Bangsa Indonesia adalah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk atau pluralis. Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif yaitu horisontal dan vertikal. Dalam perspektif horisontal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis, pakaian, makanan dan budaya. Sementara, dalam perspektif vertikal, kemajemukan bangsa kita dapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan, dan tingkat sosial budaya.
Kemajemukan merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia, yang mencapai 17.667 pulau besar dan kecil. Dengan jumlah pulau sebanyak itu, maka wajarlah jika kemajemukan masyarakat di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan. Dan perlu kita sadari bahwa perbedaan tersebut merupakan karunia dan anugrah Tuhan.
Dalam segi bahasa, meskipun setiap warga Negara Indonesia berbicara dalam satu bahasa nasional, namun kenyataannya terdapat 350 kelompok etnis, dengan beragam bahasa daerah yang mereka miliki.
Dalam segi bahasa, meskipun setiap warga Negara Indonesia berbicara dalam satu bahasa nasional, namun kenyataannya terdapat 350 kelompok etnis, dengan beragam bahasa daerah yang mereka miliki.
Bahasa daerah merupakan ciri khas suatu daerah atau disebut juga kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat yang ada di daerah tersebut. Kearifan lokal ini kemudian lahir sebagai sebuah hasil cipta, karya, dan karsa manusia yang membumi kemudian dilestarikan serta dijadikan sebagai kebiasaan sehari-hari bagi masyarakat setempat. Terlebih bahasa sebagai alat komunikasi, maka bahasa mempunyai peran penting dalam masyarakat.
Bahasa kei merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang mendiami kepulauan kei, daerah ini sendiri berada di sebelah timur Indonesia tepatnya di provinsi Maluku. Di dalam kepulauan kei terdapat dua daerah otonom yaitu Kab. Maluku Tenggara dan Kota Tual. Bahasa kei atau “veveu evav” (sebutan bahasa kei dalam bahasa daerah kei), sudah ada dan digunakan sejak ratusan tahun yang silam hingga saat ini masih dilestarikan. Pelestarian bahasa kei tidak terlepasa dari nilai-nilai historis dan nilai-nilai falsafah adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat.
Pada dasarnya bahasa mempunyai fungsi yang sama, baik itu bahasa daerah maupun bahasa nasional, fungsinya yaitu sebagai alat komunikasi dan penghubung, namun dalam perkembangannya bahasa Nasional digunakan dalam aktifitas formal, agar penyampaian pesan dapat dipahami oleh semua yang berada dalam kegiatan formal tersebut.
Bahasa kei atau bahasa Evav saat ini telah mengalami penurunan peminat dalam menggunakannya. Bahkan orang asli kei sendiri sudah banyak yang tidak dapat berbicara menggunakan bahasa kei. Kalau hal ini dipertahankan terus, suatu saat bahasa kei akan hilang.
Kehilangan bahasa daerah, berarti kehilangan salah satu identitas diri yang paling fundamental. Bayangkan saja jika suatu saat bahasa kei benar-benar hilang, apa yang terjadi dengan generasi ke depan? Apakah mereka masih disebut sebagai suku kei? Sedangkan bahasanya saja sudah tidah ada. Ironis memang saat ini, dimana sebagian besar orang kei sudah malu untuk mengucapkan kalimat-kalimat dengan bahasa kei.
Kehilangan bahasa daerah, berarti kehilangan salah satu identitas diri yang paling fundamental. Bayangkan saja jika suatu saat bahasa kei benar-benar hilang, apa yang terjadi dengan generasi ke depan? Apakah mereka masih disebut sebagai suku kei? Sedangkan bahasanya saja sudah tidah ada. Ironis memang saat ini, dimana sebagian besar orang kei sudah malu untuk mengucapkan kalimat-kalimat dengan bahasa kei.