Catatan Pelestarian Lingkungan Hidup. Setes embun masih membasahi dedauan, matahari mulai muncul dari ufuk timur, pagi ini ada kesan baru yang dapat saya rasakan dengan kicauan burung di dahan-dahan pohon, setelah sekian lama suara itu tidak saya dengar. Kabut masih menyelimuti alam sekitar, membuat jarak pandang menjadi pendek. Hawa dingin masih terasa, gemericik air yang mengalir disamping jalan setapak menandakan adanya hujan tadi malam yang turun membanjiri bumi. Terlihat di seberang sana hutan terhampar luas dengan pepohonan yang menjulang ke langit. Deru ombak menyapa di bibir pantai, pasir dan batu yang ada di sana sedang asyik merasakan kehangatan air laut yang datang sesaat kemudian kembali lagi ke laut dan berulang kembali hingga air laut menjadi surut. Gambaran di pagi ini melahirkan satu kesan akan keindahan yang diciptakan Tuhan di bawah kolom langit.
Siklus alam akan terus berulang, ada siang dan ada malam, ada air pasang dan ada air surut, ada kelahiran dan ada kematian, ada dingin dan ada panas. Semua yang dihadirkan Tuhan di hadapan kita saling berpasangan dan saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Sehingga jika ada di antara mereka yang pincang maka yang lainnya akan mendapat dampak dari kepincangan itu.
Bumi yang berada di bawah kolom langit menampilkan pesonanya dengan maha karya yang tak tertandingi, karya itu diciptkan untuk dinikmati oleh manusia. Selain dinikmati sebagai hak manusia, bumi wajib dilestarikan juga sebagai kewajiban. Jika tidak dilestarikan maka jangan salahkan Tuhan atau alam, kalau terjadi bencana alam. Bencana merupakan cara alam memprotes perilaku manusia yang sewenang-wenang terhadap dirinya.
Saat ini dapat kita lihat dimana-mana terjadi eksploitasi alam yang berlebihan berupa, penebangan pohon, penambangan, pengambilan ikan dengan cara paksa (menggunakan alat tangkap yang tidak ideal). Selain yang saya sebutkan, masih banyak lagi contoh eksploitasi yang telah merusak tatanan sumber daya alam. Imbasnya adalah, ikan tidak dapat hidup dengan tenang di laut karena karang sebagai rumahnya telah dihancurkan, hewan yang hidup di alam bebas tak akan bertahan lama kelestariannya, karena selain diburu tempat berteduh mereka juga sudah dirusak. Global warming sampai detik ini belum teratasi, akibat hilangnya hutan hijau di bumi. Pergantian musim sudah tak menentu arah, es di kutub selatan dan di kutub utara mulai mencair, air laut semakin tinggi melebihi batas normal, abrasi pantai semakin menjadi-jadi.
Fenomena alam yang dimulai pada akhir abad ke 21 hingga awal abad ke 22 mulai meresahkan manusia. Mulai terlihat di mana-mana alam memberontak, bencana tsunami di Sumatra, letusan gunung merapi di pulau Jawa, banjir bandang di Manado Sulawesi Utara, banjir di Jakarta setiap tahun di musim penghujan, gelombang laut semakin tinggi. Semua yang alam lakukan merupakan pertanda bahwa alam sedang protes kepada manusia yang dengan tangannya yang nakal merusak bumi, tempat tinggalnya.
Gerakan “go green”, yang digalang oleh para aktifis lingkungan seakan hanya menjadi teriakan-teriakan kosong yang hilang ditelan waktu. Kesadaran manusia akan kelestarian alam masih disembunyikan oleh keserakahan. Eksploitasi yang tidak diimbangi dengan pelestarian alam masih terus berlanjut dengan keinginan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari bumi yang sudah semakin menua ini. Bumi diibaratkan seperti nenek tua yang dihiasi dengan perhiasan, sehingga terlihat cantik walaupun terdapat kerutan-kerutan disekujur tubuhnya. Padahal di saatnya yang semakin menua, bumi tidak memerlukan semua kemewahan itu, yang dia perlukan adalah kesederhanaan untuk memperkokoh pijakannya di atas jagat raya ini.
Bumi diperkirakan oleh para ahli berumur sekitar 4.54 miliar tahun. Usia ini ditentukan melalui penanggalan radiometrik meteor dan sesuai dengan usia bebatuan yang tertua yang pernah ditemukan dan sampel dari bulan (wikipedia.org/wiki/Usia_Bumi). Dengan usianya yang mencapai miliaran tahun, kekuatan bumi untuk menopang dirinya dalam berotasi dengan planet lainnya semakin berkurang, terlebih diperparah dengan pengaruh manusia yang terus melemahkan kekuatan bumi. Untuk itu diperlukan kesadaran dari setiap individu untuk melestarikan alam.
Untuk melestarikan alam, pertama yang harus dilakukan yaitu merubah mindset berfikir matrealistik, konsumtif dan hedonis ke dalam mindset berfikir yang realistis. Cara berfikir yang realistis mengandung arti bahwa saat ini tampak kehancuran bumi di depan mata, realitanya itu. Sehingga untuk memperbaiki keterpurukan ini yaitu dengan cara mengembalikan pikiran kita kepada hal yang rasional atau yang lebih ideal, dibandingkan dengan terus menuhankan materi. Setelah mindset berfikir sudah sesuai dengan realitas yang terjadi, maka kesadaran akan pelestarian alam otomatis akan timbul.
Segala sesuatu yang dilakukan manusia berawal dari cara berfikirnya, pikiran yang mengontrol setiap tindak tanduk manusia. Jika pikiran seseorang didik dengan suatu ideologi, maka seseorang tersebut akan memperjuangkan pikirannya walaupun harus dengan nyawa sebagai taruhannya.
#mariselamatkanbumi
#mariselamatkanbumi