Pernah ke pulau Lombok Nusa Tenggara Barat? Apa yang menurut Anda paling menarik dari sana, yang membuat orang jatuh cinta dan ingin kembali lagi? Selain pantai serta suasana alam lainnya, apalagi yang Anda ketahui?
Ya, benar tradisi tentang "bau nyale" atau menangkap cacing warna-warni di laut. Sesuai dengan namanya "bau" artinya menangkap dan "nyale" artinya cacing. Warnanya indah, tapi hanya muncul dua kali dalam setahun di bulan-bulan tertentu, yaitu pada bulan Februari dan Maret, atau pada hari 19 dan 20 bulan 10 dan 11 dalam penanggalan suku Sasak.
Sebenarnya tradisi ini sudah sejak lama ada, kepastiannya kapan tidak tahu, meski versi babad menyebutkan mulai dipekenalkan pada abad ke 16. Cacing yang ditangkap tersebut masuk dalam daftar cacing jenis filum Annelida. Hidup dilubang-lubang batu karang yang ada di bawah permukaan laut.
Bau Nyale biasa dilakukan oleh penduduk yang bertempat tinggal di daerah pesisir pantai di pulau Lombok Selatan, khususnya di pantai Lombok Timur, seperti pantai Sungkin, pantai Kaliantan, dan kecamatan Jerowaru. Juga diadakan di Lombok Tengah di : pantai Seger, pantai Kuta dan pantai sekitarnya. Biasanya saat mengadakan acara ini dilengkapi dengan acara hiburan pendamping.
Tradisi adat tersebut selalu dihubungkan dengan keadaan budaya setempat, sebuah filisofi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat asli pulau itu hingga kini. Konon menurut legenda nyale berasal dari jelmaan seorang putri. Ia mengorbankan diriya dengan cara menyeburkan dirinya ke laut, sebab membela kepentingan rakyatnya.
Alkisah, diceritakan pada jaman itu sang putri terkenal karena kecantikan paras budi pekertinya. Karena itu sang putri banyak digilai para raja dan pangeran di wilayah tersebut. Beliau tidak dapat memilih menentukan pria mana yang akan dijadikan suaminya. Beliau berpikir jika mengambil salah satu dari mereka, cemas akan terjadi peperangan sebab sakit hati. Akibatnya rakyatnya yang akan menjadi korban.
Putri sangat mencintai rakyatnya, beliau tidak ingin terjadi sesuatu. Untuk itu demi menyelamatkan mereka semua, sang putri nekad menenggelamkan diri ke dasar samudera. Dan uniknya setelah tubuh putri menyentuh air laut, berubah menjadi cacing yang beraneka warna.
Masih menurut legenda, perubahan tubuh yang elok itu tidak terlepas dari sikap perilaku sang putri, yang memimpin dengan adil serta bijak. Masyarakat meyakini bahwa nyale dapat memberikan mereka semacam mukjizat. Orang yang menangkap nyale dipercaya akan mendapat kesejahteraan hidup, sangat dihormati keberaaannya, yang mengabaikan mendapat kemalangan.
Nyale setelah ditanggap banyak digunakan untuk berbagai keperluan sesuai kebutuhan masing-masing. Ada yang mempercayai dapat membuat tanah pertanian menjadi subur terutama padi, sehingga hasil panen yang didapatkan memuaskan. Tapi ada pula yang digunakan untuk lauk pauk, obat, dan yang sesuatu yang berkenaan dengan dunia gaib.
Upacara bau nyale sesungguhnya dibagi dalam dua bagian, yakni dilihat dari bulan keluarnya nyale-nyale dari laut dan waktu penangkapannya. Dari kala penangkapannyapun masih juga terbagi dua menjadi jelo pemboyak dan jelo tumpah.
Bulan keluarnya nyale disebut nyale tunggak dan nyale poto. Nyale tunggak merupakan nyale-nyale yang keluarnya pada bulan kesepuluh, sedang nyale poto keluar pada bulan kesebelas. Kebanyakan hewan-hewan itu keluar pada saat nyale tunggak yaitu tepat jatuh pada bulan kesepuluh, menarik bukan?
Ya, benar tradisi tentang "bau nyale" atau menangkap cacing warna-warni di laut. Sesuai dengan namanya "bau" artinya menangkap dan "nyale" artinya cacing. Warnanya indah, tapi hanya muncul dua kali dalam setahun di bulan-bulan tertentu, yaitu pada bulan Februari dan Maret, atau pada hari 19 dan 20 bulan 10 dan 11 dalam penanggalan suku Sasak.
Sebenarnya tradisi ini sudah sejak lama ada, kepastiannya kapan tidak tahu, meski versi babad menyebutkan mulai dipekenalkan pada abad ke 16. Cacing yang ditangkap tersebut masuk dalam daftar cacing jenis filum Annelida. Hidup dilubang-lubang batu karang yang ada di bawah permukaan laut.
Bau Nyale biasa dilakukan oleh penduduk yang bertempat tinggal di daerah pesisir pantai di pulau Lombok Selatan, khususnya di pantai Lombok Timur, seperti pantai Sungkin, pantai Kaliantan, dan kecamatan Jerowaru. Juga diadakan di Lombok Tengah di : pantai Seger, pantai Kuta dan pantai sekitarnya. Biasanya saat mengadakan acara ini dilengkapi dengan acara hiburan pendamping.
Tradisi adat tersebut selalu dihubungkan dengan keadaan budaya setempat, sebuah filisofi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat asli pulau itu hingga kini. Konon menurut legenda nyale berasal dari jelmaan seorang putri. Ia mengorbankan diriya dengan cara menyeburkan dirinya ke laut, sebab membela kepentingan rakyatnya.
Alkisah, diceritakan pada jaman itu sang putri terkenal karena kecantikan paras budi pekertinya. Karena itu sang putri banyak digilai para raja dan pangeran di wilayah tersebut. Beliau tidak dapat memilih menentukan pria mana yang akan dijadikan suaminya. Beliau berpikir jika mengambil salah satu dari mereka, cemas akan terjadi peperangan sebab sakit hati. Akibatnya rakyatnya yang akan menjadi korban.
Putri sangat mencintai rakyatnya, beliau tidak ingin terjadi sesuatu. Untuk itu demi menyelamatkan mereka semua, sang putri nekad menenggelamkan diri ke dasar samudera. Dan uniknya setelah tubuh putri menyentuh air laut, berubah menjadi cacing yang beraneka warna.
Masih menurut legenda, perubahan tubuh yang elok itu tidak terlepas dari sikap perilaku sang putri, yang memimpin dengan adil serta bijak. Masyarakat meyakini bahwa nyale dapat memberikan mereka semacam mukjizat. Orang yang menangkap nyale dipercaya akan mendapat kesejahteraan hidup, sangat dihormati keberaaannya, yang mengabaikan mendapat kemalangan.
Nyale setelah ditanggap banyak digunakan untuk berbagai keperluan sesuai kebutuhan masing-masing. Ada yang mempercayai dapat membuat tanah pertanian menjadi subur terutama padi, sehingga hasil panen yang didapatkan memuaskan. Tapi ada pula yang digunakan untuk lauk pauk, obat, dan yang sesuatu yang berkenaan dengan dunia gaib.
Upacara bau nyale sesungguhnya dibagi dalam dua bagian, yakni dilihat dari bulan keluarnya nyale-nyale dari laut dan waktu penangkapannya. Dari kala penangkapannyapun masih juga terbagi dua menjadi jelo pemboyak dan jelo tumpah.
Bulan keluarnya nyale disebut nyale tunggak dan nyale poto. Nyale tunggak merupakan nyale-nyale yang keluarnya pada bulan kesepuluh, sedang nyale poto keluar pada bulan kesebelas. Kebanyakan hewan-hewan itu keluar pada saat nyale tunggak yaitu tepat jatuh pada bulan kesepuluh, menarik bukan?