Seratus tahun sebelum kejatuhannya, Kekaisaran Aztec mengalami perubahan yang luar biasa. Putra kaisar, Tlacaelel menyatakan bahwa, dewa perang, Huitzilopochtli, harus menjadi Dewa yang tertinggi dari semua dewa. Sejak saat itu, suku Aztec hidup untuk melayani dewa perang. Pengorbanan manusia menjadi bagian besar dari masyarakat Aztec, dengan ratusan ribu orang dikorbankan setiap tahun sebagai persembahan kepada para dewa.
Tugas ilahiyah masyarakat suku Aztec adalah memenuhi selera dan keinginan dewa-dewa mereka yang tak terpuaskan melalui pengorbanan manusia. Biasanya, suku Aztec menggunakan musuh yang telah mereka kalahkan dalam perang sebagai persembahan. Tetapi dengan begitu maka, terjadi begitu banyak peperangan yang harus dilawan dan ada begitu banyak musuh yang harus ditangkap. Mereka membutuhkan lebih banyak korban.
Suku Aztec membuat kesepakatan untuk menggunakan negara tetangga Tlaxcala sebagai ladang manusia. Kedua pasukan mengorganisir pertempuran hanya untuk menangkap tahanan untuk pengorbanan manusia. Hal itu sudah merupakan kesepakatan bersama oleh kedua belah pihak. Tentara yang kalah tidak akan menangis atau mengeluh tentang nasib mereka. Mereka mengerti bahwa ini adalah bagian dari tawar-menawar mereka, dan mereka akan membiarkan diri mereka dituntun menuju kematian.
Suatu kehormatan yang besar bagi yang berani menjadi korban manusia bagi para dewa. Bahkan, ketika Spanyol datang dan mencoba membebaskan tahanan Aztec, beberapa orang tahanan marah karena mereka diambil demi kehormatan dengan mati dalam keadaan yang diberkati dewa.
Bukan hanya prajurit musuh yang berakhir hidupnya di bawah pisau upacara. Penjahat juga akan dibawa ke altar dalam keadaan malu. Ada juga orang yang mendaftar dengan penuh semangat, menginginkan mati dengan terhormat untuk dewa-dewa yang mereka sembah. Dalam tradisi suku Aztek, seluruh pelacur bersedia mendaftar untuk dikorbankan kepada dewi cinta.
Selama musim kemarau, beberapa suku Aztec terpaksa menjual anak-anak mereka ke dalam perbudakan seharga 400 telinga jagung. Jika anak-anak tidak bekerja dengan baik, mereka bisa dijual lagi. Dan jika seorang budak dijual dua kali, mereka bisa menjadi hadiah bagi para dewa.
Selama bulan Toxcatl, seorang pria dipilih untuk kehormatan khusus berdasarkan penampilannya. Dia harus memiliki kulit yang halus, tubuhnya ramping dan rambutnya panjang dan lurus. Pada tahun berikutnya, pria ini akan diperlakukan seperti dewa.
Dia akan berpakaian seperti dewa Tezcatlipoca. Kulitnya akan dicat hitam, dan dia akan memakai mahkota bunga, penutup dada kerang, dan banyak perhiasan.
Pria itu akan diberi empat istri cantik untuk digauli sesuka hatinya. Dia hanya diminta berjalan-jalan di kota bermain seruling dan mencium bau bunga sehingga orang-orang dapat menghormatinya.
Ketika 12 bulan telah berlalu, dia akan berjalan menaiki tangga piramida besar, memecahkan serulingnya saat dia naik ke puncak. Ketika orang banyak menyaksikan sambil melakukan pemujaan, seorang pemuka agama akan membantunya berbaring di atas altar panjang yang terbuat dari batu. Kemudian mereka akan merobek hatinya keluar dari tubuhnya.
Setelah itu, mereka akan memilih Tezcatlipoca baru dan memulai dari awal lagi.
Biasanya seorang korban akan dibawa ke puncak piramida besar dan dibaringkan di atas batu yang sudah disiapkan untuk kurban. Seorang pemuka agama akan berdiri di depannya, memegang pedang yang terbuat dari kaca vulkanik. Pedang itu akan dijatuhkan tepat di atas dada korban dan membelahnya, kemudian pemuka agama itu akan mencabut jantungnya yang masih berdetak.
Pemuka agama itu akan mengangkat tinggi-tingg hati itu untuk dilihat oleh semua orang. Lalu ia akan menghancurkannya sampai berkeping-keping di atas batu pengorbanan. Tubuh tak bernyawa akan terguling menuruni tangga piramida, di mana tukang daging telah menunggu di bawah untuk memotong-motong tubuh sepotong demi sepotong.
Tengkorak korban itu akan dilepas dan diletakkan di atas rak bersama dengan tengkorak-tengkorak lainnya yang telah dikorbankan. Kemudian daging dari tubuh orang itu akan dimasak menjadi makanan dan dibagikan kepada para bangsawan.
Mayat korban seringkali dipanggang dengan jagung dan dibagikan kepada para pemuka agama dalam sebuah pesta. Di lain waktu, cukup untuk disiapkan kepada seluruh masyarakat di kota, dan setiap orang yang hadir akan mengambil bagian dalam aksi kanibalisme ritualistik bersama. Tulang-tulang itu kemudian dibuat menjadi alat musik, dan senjata.
Setidaknya satu hidangan yang mereka gunakan dalam upacara ini masih ada sampai sekarang: pozole. Pada zaman suku Aztec, ini adalah sup yang disiapkan dengan paha tahanan yang dikorbankan dan disajikan kepada kaisar.
Saat ini, hidangan dibuat dengan daging babi dan bukannya daging manusia, tetapi rasanya hampir sama. Ketika orang-orang Kristen memaksa suku Aztec untuk beralih ke daging babi, mereka melaporkan bahwa rasanya sama seperti manusia.
Tidak semua pengorbanan itu normal. Ada saat-saat luar biasa ketika berbagai hal dilakukan secara berbeda. Terkadang, metodenya berbeda. Di lain waktu, perbedaannya adalah jumlah semata.
Yang terbesar adalah selama rekonsiliasi Piramida Besar Tenochtitlan. Suku Aztec telah menghabiskan waktu bertahun-tahun membangun kuil di ibu kota mereka, dan pada tahun 1487, Piramida Besar telah sempurna. Mereka mengadakan perayaan besar-besaran untuk meresmikan kuil besar mereka - dan mengorbankan banyak orang.
Suku Aztec mengklaim bahwa mereka mengorbankan 84.000 orang selama empat hari. Selama masa pemerintahan suku Aztec, diperkirakan hampir 250.000 orang dikorbankan di seluruh Meksiko pertahun.
Salah satu festival Aztec yang paling horor yaitu Tlacaxipehualiztli (Festival Menguliti Pria). Ini adalah upacara yang didedikasikan untuk dewa Aztec, Xipe Totec, yang namanya memiliki arti "Yang Tercela."
Empat puluh hari sebelum festival, seorang pria diberikan kehormatan untuk berpakaian seperti The Flayed One. Dia ditutupi bulu-bulu merah dan perhiasan emas dan selama 40 hari dihormati sebagai dewa. Kemudian, pada hari festival, dia dan delapan peniru dewa lainnya dibawa ke puncak kuil kemudian dibunuh.
Para pemuka agama menguliti tubuh orang-orang yang dikurbankan dengan meniru tanaman yang menumpahkan kulitnya. Kulit itu kemudian diwarnai kuning agar terlihat seperti emas. Beberapa kulit diberikan kepada para pemimpin agama, yang menari di dalamnya. Kulit-kulit lain diberikan kepada para pria muda, yang menghabiskan 20 hari berikutnya mengemis sambil mengenakan mantel daging manusia yang longgar.
Selama Festival Menguliti Pria berlangsung, beberapa pria diberi kesempatan untuk membela diri. Untuk hidup, mereka harus mengalahkan sang jagoan suku Aztec yang bertubuh besar dengan pertarungan menggunakan senjata tajam.
Para prajurit pengorbanan dibawa ke sebuah batu bundar yang disebut temalacatl. Mereka diizinkan membawa senjata kayu yang tidak lebih dari mainan. Sambil memegang tongkat yang dipangkas menjadi bentuk pedang, orang-orang ini menyaksikan juara Aztec terhebat keluar, bersenjatakan gigi.
Menurut legenda Aztec, seorang pria bernama Tlahuicol sebenarnya selamat. Dengan apa-apa selain pedang kayu, ia sendirian membunuh delapan prajurit Aztec yang bersenjata lengkap. Suku Aztec sangat senang, dan mereka menawarkan untuk menjadikannya komandan pasukan mereka.
Tawaran mereka, katanya kepada mereka, merupakan penghinaan. Tlahuicol dimaksudkan untuk nasib yang jauh lebih besar. Dia harus dikorbankan untuk para dewa.
Suku Aztec memiliki keyakinan aneh dan sering bertentangan dengan masyarakat diluarnya tentang anak kembar. Mitos mereka tentang anak kembar yaitu diperlakukan sebagai dewa yang terhormat yang layak disembah oleh manusia. Kembar muncul dalam cerita mereka sebagai pembunuh monster, pahlawan, dan bahkan pencipta dunia.
Namun, kembar sungguhan diperlakukan dengan cara yang hina. Mereka memiliki satu dewa, Xolotl, untuk anak cacat dan kembar karena suku Aztec menganggap kembar sebagai anak cacat.
Mereka melihat kembar sebagai ancaman mematikan bagi orang tua mereka. Membiarkan bayi kembar hidup berarti menjadi akhir hidup orang tuanya. Jadi kebanyakan orang tua memilih salah satu bayi kembar mereka dan mengirimkannya kembali kepada para dewa melalui pengorbanan.
Di jantung ibukota Aztec, Tenochtitlan, adalah kuil kembar. Pada puncak ritual pengorbanan yang didedikasikan untuk Tlaloc, suku Aztec mengadakan ritual paling mengerikan dan paling menyedihkan dari semua ritual lainnya.
Tlaloc adalah dewa hujan dan kilat, dewa ini menurut kepercayaan suku aztek menuntut korban dari anak-anak.
Selama akhir musim dingin yang mereka sebut sebagai Atlcahualo, suku Aztec akan membawa anak-anak ke kuil Tlaloc dan memaksa mereka untuk berjalan menaiki tangga. Anak-anak itu bukan sukarelawan yang rela mengorbankan dirinya, sehingga mereka menangis ketika dibawa menuju tempat pemujaan. Jika anak-anak menangis, suku Aztec percaya bahwa Tlaloc akan memberkati mereka dengan hujan. Jadi jika anak-anak tidak menangis sendiri, orang dewasa akan membuat sehingga mereka menangis.
Anak-anak dibawa menuju ke tempat pemujaan yaitu sebuah gua di luar kota. Setelah sampai, mereka diletakkan melingkar di luar gua yang terbuka sehingga hujan yang turun akan mengenai tubuh mereka tanpa ada penghalang.
Mereka Mengadakan Perang Hanya Untuk Mendapatkan "Pengorbanan Manusia"
Tugas ilahiyah masyarakat suku Aztec adalah memenuhi selera dan keinginan dewa-dewa mereka yang tak terpuaskan melalui pengorbanan manusia. Biasanya, suku Aztec menggunakan musuh yang telah mereka kalahkan dalam perang sebagai persembahan. Tetapi dengan begitu maka, terjadi begitu banyak peperangan yang harus dilawan dan ada begitu banyak musuh yang harus ditangkap. Mereka membutuhkan lebih banyak korban.
Suku Aztec membuat kesepakatan untuk menggunakan negara tetangga Tlaxcala sebagai ladang manusia. Kedua pasukan mengorganisir pertempuran hanya untuk menangkap tahanan untuk pengorbanan manusia. Hal itu sudah merupakan kesepakatan bersama oleh kedua belah pihak. Tentara yang kalah tidak akan menangis atau mengeluh tentang nasib mereka. Mereka mengerti bahwa ini adalah bagian dari tawar-menawar mereka, dan mereka akan membiarkan diri mereka dituntun menuju kematian.
Sebagian Orang Sukarelawan
Suatu kehormatan yang besar bagi yang berani menjadi korban manusia bagi para dewa. Bahkan, ketika Spanyol datang dan mencoba membebaskan tahanan Aztec, beberapa orang tahanan marah karena mereka diambil demi kehormatan dengan mati dalam keadaan yang diberkati dewa.
Bukan hanya prajurit musuh yang berakhir hidupnya di bawah pisau upacara. Penjahat juga akan dibawa ke altar dalam keadaan malu. Ada juga orang yang mendaftar dengan penuh semangat, menginginkan mati dengan terhormat untuk dewa-dewa yang mereka sembah. Dalam tradisi suku Aztek, seluruh pelacur bersedia mendaftar untuk dikorbankan kepada dewi cinta.
Selama musim kemarau, beberapa suku Aztec terpaksa menjual anak-anak mereka ke dalam perbudakan seharga 400 telinga jagung. Jika anak-anak tidak bekerja dengan baik, mereka bisa dijual lagi. Dan jika seorang budak dijual dua kali, mereka bisa menjadi hadiah bagi para dewa.
Festival Toxcatl
Selama bulan Toxcatl, seorang pria dipilih untuk kehormatan khusus berdasarkan penampilannya. Dia harus memiliki kulit yang halus, tubuhnya ramping dan rambutnya panjang dan lurus. Pada tahun berikutnya, pria ini akan diperlakukan seperti dewa.
Dia akan berpakaian seperti dewa Tezcatlipoca. Kulitnya akan dicat hitam, dan dia akan memakai mahkota bunga, penutup dada kerang, dan banyak perhiasan.
Pria itu akan diberi empat istri cantik untuk digauli sesuka hatinya. Dia hanya diminta berjalan-jalan di kota bermain seruling dan mencium bau bunga sehingga orang-orang dapat menghormatinya.
Ketika 12 bulan telah berlalu, dia akan berjalan menaiki tangga piramida besar, memecahkan serulingnya saat dia naik ke puncak. Ketika orang banyak menyaksikan sambil melakukan pemujaan, seorang pemuka agama akan membantunya berbaring di atas altar panjang yang terbuat dari batu. Kemudian mereka akan merobek hatinya keluar dari tubuhnya.
Setelah itu, mereka akan memilih Tezcatlipoca baru dan memulai dari awal lagi.
Ritual Pengorbanan
Biasanya seorang korban akan dibawa ke puncak piramida besar dan dibaringkan di atas batu yang sudah disiapkan untuk kurban. Seorang pemuka agama akan berdiri di depannya, memegang pedang yang terbuat dari kaca vulkanik. Pedang itu akan dijatuhkan tepat di atas dada korban dan membelahnya, kemudian pemuka agama itu akan mencabut jantungnya yang masih berdetak.
Pemuka agama itu akan mengangkat tinggi-tingg hati itu untuk dilihat oleh semua orang. Lalu ia akan menghancurkannya sampai berkeping-keping di atas batu pengorbanan. Tubuh tak bernyawa akan terguling menuruni tangga piramida, di mana tukang daging telah menunggu di bawah untuk memotong-motong tubuh sepotong demi sepotong.
Tengkorak korban itu akan dilepas dan diletakkan di atas rak bersama dengan tengkorak-tengkorak lainnya yang telah dikorbankan. Kemudian daging dari tubuh orang itu akan dimasak menjadi makanan dan dibagikan kepada para bangsawan.
Menikmati Daging Manusia
Mayat korban seringkali dipanggang dengan jagung dan dibagikan kepada para pemuka agama dalam sebuah pesta. Di lain waktu, cukup untuk disiapkan kepada seluruh masyarakat di kota, dan setiap orang yang hadir akan mengambil bagian dalam aksi kanibalisme ritualistik bersama. Tulang-tulang itu kemudian dibuat menjadi alat musik, dan senjata.
Setidaknya satu hidangan yang mereka gunakan dalam upacara ini masih ada sampai sekarang: pozole. Pada zaman suku Aztec, ini adalah sup yang disiapkan dengan paha tahanan yang dikorbankan dan disajikan kepada kaisar.
Saat ini, hidangan dibuat dengan daging babi dan bukannya daging manusia, tetapi rasanya hampir sama. Ketika orang-orang Kristen memaksa suku Aztec untuk beralih ke daging babi, mereka melaporkan bahwa rasanya sama seperti manusia.
Peresmian Piramida Besar
Tidak semua pengorbanan itu normal. Ada saat-saat luar biasa ketika berbagai hal dilakukan secara berbeda. Terkadang, metodenya berbeda. Di lain waktu, perbedaannya adalah jumlah semata.
Yang terbesar adalah selama rekonsiliasi Piramida Besar Tenochtitlan. Suku Aztec telah menghabiskan waktu bertahun-tahun membangun kuil di ibu kota mereka, dan pada tahun 1487, Piramida Besar telah sempurna. Mereka mengadakan perayaan besar-besaran untuk meresmikan kuil besar mereka - dan mengorbankan banyak orang.
Suku Aztec mengklaim bahwa mereka mengorbankan 84.000 orang selama empat hari. Selama masa pemerintahan suku Aztec, diperkirakan hampir 250.000 orang dikorbankan di seluruh Meksiko pertahun.
Festival Menguliti Pria
Salah satu festival Aztec yang paling horor yaitu Tlacaxipehualiztli (Festival Menguliti Pria). Ini adalah upacara yang didedikasikan untuk dewa Aztec, Xipe Totec, yang namanya memiliki arti "Yang Tercela."
Empat puluh hari sebelum festival, seorang pria diberikan kehormatan untuk berpakaian seperti The Flayed One. Dia ditutupi bulu-bulu merah dan perhiasan emas dan selama 40 hari dihormati sebagai dewa. Kemudian, pada hari festival, dia dan delapan peniru dewa lainnya dibawa ke puncak kuil kemudian dibunuh.
Para pemuka agama menguliti tubuh orang-orang yang dikurbankan dengan meniru tanaman yang menumpahkan kulitnya. Kulit itu kemudian diwarnai kuning agar terlihat seperti emas. Beberapa kulit diberikan kepada para pemimpin agama, yang menari di dalamnya. Kulit-kulit lain diberikan kepada para pria muda, yang menghabiskan 20 hari berikutnya mengemis sambil mengenakan mantel daging manusia yang longgar.
Pengorbanan Melalui Pertempuran Gladiator
Selama Festival Menguliti Pria berlangsung, beberapa pria diberi kesempatan untuk membela diri. Untuk hidup, mereka harus mengalahkan sang jagoan suku Aztec yang bertubuh besar dengan pertarungan menggunakan senjata tajam.
Para prajurit pengorbanan dibawa ke sebuah batu bundar yang disebut temalacatl. Mereka diizinkan membawa senjata kayu yang tidak lebih dari mainan. Sambil memegang tongkat yang dipangkas menjadi bentuk pedang, orang-orang ini menyaksikan juara Aztec terhebat keluar, bersenjatakan gigi.
Menurut legenda Aztec, seorang pria bernama Tlahuicol sebenarnya selamat. Dengan apa-apa selain pedang kayu, ia sendirian membunuh delapan prajurit Aztec yang bersenjata lengkap. Suku Aztec sangat senang, dan mereka menawarkan untuk menjadikannya komandan pasukan mereka.
Tawaran mereka, katanya kepada mereka, merupakan penghinaan. Tlahuicol dimaksudkan untuk nasib yang jauh lebih besar. Dia harus dikorbankan untuk para dewa.
Pengorbanan Anak Kembar
Suku Aztec memiliki keyakinan aneh dan sering bertentangan dengan masyarakat diluarnya tentang anak kembar. Mitos mereka tentang anak kembar yaitu diperlakukan sebagai dewa yang terhormat yang layak disembah oleh manusia. Kembar muncul dalam cerita mereka sebagai pembunuh monster, pahlawan, dan bahkan pencipta dunia.
Namun, kembar sungguhan diperlakukan dengan cara yang hina. Mereka memiliki satu dewa, Xolotl, untuk anak cacat dan kembar karena suku Aztec menganggap kembar sebagai anak cacat.
Mereka melihat kembar sebagai ancaman mematikan bagi orang tua mereka. Membiarkan bayi kembar hidup berarti menjadi akhir hidup orang tuanya. Jadi kebanyakan orang tua memilih salah satu bayi kembar mereka dan mengirimkannya kembali kepada para dewa melalui pengorbanan.
Pengorbanan Anak
Di jantung ibukota Aztec, Tenochtitlan, adalah kuil kembar. Pada puncak ritual pengorbanan yang didedikasikan untuk Tlaloc, suku Aztec mengadakan ritual paling mengerikan dan paling menyedihkan dari semua ritual lainnya.
Tlaloc adalah dewa hujan dan kilat, dewa ini menurut kepercayaan suku aztek menuntut korban dari anak-anak.
Selama akhir musim dingin yang mereka sebut sebagai Atlcahualo, suku Aztec akan membawa anak-anak ke kuil Tlaloc dan memaksa mereka untuk berjalan menaiki tangga. Anak-anak itu bukan sukarelawan yang rela mengorbankan dirinya, sehingga mereka menangis ketika dibawa menuju tempat pemujaan. Jika anak-anak menangis, suku Aztec percaya bahwa Tlaloc akan memberkati mereka dengan hujan. Jadi jika anak-anak tidak menangis sendiri, orang dewasa akan membuat sehingga mereka menangis.
Anak-anak dibawa menuju ke tempat pemujaan yaitu sebuah gua di luar kota. Setelah sampai, mereka diletakkan melingkar di luar gua yang terbuka sehingga hujan yang turun akan mengenai tubuh mereka tanpa ada penghalang.