A. Pendahuluan
Sebuah gambaran awal tentang gagasan pendidikan budaya adalah bentuk pendidikan yang mencanangkan budaya daerah atau kearifan lokal ke dalam muatan mata pelajaran yang ada di sekolah. Budaya sebagai akar rumput keberadaan peradaban di suatu daerah disebut sebagai bagian dari fenomena kehidupan masyarakat yang terus dikembangkan dan dikemas sesuai dengan gaya hidup.
Hegemoni budaya luar yang telah merasuki alur pemikiran anak muda Indonesia memperlihatkan lemahnya pembentukan karakter manusia nusantara yang dilakukan oleh dunia pendidikan. Budaya luar yang diimpor melalui media massa yang sudah disediakan oleh teknologi modern menjadikan budaya luar dengan leluasa masuk ke Indonesia. Masuknya budaya luar ini tidak perlu untuk dibendung, namun dikontrol saja, karena manusia Indonesia perlu juga mengenal budaya luar. Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini sebagian besar manusia sudah mempunyai ketergantungan terhadap teknologi, bahkan sudah menjadi kebutuhan primer. Namun disisi lain teknologi perlu diimbangi dengan pendidikan etika/moral, pendidikan budaya, dan pendidikan karakter bangsa, sehingga kita tidak kehilangan identitas sebagai masyarakat Indonesia yang beretika dan berbudaya.
Berbeda dari sebagian Negara yang mencetuskan monokultural sebagai paham dalam kebudayaannya, maka Indonesia yang masih berpaham multikultural perlu memikirkan gagasan baru yang lebih efektif dalam rangka pelestarian budaya melalui dunia pendidikan. Gagasan baru tentang pendidikan budaya menurut hemat penulis adalah penanaman budaya bangsa yang multikultural ke dalam jiwa peserta didik sejak dini agar nantinya anak Indonesia mencintai budayanya sebagai bagian dari bentuk pelestarian budaya.
B. Pendidikan Budaya Daerah di Sekolah
Ketika berbicara tentang budaya Indonesia maka akan diperhadapkan dengan keragaman budaya daerah yang ada di Indonesia, sehingga untuk membuat model pendidikan yang berbasis budaya perlu untuk memberikan kebebasan kepada setiap daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan yang ada di Kabupaten/Kota untuk membuat model pembelajaran budaya sesuai dengan keadaan daerah tersebut. Namun kurikulum pendidikan budaya dirancang secara umum oleh pusat dan kurikulum pendidikan budaya tersebut tidak bersifat sentralistik, sehingga kebebasan dalam pelaksanaan model pendidikan budaya di sekolah di kembalikan kepada otonomi daerah masing-masing. Ketentuan pemberlakuan model pendidikan budaya seperti ini diharapkan agar pengenalan budaya bangsa dimulai dari budaya daerah masing-masing, setelah itu barulah budaya daerah lain diperkenalkan.
Sekolah sebagai pelaksana pendidikan budaya mempunyai tanggung jawab penuh dalam mendidik anak didik untuk mengenal dan mengetahui budaya daerahnya. Pelestarian budaya daerah tidak hanya dengan mengandalkan organisasi budaya, sanggar seni atau yang sejenisnya, namun pelestarian budaya yang efektif juga dengan cara mendidik peserta didik untuk mengenal budaynya lewat pendidikan di sekolah. Pengetahuan budaya yang ditanamkan di dalam alam pemikiran peserta didik akan diingat dengan baik dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Style baru yang dijadikan sebagai trend masa kini bukan saja berasal dari budaya luar, namun budaya Indonesia yang sangat kompleks ini bisa dijadikan sebagai style kita, untuk menunjang alur pemikiran anak bangsa yang sudah jauh dari nilai-nilai keIndonesiaan. Hal ini tidak menjadikan kita alergi dengan budaya orang lain, akan tetapi menjadi diri sendiri itu lebih baik dari pada menjadi orang lain. Untuk itu pemberlakuan pendidikan budaya di sekolah tidak hanya menjadi formalitas semata untuk menuntasankan ketentuan maksimum nilai yang telah ditetapkan, namun diharapkan menjadi pendongkrak kecerdasan budaya daerah peserta didik.
Guru budaya daerah sebagai fasilitator dalam pembelajar budaya daerah menjadi kunci kesuksesan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebaik apapun model dan strategi yang dirancang, namun jika pelaksanaannya lemah maka ketuntasan dalam pembelajaran budaya akan rendah. Olehnya itu selain strategi dan model yang telah dirancangkan maka, guru juga mempersiapkan diri, yaitu persiapan pengetahuan budaya daerah, perisapan penguasaan kelas, pengendalian psikologi peserta didik, dan mengupayakan adanya ketertarikan peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Selain itu faktor penunjang pembelajaran budaya juga dipersiapkan oleh sekolah seperti laboratorium budaya, alat musik, dan lain sebagainya. Faktor penunjang ini akan meningkatkan minat belajar peserta didik untuk terus menggali dan mempelajari potensi budaya daerahnya. Belajar secara teoritis sudah barang tentu harus dibarengi dengan praktek, karena tanpa praktek maka teori hanya akan menjadi pengetahuan yang sifatnya abstrak. Fungsi dari alat penunjang pembelajaran sebagai alat praktek dari teori yang didapat di dalam kelas. Kedua pengetahuan ini yaitu teori dan praktek sudah barang tentu menjadi pola pembelajaran yang tidak dapat dilepas pisahkan lagi dan keduanya saling menunjang antara satu dengan yang lainnya.
Karakter setiap peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan disadari sungguh sangat berbeda, perbedaan ini nampak dari perilaku yang ditampilkan dalam keseharian. Selain karakter peserta didik, tingkat pemahaman masing-masing peserta didik itu berbeda pula, ada peserta didik yang dalam proses belajar mengajar cepat menyerap dan memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru, ada pula yang lemah atau ada juga yang sedang saja dalam menyerap dan memahami pelajaran yang disampaikan. Selain faktor gen yang menyebabkan hal itu, maka faktor lingkungan mempunyai peranan besar dalam mempengaruhi tingkat peahaman peserta didik. Kalau hanya sekedar gen bawaan peserta didik maka menurut penulis itu bisa diubah dengan membiasakan diri dalam belajar, sehingga peka terhadap ilmu dan pengetahuan. Namun yang sangat sulit diubah adalah faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak baik secara psikologis akan mempengaruhi peserta didik dalam belajar, namun jika lingkungannya baik, maka peserta didik akan distimulus untuk terus belajar dan nantinya akan berimbas pada proses belajar mengajar di kelas yang lebih baik.
Jika karakter dan tingkat pemahaman atau kecerdasan peserta didik dihubungkan dengan proses belajar budaya, maka kita akan menemukan kejadian yang sama seperti telah saya gambarkan di atas. Dengan demikian maka, pemahaman terhadap pengetahuan budaya akan hadir dengan cepat jika ditunjang dengan lingkungan yang berbudaya pula. Sekolah sebagai bagian dari lingkungan peserta didik, terlebih dahulu memberikan stimulus budaya daerah kepada peserta didik dengan menjadikan lingkungan sekolah sebagai laboratorium budaya daerah. Laboratorium budaya ini menagandung arti sekolah sebagai lingkungan pembelajaran baik itu pelajaran yang dituntut oleh kurikurikulum secara keseluruhan maupun pelajaran budaya daerah.
Sinergitas antara pelajaran budaya daerah dan pelajaran lainnya akan berefek pada perilaku peserta didik nantinya. Efek yang dirasakan peserta didik adalah adanya nilai budaya yang tertanam dalam diri peserta didik sehingga dalam aplikasi pelajaran lain peserta didik tidak bisa melepaskan nilai budaya Indonesia yang santun, berperikemanusiaan, beretika, beradat, gotong royong dan lain-lain dari dirinya. Selain itu, jika karakter bangsa dipelajari dalam pelajaran pendidikan budaya maka nilai-nilai kearifan lokal dan nilai-nilai kebangsaan akan tertanam secara utuh ke dalam alam pemikiran peserta didik, sehingga apapun budaya dari luar yang menghantam bangsa kita, dapat kita saring dengan budaya yang kita miliki, dengan prisip “yang baik kita ambil, yang buruk kita buang”.
C. Pendidikan Budaya di Luar Sekolah
“Banyak jalan menuju roma”, itulah pepetah yang sering kita dengar. Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkan keberadaan budaya indonesia yang semakin terpuruk. Banyak cara ini tergantung pada pilihan masing-masing orang saja dan mana yang menurutnya lebih efektif itu yang akan digunakan. Dalam hal ini penulis mengambil dua jalan atau cara yaitu melalui lembaga pendidikan formal seperti sekolah (telah dibahas di atas) dan lembaga pendidikan non-formal yaitu pendidikan budaya di luar sekolah.
Pendidikan budaya di luar sekolah merupakan kegiatan pengenalan, pembelajaran dan pelestarian budaya bangsa dengan cara non-formal dimana kegiatan ini dilaksanakan oleh organisasi budaya, sanggar seni atau yang sejenisnya di dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat memegang peranan penting dalam pendidikan budaya bangsa, namun peranan ini belum dapat disadari penuh oleh keseluruhan masyarakat itu sendiri, hanya sebagian kecil saja yang sadar akan budaya bangsa kita yang terdiri dari kumpulan budaya-budaya daerah yang ada di Indonesia.
Sebagai laboratorium budaya besar maka, masyarakat sudah barang tentu menjadi icon terhadap budaya daerahnya masing-masing. Di dalam lingkungan masyarakatlah seorang pelajar akan berbaur dan bermasyarakat, sehingga faktor lingkungan masyarakat akan mempengaruhi pengetahuan budaya seorang peserta didik. Untuk itu lembaga non-formal yang berkonsentrasi pada pelestarian budaya bisa bekerja sama dengan pemerintah dalam hal ini Dinas terkait untuk mencanangkan kota/desa wisata budaya (ini khusus daerah yang belum memiliki), agar nantinya dapat menjadi tujuan wisata budaya oleh para pelajar atau masyarakat secara umum.
Organisasi budaya, sanggar seni, LSM Budaya dan atau sejenisnya, sudah barang tentu melakukan pembelajaran, pelatihan dan pelestarian terhadap budaya daerah dimana lembaga tersebut berada. Sasaran yang dituju adalah pelajar, mahapeserta didik, atau masyarakat secara umum, yang masih awam dengan budaya daerahnya. Pelaksanaan kegiatan lembaga non-formal bisa dilaksanakan dengan menyesuaikan pelajaran yang ada di sekolah, atau bisa dikatakan adanya kerja sama antara lembaga non-formal dengan sekolah dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya daerah tersebut. Kerja sama ini agar muatan pelajaran yang disampaikan di sekolah dan pelajaran yang di dapat di lembaga luar sekolah dapat berjalan bersamaan dan tidak ada perbedaan dalam pendidikan budaya daerah, sehingga peserta didik tidak sulit dalam menganalisa dan mengkombainkan antara pelajaran yang diterima di sekolah dengan yang diterima di lembaga luar sekolah.
D. Penutup
Nilai karakter bangsa yang sudah ditanamkan oleh para leluhur bangsa ini jangan sampai kita sia-siakan, mungkin kita telah “amnesia” dengan budaya kita sendiri. Lupa terhadap budaya Indonesia adalah bencana besar bagi bangsa ini, karena pergulatan dunia saat ini menuntut kita untuk menampilkan identitas kita sebagai masyarakat Indonesia yang berbudaya.
Demikianlah penulisan tulisan dengan judul “Pendidikan Budaya Bangsa”, semoga menjadi refensi untuk kita semua, selain itu dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan. Olehnya itu saran, kritik, dan komentar saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air ditunggu dalam kolom komentar.