Pengertian Qada dan Qadar, Fungsi, dan Hikmah Beriman Kepada Keduanya

Pengrtian Qada dan Qadar, Fungsi, dan Hikmah Beriman Kepada Keduanya

Qada dan qadar merupakan pembahasan ulama-ulama Islam sudah sejak lama. Walaupun terdapat perbedaan pendapat namun semuanya akan dikembalikan kepada sumber utama agama Islam yaitu al-Quran dan hadis.

Pada pembahasan kali ini, kita akan membahas beberapa hal terkait dengan qada dan qadar yang merupakan rukun iman yang wajib diyakini oleh seluruh umat Islam. Jika diantara salah satu yang tidak meyakini rukun iman ini, maka telah gugur keimanannya. Pembahasa ini pada pengertian qada dan qadar, fungsi beriman kepada qada dan qadar, perilaku cerminan iman kepada qada dan qadar, dan hikmah beriman kepada qada dan qadar

Pengertian Qada dan Qadar

Qada dan Qadar merupakan salah satu rukun iman yang wajib hukumnya untuk diyakini secara penuh oleh segenap umat Islam sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Umar ibnu Al-Khattab ra. bahwa Rasulullah saw. ditanya oleh seorang laki-laki, yaitu malaikat yang menyerupai manusia: 

Wahai Muhammad apakah iman itu? Beliau menjawab: ‘Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, para Raul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, qadar yang baik maupun yang buruk.’ Ia berkata: ‘Engkau benar’. Maka kami pun merasa keheranan, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya (HR. Ibnu Majah dan HR. At-Tirmizi).

Qada dan Qadar atau takdir berasal dari bahasa Arab. Qadha secara etimologi adalah masdar dari Qadhay- yaqdhiy- Qadhaa al-asya’, yang bermakna mengadakan dengan sebuah ketetapan dan mentakdirkannya. Qada berarti memutuskan dan menyelesaikan perkara tersebut telah terlaksana. Qadha juga berarti hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan. Asal maknanya adalah memutuskan, memisahkan, menentukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya.

Qadha dalam pengertian terminologi adalah sesuatu yang ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahannya. Kata qadha didalam alqur’an banyak sekali didapatkan dengan variasi makna yang berbeda-beda. Seperti halnya pada ayat dibawah ini; 

وَإِن مِّنكُمۡ إِلَّا وَارِدُهَاۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتۡمٗا مَّقۡضِيّٗا  

Artinya: Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (Q.S. Maryam: 71)

Qadar Secara etimologi adalah masdar dari qadara-yaqdaru qadaran, dan adakalanya huruf dalnya disukunkan (qadran). Maka qadar adalah akhir atau puncak segala sesuatu. Adapun qadr secara terminologi adalah ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya, atau sesuatu yang telah ditentukan sejak zaman azali. Didalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang menggunakan kata qadar, sedikitnya ada 23 kata yang penulis jumpai didalam al- qur’an dari berbagai maca variasi. Seperti halnya ayat dibawah ini. 

مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِيِّ مِنۡ حَرَجٖ فِيمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِي ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلُۚ وَكَانَ أَمۡرُ ٱللَّهِ قَدَرٗا مَّقۡدُورًا  

Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (Q.S. al-Ahzab : 38).

Terkait perbedaan makna dari kedua istilah ini, Ibnu Hajar al-Asqalani (Al-Asqalani, 1378 H, 11/477) mengungkapkan bahwa para ulama mengatakan al-qadha adalah ketetapan global secara keseluruhan di zaman azali, sementara qadar adalah bagian-bagian dan rincian dari ketetapan global itu. Perumpamaan yang menunjukkan perbedaan makna qadha dan qadar ini dijelaskan An-Nawawi (2011) dalam kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja sebagai berikut:

Kehendak Allah yang berkaitan pada azali, misalnya kau kelak menjadi orang alim atau berpengetahuan adalah qadha. Sementara penciptaan ilmu di dalam dirimu setelah ujudmu hadir di dunia sesuai dengan kehendak-Nya pada azali adalah qadar.

Maksud dari perumpamaan di atas adalah bahwa perbedaan antara al-qadha dan al-qadar terletak pada ketetapan Allah pada zaman azali dengan al-qadha sebagai ketetapan akan menjadi apa seseorang itu kelak, sedangkan al-qadar sebagai realisasi Allah atas al-qadha pada diri orang tersebut sesuai kehendak-Nya. Pada hakikatnya, tidak ada suatu peristiwa pun yang menimpa makhluk sebagai sebuah kebetulan, karena semua itu sudah menjadi qadha dan qadar-Nya. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Swt.

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ  

Artinya: Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. Al Hadid: 22)

Meskipun pada hakikatnya al-qada dan al-qadar manusia ditentukan oleh Allah Swt., namun manusialah yang menjadi penentu takdirnya sendiri. Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk berikhtiar sehingga dapat mendorong seorang hamba memaksimalkan potensi yang telah Allah anugerahkan. Kemudian manusia diperintahkan untuk senantiasa beribadah dan berusaha dengan diberikan-Nya petunjuk melalui ajaran-ajaran agama, serta tetap bersandar kepada segala ketetapan Allah Swt. sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut: Dan yang menentukan qadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.

وَٱلَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ  

Artinya: dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, (Qs. Al ‘Ala: 3)

Apapun perbedaan arti dari kata al-qadha dan al-qadar ini, pada intinya memiliki makna yang sejalan, yaitu ketetapan/keputusan Allah Swt. atas makhluknya, dan hal ini bukanlah hal yang krusial untuk diperdebatkan, karena perbedaan tersebut hanyalah dalam memahami batasan-batasannya. Hal terpenting yang perlu dipahami dan didalami adalah implementasi dari makna mengimani al-qada dan al-qadar dalam menjalankan roda kehidupan kita di dunia sebagai umat muslim.

Fungsi Beriman Kepada Qada dan Qadar

Islam itu ajaran yang tinggi (mulia), bersifat universal, sangat sesuai dengan fitrah, suci, indah, sempurna, dan tidak ada ajaran lain yang mampu menandinginya. Salah satu pokok ajarannya ialah keimanan pada Qada dan Qadar. Setiap muslim dan muslimah wajib beriman bahwa ada Qada dan Qadar Allah yang berlaku untuk seluruh makhluk-Nya, baik takdir yang menguntungkan dirinya atau sesuai keinginannya maupun sebaliknya. Apa pun kenyataannya, kita harus yakin bahwa di balik setiap takdir yang terjadi pasti mengandung hikmah bagi manusia.

Di antara fungsi beriman pada Qada dan Qadar dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Mendorong Kemajuan dan Kemakmuran

Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah Swt. sudah diberi ukuran, takaran, sifat, dan undang-undang. Panas matahari tidak mampu membuat air mendidih, tetapi ia sangat berguna bagi kesehatan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan, selain sebagai alat penerang yang mengalahkan cahaya bulan dan lampu.

Bumi, langit, dan isinya diciptakan untuk manusia sebagai khalifah. Dengan iman kepada takdir, hendaknya manusia dapat menyelidiki dan mempelajari alam sehingga mampu memanfaatkannya. Bagaimana mungkin manusia dapat memanfaatkan alam jika tidak mengetahui sifat, ukuran, sebab-akibat, atau sunatullah?

Bagaimana cara memanfaatkan sinar matahari, air terjun, racun, udara, gas, angin, bulu domba, bisa ular, dan lain sebagainya? Dengan mengimani takdir, maka manusia dapat mempelajari suatu hukum yang pasti sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kehidupan manusia.

2. Menghindari Sifat Sombong

Dengan beriman kepada takdir, seseorang yang memperoleh sukses besar, meraih jabatan yang tinggi, menjadi penguasa, atau memiliki harta berlimpah, ia tidak akan merasa sombong. Sebaliknya, ia menjadi semakin rendah hati karena menyadari bahwa sukses yang diperoleh bukan semata-mata hasil usahanya sendiri, kecuali sudah menjadi ketetapan Allah. Tanpa pertolongan dan ketetapan Allah seseorang tidak akan mampu memperoleh kesuksesan itu sehingga ketika mendapatkannya, ia justru menjadi tawadlu atau rendah hati menyadari akan kemudahan dan keagungan Allah swt. Firman Allah swt.

Artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah datangnya dan bila kamu ditimpa kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.» (Q.S. an-Nahl/ 16: 53).

3. Melatih Berhusnuzan (baik sangka)

Iman kepada takdir mendidik manusia untuk berbaik sangka pada ketetapan Allah karena apa yang kita inginkan belum tentu berakibat baik, demikian pula sebaliknya.

4. Melatih Kesabaran

Seorang yang beriman kepada Qada dan Qadar akan tetap tabah, sabar, dan tidak mengenal putus asa pada saat mengalami kegagalan karena menyadari bahwa semua kejadian sudah ditetapkan oleh Allah. Akan tetapi, bagi orang yang tidak beriman kepada takdir, kegagalan mengakibatkan stres, putus asa, dan kegoncangan jiwa. Firman Allah swt. (Q.S. Yusuf/12: 87)

5. Terhindar dari Sifat Ragu dan Penakut

Iman pada Qada dan Qadar akan menumbuhkan sifat pemberani.  Semangat dan jiwa seseorang akan bangkit karena ia tidak memiliki keraguan atau gentar sedikit pun untuk maju. Orang yang beriman itu meyakini bahwa apa pun yang bakal terjadi tidak akan menyimpang dari ketentuan atau takdir Allah. Sejarah Islam telah mencatat bahwa Khalid bin Walid pada setiap peperangan tampil gagah berani tanpa rasa takut sedikit pun. Akan tetapi, Allah tidak menetapkan bahwa ia wafat di medan perang. Ia senantiasa diselamatkan nyawanya dan selalu dilindungi oleh Allah sehingga ia dapat hidup hingga usia tua. Khalid bin Walid wafat di atas pembaringan meskipun terdapat lebih dari 500 bekas luka dalam peperangan.

Perilaku Cerminan Iman Kepada Qada dan Qadar

Beberapa contoh perilaku yang mencerminkan iman kepada Qada dan Qadar, antara lain sebagai berikut.

a. Yakin terhadap Qada dan Qadar dari Allah karena pada hakikatnya Qada dan Qadar tersebut sangat logis (masuk akal). Apabila kita sulit memahaminya, hal tersebut berarti bahwa kita sendiri yang belum memiliki pemahaman secara menyeluruh mengenai hal tersebut.

b. Pemahaman yang menyeluruh mengenai Qada dan Qadar akan melahirkan pribadi yang mau bekerja keras dalam meraih sesuatu.

c. Allah tidak akan menyalahi hukum-Nya (sunnatullah) sehingga manusia harus yakin akan kekuasaan-Nya atas hidup dan kehidupan manusia.

d. Kita tidak boleh sombong apabila kita berhasil meraih sesuatu karena semua itu tidak semata-mata atas usaha kita sendiri.

e. Tidak boleh putus asa karena senantiasa husnuzan pada keadilan Allah.

f. Mampu menyusun strategi, khususnya, dalam hal pekerjaan sehingga hasilnya efektif dun efisien.

g. Bersyukur apabila memperoleh rezeki apa pun bentuknya dan senantiasa bersabar apabila mendapatkan ujian atau musibah.

Hikmah Beriman Kepada Qada dan Qadar

Setelah kita mampu memahami akan Qada dan Qadar yang merupakan salah satu sendi keimanan umat Islam, kita dapat mengambil beberapa hikmah di antaranya sebagai berikut.

a. Allah telah menggariskan hukum-Nya dalam Qada dan Qadar. Dengan pemahaman yang benar, kita mampu menjadi pribadi yang optimistis dengan melakukan doa dan ikhtiar serta tawakal.

b. Dengan memahami Qada dan Qadar, kita tidak akan memiliki prasangka buruk, baik kepada Allah maupun kepada makhluk-Nya.

c. Kita bisa menyadari bahwa Allah telah membekali manusia dengan berbagai perangkat untuk kehidupannya. Jika kita mampu menggunakannya dengan baik, tentu hasil yang optimal dapat kita raih selama hidup di dunia ini.

d. Kita menyadari bahwa manusia diciptakan berbeda-beda dan tentu memiliki hikmah tersendiri, di antaranya, untuk saling mengenal dan bekerja sama.

e. Dengan memahami Qada dan Qadar, kita dapat menyadari bahwa segala yang diciptakan dan yang terjadi di dunia ini tidak pernah luput dari kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu, manusia tidak pantas untuk berperilaku sombong.

f. Manusia berhak memilih untuk melakukan sesuatu. Dengan kesadaran itu, konsekuensi yang akan diterima di akhirat kelak, yang berupa ganjaran surga dan neraka, menjadi keniscayaan bagi setiap manusia.

g. Keberhasilan atau kesuksesan bukan sebuah khayalan karena jika kita mau berusaha, Allah pasti akan membuka jalan-Nya.

h. Mampu membedakan antara jalan yang baik dan yang buruk karena masing-masing memiliki akibat atau konsekuensinya.

i. Menjadi pribadi yang tidak pernah berputus asa dan lupa diri apabila menghadapi sesuatu, baik kesenangan maupun kesedihan.

j. Allah tidak pernah menjadikan sesuatu dengan sia-sia. Oleh karena itu, manusia tinggal mempergunakan karunia tersebut dengan sebaik-baiknya.

Referensi

Mulyana Abdullah, Implementasi Iman Kepada Al-Qadha Dan Al-Qadar Dalam Kehidupan Umat Muslim, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 18 No. 1 - 2020
cendikia.kemenag.go.id
repository.uin-suska.ac.id
foto ilustrasi by pixabay.com

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama