), minimal dua orang, laki-laki, merdeka, orang yang adil, muslim, dapat melihat (menurut ulama Mazhab Syafi‘i. (Sulaiman Rasyid. 1996.)

e. Identitas Pelaku Akad Diungkapkan Secara Jelas

Identitas pelaku akad harus jelas sebagaimana diungkapkan oleh Mazhab Syafi'i dan Hambali. Menurut Mazhab Syafi'i dan Hambali, seorang wali yang menikahkan anaknya dengan seorang laki-laki tanpa disebutkan identitas atau ciri-cirinya, akad tersebut tidak sah. Akan tetapi, jika disebutkan, nikahnya sah.

f. Wali Harus Memenuhi Syarat

Jumhur ulama berpendapat bahwa akad nikah tidak sah tanpa wali. Wali nikah harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain:

1) laki-laki,
2) balig dan berakal sehat,
3) beragama Islam,
4) merdeka,
5) memiliki hak perwalian,
6) tidak ada halangan untuk menjadi wali, dan
7) adil.

4. Macam-Macam Pernikahan


Pernikahan dalam Islam sah jika dilakukan dengan rukun dan syarat sebagaimana dijelaskan di atas. Ketentuan tentang pernikahan berdasarkan hukum Islam ini menjadi acuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai dasar hukum pelaksanaan pernikahan bagi umat Islam. Dalam perkembangannya, masyarakat kita saat ini mengenal beberapa macam pernikahan, misalnya nikah sirri, mut'ah, dan poligami.

a. Nikah Sirri

Nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan tanpa proses pencatatan oleh pemerintah yang wewenangnya ada pada KUA (Kantor Urusan Agama). Nikah dengan cara ini disebut sirri yang secara bahasa berarti diam-diam. Oleh karena tanpa pencatatan dari pemerintah, nikah sirri cenderung merugikan salah satu pihak, khususnya perempuan jika terjadi masalah dalam pernikahannya.

b. Nikah Mut'ah

Nikah mut'ah yaitu seseorang menikah dalam batas waktu tertentu dengan memberikan kepada seorang perempuan berupa harta, makanan, atau pakaian. Ketika batas waktu yang disepakati sudah selesai, mereka dengan sendirinya berpisah tanpa harus melalui perceraian. Dengan demikian, tidak berlaku hak waris mewarisi. Pernikahan jenis ini dilarang oleh Rasulullah karena bertentangan dengan nilai keadilan dalam Islam.

c. Poligami

Poligami adalah menikahnya seorang laki-laki dengan perempuan dengan jumlah lebih dari satu, maksimal empat. Dalam Islam, seorang laki-laki dibolehkan melakukan poligami (perhatikan surat an-Nisa ayat 3), tetapi dengan syarat-syarat tertentu yang tidak mudah, misalnya harus adil, bisa memenuhi kebutuhan istri, dan terhindari dari perselisihan antar istri. Oleh karena itu, bagi yang tidak bisa memenuhi syarat tersebut, dianjurkan untuk monogami (beristri satu).

5. Hikmah Perkawinan


Nikah merupakan pertemuan antara dua cinta, cinta seorang wanita kepada laki-laki dan cinta seorang laki-laki kepada wanita. Mereka memilih hidup bersama dalam ikatan perkawinan yang sah. Pada dasarnya cinta merupakan sesuatu yang suci, tergantung bingkainya. Jika cinta dibingkai dengan bingkai yang halal, cinta akan menjadi halal. Untuk menjadikan cinta sesuatu yang halal, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk membingkainya dalam sebuah pernikahan.

Pernikahan merupakan sebuah perjanjian suci yang menjadikan Allah swt. sebagai pemersatunya. Dengan pernikahan, cinta dan kasih sayang terasa lebih nikmat dan menyenangkan. Menikah dalam Islam bukan hanya didasari oleh ketertarikan secara fisik. Ketertarikan secara fisik hanya permulaan ketika seseorang memutuskan untuk membina sebuah keluarga. Puncak dari keindahan pernikahan adalah munculnya keindahan kepribadian dan akhlak yang mulia pada diri suami atau istri.

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama yang memiliki banyak hikmah. Di antara hikmah pernikahan meliputi hal-hal sebagai berikut.

  • Memenuhi kebutuhan biologis manusia dengan cara yang suci dan halal
  • Memelihara kesucian dan kehormatan dari perbuatan zina.
  • Membentuk rumah tangga islami yang sejahtera lahir dan batin.
  • Mendidik anak-anak menjadi mulia dan memelihara nasab.
  • Mengikuti sunah rasul dan untuk meningkatkan ibadah kepada Allah swt.
  • Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak.
  • Membagi tanggung jawab antara suami dengan istri yang selama ini masih dipikul sendiri-sendiri.
  • Menyatukan keluarga kedua belah pihak.

Putusnya Perkawinan


Allah swt. menjadikan pernikahan sebagai sebuah ikatan yang sakral dan suci. Akan tetapi, ikatan yang suci itu dalam keadaan tertentu terpaksa putus. Penyebab putusnya pernikahan sebagai berikut.

1. Meninggal Dunia


Jika salah satu pihak suami atau istri meninggal dunia, pernikahan dengan sendirinya putus atau berakhir. Jika salah satu pihak, ditinggal mati oleh pasangannya, hubungan perkawinannya menunjukkan telah berakhir.

2. Perceraian


Perceraian merupakan penyebab putusnya pernikahan. Perceraian dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut.

a. Talak

Pengertian talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan, meninggalkan, dan memisahkan. Pengertian talak menurut istilah adalah putusnya tali pernikahan yang telah dijalin oleh suami istri. Talak merupakan alternatif terakhir jika pernikahan sudah tidak mungkin dipertahankan lagi. Talak boleh dilakukan dan halal hukumnya, tetapi perbuatan tersebut dibenci oleh Allah swt. Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut ini.

Artinya: Dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, "Sesuatu yang halal yang sangat dibenci oleh Allah ialah talak." (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Setiap suami berhak menalak istrinya sampai tiga kali atau talak tiga. Hak talak berada di tangan suami. Meskipun demikian, Islam memberi hak kepada istri untuk menuntut cerai kepada suami yang telah melanggar ketentuan-ketentuan pernikahan. Hak istri untuk menuntut cerai berupa hak khulu' (talak tebus). Dengan adanya hak khulu', terdapat keseimbangan hak suami istri.

Talak merupakan jalan keluar dari Allah swt. kepada hamba-Nya. Sepasang suami istri tentu mendambakan keluarga yang bahagia. Akan tetapi, kadang tujuan pernikahan sulit tercapai oleh sikap atau kondisi yang ada pada diri suami atau istri. Untuk mengatasi masalah tersebut Allah swt. memberi jalan, yaitu talak dengan tata cara yang telah ditentukanNya.  Allah swt. memberi hak talak sebanyak tiga kali.

1) Sebab-Sebab Talak

Ada beberapa penyebab talak seperti berikut.

a) Li'an

Li'an merupakan tuduhan melakukan zina dari seorang suami terhadap istrinya. Li'an bisa berbentuk tuduhan suami terhadap istri bahwa istri telah melakukan zina, sementara ia tidak bisa mendatangkan empat orang saksi. Dapat berbentuk penolakan bahwa anak yang dikandung istri bukan anaknya. Li'an mengakibatkan terjadinya perceraian antara suami istri untuk selamanya. Jika setelah bercerai tuduhan suami tidak benar, menurut jumhur ulama mereka tidak boleh menikah untuk selamanya. (Ensiklopedi Islam 5. 1993)

b) Ila'

Ila' merupakan sumpah suami yang menyatakan bahwa dia tidak akan menggauli istrinya selama empat bulan atau lebih. Suami boleh menggauli kembali istrinya setelah membayar kafarat. Kafarat ila' adalah memerdekakan budak. Jika tidak mampu, memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian mereka. Jika tidak sanggup menunaikannya, ia harus berpuasa selama tiga hari.

Menurut jumhur ulama, jika waktu empat bulan telah lewat dan istri telah meminta suaminya untuk kembali dengan menunaikan kafarat, tetapi suami tidak mau, hakim harus memberi pilihan kepada suami untuk kembali kepada istri atau menalaknya. Jika suami tidak mau memilih, hakim menjatuhkan talak dan dianggap sebagai talak raj'i. (Ensiklopedi Islam 5. 1993)

2) Macam-Macam Talak

Talak dilihat dari segi cara menjatuhkannya dibagi menjadi dua sebagai berikut.

a) Talak Sunny

Talak sunny yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan sunnah atau syariat Islam, yaitu:

  • menalak istri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua, dan tiga); serta
  • istri yang ditalak dalam keadaan suci dan belum digauli.

b) Talak Bid'i

Talak bid'i merupakan talak yang dijatuhkan melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat Islam, yaitu:

  • menalak istri dengan tiga kali talak sekaligus;
  • menalak istri dalam keadaan haid;
  • menalak istri dalam keadaan nifas; dan
  • menjatuhkan talak kepada istri yang dalam keadaan suci, tetapi telah digauli sebelumnya, padahal kehamilannya belum jelas.

Talak dilihat dari segi boleh tidaknya suami istri rujuk dibagi menjadi dua sebagai berikut.

a) Talak Raj'i

Talak raj'i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri sebanyak satu atau dua kali. Talak raj'i menyebabkan suami masih boleh rujuk kepada istrinya tanpa harus melakukan akad nikah lagi. Rujuk dilakukan dalam masa idah. Talak raj'i berakibat pada berkurangnya bilangan talak yang dimiliki suami.

b) Talak Ba'in

Talak ba'in yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri dan suami boleh kembali kepada istri dengan akad dan mahar baru. Talak ba'in dibagi menjadi dua, yaitu talak ba'in sugra dan talak ba'in kubra. Talak ba'in sugra merupakan talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang belum disetubuhi, talak raj'i yang telah habis masa idahnya sementara suami tidak rujuk dalam masa tersebut, dan talak dengan tebusan (khulu').

Talak ba'in kubra yaitu talak yang dijatuhkan suami untuk ketiga kalinya. Seorang suami yang telah menjatuhkan talak ba'in kubra tidak boleh rujuk atau menikah lagi dengan mantan istrinya. Jika suami ingin kembali kepada istri yang telah ditalak ba'in kubra, harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

  • Mantan istri telah menikah dengan pria lain.
  • Telah dicampuri oleh suami barunya.
  • Telah diceraikan oleh suami barunya.
  • Telah habis masa idah sesudah cerai dengan suami barunya. (Ensiklopedi Islam 5. 1993. H alaman 56-57)

Berkaitan dengan syarat yang telah disebutkan di atas, Allah swt. berfirman seperti berikut.

Artinya: Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan. (Q.S. al-Baqarah: 230)

b. Khulu'

Khulu' (talak tebus) merupakan talak yang diucapkan suami dengan cara istri membayar ganti rugi atau mengembalikan mahar yang pernah diterima dari suami. Khulu' dilakukan suami atas permintaan istri karena sikap suami yang telah melanggar ketentuan pernikahan. Jika pernikahan tersebut dipertahankan, akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan pernikahan.

Khulu' merupakan salah satu bentuk keseimbangan hak antara suami istri. Jika suami memiliki hak untuk menjatuhkan talak, seorang istri memiliki hak untuk menuntut dijatuhkannya talak jika suami telah melanggar ketentuan pernikahan. Ketika seorang istri mengajukan khulu', ia memberikan ganti rugi kepada suami dengan cara mengembalikan seluruh atau sebagian mahar yang pernah diterimanya. Selain itu, tebusan atau ganti rugi juga dapat dilakukan dengan harta lain yang bukan mahar. Perhatikan firman Allah swt. berikut ini.

Artinya: "...Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim. (Q.S. al-Baqarah: 229)

Khulu' berakibat pada suami atau istri. Khulu' mengakibatkan hal-hal sebagai berikut.

  • Terjadinya talak ba‘in jika unsur ganti ruginya terpenuhi dan jika unsur ganti rugi tidak ada, perceraian ini merupakan talak biasa.
  • Mahar yang menjadi tanggungan suami juga gugur dari hak istri jika ganti rugi khulu’ tersebut bukan mahar.
  • Gugurnya seluruh hak yang berhubungan dengan harta di antara kedua belah pihak jika harta itu diperoleh setelah khulu’ terjadi.
  • Segala bentuk nafkah yang wajib ditunaikan suami sebelum khulu’ gugur setelah terjadinya khulu'.
  • Nafkah istri selama masa idah tidak gugur dan wajib dibayarkan suami.

c. Fasakh

Fasakh merupakan salah satu penyebab putusnya pernikahan. Fasakh merupakan batalnya akad atau lepasnya ikatan perkawinan antara suami istri yang disebabkan terjadinya cacat atau kerusakan pada akad itu sendiri, atau disebabkan hal-hal yang datang kemudian yang menyebabkan akad tidak dapat dilanjutkan.

Fasakh yang disebabkan adanya cacat atau kerusakan yang terjadi dalam akad nikah, seperti berikut.

  • Setelah akad dilakukan, diketahui bahwa pasangan itu ternyata saudara sekandung, seayah seibu, atau saudara sepersusuan.
  • Seorang anak yang belum balig (lelaki atau perempuan) dinikahkan oleh walinya yang bukan ayah atau kakeknya kemudian anak ini mencapai usia balig, ia berhak untuk memilih (hak khiar), perkawinan yang telah diakadkan itu diteruskan atau dihentikan. Hak ini dinamakan khiyar bulug (hak pilih setelah seseorang sampai usia balig). Jika salah seorang di antara anak yang telah balig tersebut memilih untuk tidak melanjutkan perkawinan tersebut, akad ini dianggap fasakh. (Ensiklopedi H ukum Islam 1. 1997)

Adapun fasakh yang disebabkan sesuatu yang datang kemudian pada akad sehingga akad tersebut tidak dapat dilanjutkan seperti berikut.

  • Jika suami istri dahulunya non-Islam, kemudian istrinya masuk Islam. Pada saat itu juga akad tersebut batal karena muslimah dilarang menikah dengan laki-laki musyrik.
  • Jika salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari agama Islam untuk selamanya (Ensiklopedi Hukum Islam 1. 1997)

Pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh seorang muslim yang telah mampu melakukannya. Pernikahan juga merupakan sarana yang sah bagi pasangan suami istri untuk menggapai cita-cita dalam menjalani hidup baru. Agar pernikahan dapat berlangsung dengan baik, syariat Islam menetapkan ketentuan-ketentuan tertentu. Kita harus menerapkan aturan syariat tersebut agar pernikahan benar-benar akan membawa kemaslahan bagi umat manusia.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama