Kabah merupakan salah satu simbol yang sangat penting bagi umat Islam. Kabah bukanlah benda yang disembah tetapi merupakan tempat ibadah dan kiblat bagi umat Islam. Kabah hanyanyalah sebuah bangunan suci yang dibuat oleh manusia.
Kabah yang dibuat kembali oleh Nabi Ibrahim itu mengalami kerusakan saat kabilah Amaliq berkuasa.
Kabah yang dibuat Nabi Ibrahim sempat rusak pada saat kekuasaan Kabilah Amaliq. Kabah dibuat kembali sesuai dengan perancangan yang dibikin Nabi Ibrahim tanpa menambahkan atau pengurangan. Waktu dikuasai Kabilah Jurhum, Kabah pun alami rusaknya serta dibuat kembali dengan meninggikan fondasi. Pintu dibikin berdaun dua serta digembok.
Di waktu Qusai bin Kilab, Hajar Aswad pernah hilang diambil oleh anak-anak Mudhar bin Nizar serta ditanam dalam suatu bukit. Qusai merupakan orang pertama dari bangsa Quraisy yang mengurus Ka'bah setelah Nabi Ibrahim. Di waktu Qusai ini, tinggi Ka'bah ditambah jadi 25 hasta serta dikasih atap. Sesudah Hajar Aswad diketemukan, lalu disimpan oleh Qusai, sampai waktu Ka'bah dikuasai oleh Quraisy pada saat Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad membantu memasangkan Hajar Aswad itu pada tempatnya.
Dari waktu Nabi Ibrahim sampai ke bangsa Quraisy terhitung sekitar 2.645 tahun. Pada waktu Quraisy, ada wanita yang membakar kemenyan untuk mengharumkan Ka'bah. Kiswah Ka'bah pun ikut terbakar karena itu sehingga mengakibatkan kerusakan bangunan Ka'bah. Selanjutnya, pernah terjadi pula banjir yang menambah rusaknya Ka'bah. Peristiwa kebakaran ini yang disangka membuat warna Hajar Aswad yang sebelumnya putih permukaannya kemudan berubah menjadi hitam.
Untuk membangun kembali Kabah, bangsa Quraisy membeli kayu sisa kapal yang terdampar di pelabuhan Jeddah, kapal yang dimiliki oleh bangsa Rum/Romawi. Kayu kapal itu lalu dipakai untuk atap Kabah serta tiga pilar Kabah. Pilar Kabah dari kayu kapal ini tertulis digunakan sampai 65 H. Potongan pilarnya pun tersimpan di museum.
Empat puluh sembilan tahun sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau tahun 11 Hijriah), Ka'bah pun terbakar. Peristiwanya kala tentara dari Syam menggempur Makkah pada 681 Masehi, yakni di waktu penguasa Abdullah bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang artinya merupakan keponakan Aisyah.
Kebakaran pada saat itu menyebabkan Hajar Aswad yang berdiameter 30 cm itu terpecah jadi tiga.
Untuk membuat kembali, seperti saat-saat awal mulanya, Kabah diruntuhkan lebih dulu. Abdullah Az-Zubair membangun kembali Ka'bah dengan dua pintu. Satu pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu kembali dekat pojok Rukun Yamani, lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah bin Az-Zubair menempatkan pecahan Hajar Aswad itu dengan diberikan penahan perak. Yang terpasang saat ini ialah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur dengan bahan lilin, kasturi, serta ambar.
Jumlah pecahan Hajar Aswad diprediksi mencapai 50 butir.
Pada 693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf Ath-Taqafi mengirim surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan (khalifah ke lima dari Bani Umayyah yang mulai menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahu jika Abdullah bin Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka'bah serta masukkan Hijir Ismail ke bangunan Ka'bah.
Hajjaj ingin kembalikan Kabah seperti di waktu Quraisy; satu pintu serta Hijir Ismail ada di luar bangunan Ka'bah. Jadi, oleh Hajjaj, pintu ke-2 yang ada di samping barat dekat Rukun Yamani ditutup kembali serta Hijir Ismail dikembalikan seperti sebelumnya, yaitu ada di luar bangunan Ka'bah.
Namun, Khalifah Abdul Malik belakangan menyesal sesudah tahu bahwa Ka'bah di waktu Abdullah bin Az-Zubair dibuat berdasar pada hadis riwayat Aisyah. Di masa selanjutnya, Khalifah Harun Al-Rasyid ingin mengembalikan bangunan Ka'bah sama dengan yang dibuat Abdullah bin Az-Zubair sebab sama dengan keinginan Nabi. Akan tetapi, Imam Malik menasihatinya supaya tidak membuat Ka'bah menjadi bangunan yang senantiasa dirubah sesuai dengan kehendak tiap-tiap pemimpin. Bila itu berlangsung, menurut Imam Malik, akan hilang kehebatannya di hati Umat Islam
Pada 1630 Masehi, Kabah rusak karena diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV membangun kembali, sesuai dengan bangunan Hajjaj bin Yusuf sampai bertahan 400 tahun lamanya pada saat pemerintahan Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan inilah yang mengawali proyek pertama perluasan Masjidil Haram
Dalam satu riwayat menyebutkan bahwa kabah bangunan yang pertama kali dibangun oleh Adam kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Syist. Ketika terjadi banjir besar di masa Nabi Nuh, kabahpun ikut rusak dan hilang terbawa air banjir. Kemudian di zaman Nabi Ibrahim barulah Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangunnya kembali. Ibnu Katsir berpandangan bahwa riwayat ini beradal dari Bani Israil (ahli kitab), bukan berasal dari Rasulullah saw.
Kabah yang dibuat kembali oleh Nabi Ibrahim itu mengalami kerusakan saat kabilah Amaliq berkuasa.
Kabah yang dibuat Nabi Ibrahim sempat rusak pada saat kekuasaan Kabilah Amaliq. Kabah dibuat kembali sesuai dengan perancangan yang dibikin Nabi Ibrahim tanpa menambahkan atau pengurangan. Waktu dikuasai Kabilah Jurhum, Kabah pun alami rusaknya serta dibuat kembali dengan meninggikan fondasi. Pintu dibikin berdaun dua serta digembok.
Di waktu Qusai bin Kilab, Hajar Aswad pernah hilang diambil oleh anak-anak Mudhar bin Nizar serta ditanam dalam suatu bukit. Qusai merupakan orang pertama dari bangsa Quraisy yang mengurus Ka'bah setelah Nabi Ibrahim. Di waktu Qusai ini, tinggi Ka'bah ditambah jadi 25 hasta serta dikasih atap. Sesudah Hajar Aswad diketemukan, lalu disimpan oleh Qusai, sampai waktu Ka'bah dikuasai oleh Quraisy pada saat Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad membantu memasangkan Hajar Aswad itu pada tempatnya.
Dari waktu Nabi Ibrahim sampai ke bangsa Quraisy terhitung sekitar 2.645 tahun. Pada waktu Quraisy, ada wanita yang membakar kemenyan untuk mengharumkan Ka'bah. Kiswah Ka'bah pun ikut terbakar karena itu sehingga mengakibatkan kerusakan bangunan Ka'bah. Selanjutnya, pernah terjadi pula banjir yang menambah rusaknya Ka'bah. Peristiwa kebakaran ini yang disangka membuat warna Hajar Aswad yang sebelumnya putih permukaannya kemudan berubah menjadi hitam.
Untuk membangun kembali Kabah, bangsa Quraisy membeli kayu sisa kapal yang terdampar di pelabuhan Jeddah, kapal yang dimiliki oleh bangsa Rum/Romawi. Kayu kapal itu lalu dipakai untuk atap Kabah serta tiga pilar Kabah. Pilar Kabah dari kayu kapal ini tertulis digunakan sampai 65 H. Potongan pilarnya pun tersimpan di museum.
Empat puluh sembilan tahun sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau tahun 11 Hijriah), Ka'bah pun terbakar. Peristiwanya kala tentara dari Syam menggempur Makkah pada 681 Masehi, yakni di waktu penguasa Abdullah bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang artinya merupakan keponakan Aisyah.
Kebakaran pada saat itu menyebabkan Hajar Aswad yang berdiameter 30 cm itu terpecah jadi tiga.
Untuk membuat kembali, seperti saat-saat awal mulanya, Kabah diruntuhkan lebih dulu. Abdullah Az-Zubair membangun kembali Ka'bah dengan dua pintu. Satu pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu kembali dekat pojok Rukun Yamani, lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah bin Az-Zubair menempatkan pecahan Hajar Aswad itu dengan diberikan penahan perak. Yang terpasang saat ini ialah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur dengan bahan lilin, kasturi, serta ambar.
Jumlah pecahan Hajar Aswad diprediksi mencapai 50 butir.
Pada 693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf Ath-Taqafi mengirim surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan (khalifah ke lima dari Bani Umayyah yang mulai menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahu jika Abdullah bin Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka'bah serta masukkan Hijir Ismail ke bangunan Ka'bah.
Hajjaj ingin kembalikan Kabah seperti di waktu Quraisy; satu pintu serta Hijir Ismail ada di luar bangunan Ka'bah. Jadi, oleh Hajjaj, pintu ke-2 yang ada di samping barat dekat Rukun Yamani ditutup kembali serta Hijir Ismail dikembalikan seperti sebelumnya, yaitu ada di luar bangunan Ka'bah.
Namun, Khalifah Abdul Malik belakangan menyesal sesudah tahu bahwa Ka'bah di waktu Abdullah bin Az-Zubair dibuat berdasar pada hadis riwayat Aisyah. Di masa selanjutnya, Khalifah Harun Al-Rasyid ingin mengembalikan bangunan Ka'bah sama dengan yang dibuat Abdullah bin Az-Zubair sebab sama dengan keinginan Nabi. Akan tetapi, Imam Malik menasihatinya supaya tidak membuat Ka'bah menjadi bangunan yang senantiasa dirubah sesuai dengan kehendak tiap-tiap pemimpin. Bila itu berlangsung, menurut Imam Malik, akan hilang kehebatannya di hati Umat Islam
Pada 1630 Masehi, Kabah rusak karena diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV membangun kembali, sesuai dengan bangunan Hajjaj bin Yusuf sampai bertahan 400 tahun lamanya pada saat pemerintahan Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan inilah yang mengawali proyek pertama perluasan Masjidil Haram