Perkembangan Moral Anak Menurut Para Ahli Psikologi - Piaget dan Kohlberg

Pengertian perkembangan moral tidak dapat dipisahkan dari pengertian moralitas. Maka, sebelum membahas pengertian perkembangan moral, terlebih dahulu dijelaskan tentang pengertian moralitas.Moralitas berasal dari perkataan latin mores yang berarti tatacara, kebiasaan atau adat istiadat.

Suatu perbuatan bermoral adalah yang sesuai dengan standar atau patokan suatu budaya atau komunitas setempat. Sedangkan imoralitas merupakan kegagalan dalam penyesuaian itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kesejahteraan kelompok (Dirgagunarsa, 1993:181).

Perkembangan moral menurut tidak lain dari penalaran perasaan dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral dengan demikian, memiliki dimensi interpersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik.

Tahap-tahap Perkembangan Moral Anak Menurut Piaget

Jean Piaget bersama anak-anak
Piaget (1932) secara ekstensif meneliti perkembangan moral, dengan mengamati dan mewawancarai anak usia 4 -12 tahun. Piaget mengamati anak-anak yang bermain kelereng untuk mengetahui bagaimana mereka menggunakan dan mematuhi aturan permainan. Dia juga betanya kepada anak-anak tentang isu etis. Contohnya: mencuri, berbohong, hukuman dan keadilan. Piaget menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara mereka berpikir mengenai moralitas.

2.1.Rentang usia 4-7 tahun, anak menunjukkan moralitas heteronom, tahap pertama dari perkembangan moral dalam teori Piaget. Anak berpikir bahwa keadilan dan peraturan adalah properti dunia yang tidak bisa diubah dan tidak bisa dikontrol oleh orang lain. Pemikir heteronom percaya bahwa aturan tidak bisa diubah karena diturunkan oleh suatu otoritas yang maha kuasa.Ketika Piaget menyarankan kepada anak-anak agar membuat peraturan baru dalam bermain kelereng, mereka menolak.  Pemikir heteronom percaya akan adanya Immanent justice, sebuah konsep bahwa ketika hukuman dilanggar, maka hukuman akan mengikuti pelanggaran tersebut. Anak kecil percaya bahwa pelanggaran berhubungan langsung dengan hukumannya. Dalam konteks demikian, sering kali anak kecil melihat sekelilingnya dengan perasaan khawatir ketika berbuat salah, takut terhadap adanya Immanent justice. Immanent justice juga mengimplikasikan bahwa jika seseorang menerima sebuah musibah, orang tersebut pasti telah melakukan pelanggaran. Sebagai moralis heteronom, anak menilai kebenaran atau kebaikan perilaku berdasarkan konsekwensinya, bukan niat dari pelaku.Contoh:moralis heteronom akan berpandangan bahwa memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih buruk dibandingkan dengan memecahkan 1 gelas dengan sengaja.

2.2.Rentang usia 7-10 tahun, anak berada dalam transisi menunjukkan sebagian ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua moralitas otonom.

2.3.Rentang usia 10 tahun ke atas, anak menunjukkan moralitas otonom. Mereka sadar bahwa peraturan dan hukuman dibuat oleh manusia dan ketika menilai sebuah perbuatan, mereka mempertimbangkan niat dan juga konsekwensinya.Anak yang lebih tua (moral otonom), menerima perubahan dan menyadari bahwa peraturan adalah konvensi yang disepakati dan dapat diubah. Mereka pun menyadari bahwa hukuman terjadi hanya bila ada saksi mata terhadap pelanggaran yang dilakukan. Dengan ini tidak berarti hukuman bukanlah sesuatu yang dapat dielakan. Pada tahap moralitas otonom, niat pelaku sudah mulai lebih dipertimbangkan dalam perilaku moral. Kesadaran moral muncul secara mandiri dari dalam diri individu yang mempengaruhi perilaku moral dan bukan karena paksaan atau otoritas orang dewasa.

Tahap-tahap perkembangan moral Anak Menurut Kohlberg


Lawrence Kohlberg (1958-1976, 1986) adalah salah satu psikolog  yang sangat berjasa dalam penelitian tentang penalaran moral. Kohlberg meneliti perkembangan moral melalui disertasi doktornya tahun 1958 dengan judul: The Development of Modes of Thinking and Choice in the Year 10 to 16. Ia tertarik meneliti perkembangan moral setelah terinspirasi hasil pemikiran Jean Piaget dan kegamumannya atas reaksi anak-anak.

Kohlberg mengemukakan bahwa ketika dilahirkan, anak belum membawa aspek moral. Ia menekankan bahwa cara berpikir tentang moral berkembang menurut tahapan tertentu. Ketertarikan Kohlberg pada isu moral dipicu hasil penelitian Piaget (1932). Tahapan seperti dimaksudkan Kohlberg bersifat universal. Tahapan ini dimatangkan Kohlberg setelah ia melakukan penelitian selama 20 tahun dengan mewawancarai sejumlah anak.Adapun tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg terdiri atas 3 tiga tahap dan masing-masing tahap terinci menjadi 2 tahap sehingga  menjadi 6 tahap.Adapun tahapan perkembangan moral Kohlberg tersaji pada gambar berikut.

Tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg
Tahap Pertama, Penalaran Moral Prakonvensional (preconventional reasoning), adalah tingkat penalaran moral terendah. Pada tahap ini perilaku baik dan buruk diinternalisasikan melalui reward (imbalan) dan hukuman (punishment) eksternal.

1. Moralitas heteronom: pada tahap ini orientasi penalaran moral dihubungkan dengan punishment. Contoh anak tidak mencoret dinding sekolah karena takut dihukum. Maka, ... suatu tindakan dianggap salah secara moral bila ada hukuman bagi orang yang melakukan. Semakin  keras hukuman diberikan, dianggap semakin salah tindakan itu.

2. Individualisme, tujuan instrumental dan pertukaran. Pada tahap ini penalaran individu yang memikirkan diri sendiri dianggap sebagai  hal yang benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Karena itu menurut mereka apa yang benar adalah sesuatu yang melibatkan pertukaran yang setara. Anak berfikir jika, mereka melakukan perbuatan baik kepada orang lain, orang lain juga akan melakukan hal serupa kepada mereka.

Tahap kedua, Penalaran Konvensional (conventional reasoning). Merupakan tahap dimana individu memasuki peran sosial. Pada tahap ini anak mulai memperlakukan standar moral tertentu; tetapi standar itu ditetapkan oleh orang lain, misalnya orangtua, guru, rohaniwan atau pemerintah. Anak mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Anak... mencoba menjadi anak baik untuk memenuhi harapan masyarakat (Kohlberg, 1973).

Pada tahap ini anak mulai menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensi dalam bentuk membangun hubungan interpersonal yang humanis lewat rasa hormat, terimakasih, toleran dan sebagainya.

3. Ekspektasi interpersonal, mutual, hubungan dengan orang lain dan konformitas interpersonal.Pada tahap ini individu menghargai kepercayaan, perhatian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar dari penilaian moral.Anak dan remaja sering kali mengadopsi standar moral orangtua, agar dianggap orangtua sebagai anak yang baik.

4. Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini  penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan dan kewajiban. Sebagai contoh: Supaya tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak, perlu ada undang-undang perlindungan hak anak dan perempuan.

Tahap Ketiga, Penalaran pascakonvensional (postconventional reasoning). Pada tahap ini individu menyadari adanya jalur moral alternatif, mengeksplorasi pilihan ini lalu memutuskan berdasarkan kode moral personal.

5. Kontak atau utilitas sosial dan hak individu.Pada tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak dan prinsip lebih utama atau lebih luas dari pada hukum. Seorang mengevaluasi dan memvalidasi hukum yang ada dan sistem sosial dapat diuji berdasarkan sejauhmana hal itu menjamin dan melindungi hak azasi dan nilai dasar manusia. Hukum ... menurut Lickona, T dan Kohlber (1976) lebih dilihat sebagai kontrak sosial dan bukan sesuatu keputusan yang sifatnya kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial kalau perlu harus  diubah demi kebaikan kepada banyak orang.

6. Prinsip etika universal. Pada tahap ini seseorang telah mengembangkan standar moral berdasarkan hak azasi manusia universal. Ketika dihadapkan pada pertentangan antara hukum dan hati nurani, meskipun keputusan ini memberi resiko. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada penalaran abstrak dengan menggunakan prinsip etika universal. Dalam konteks itu hukum hanya valid bila didasarkan pada keadilan dan komitmen pada keadilan mengharuskan seseorang untuk tidak patuh pada hukum yang tidak adil. Tidakan yang diambil merupakan hasil konsensus. Dengan cara ini menurut Kohlberg, et.al (1983), tindakan tidak pernah menjadi cara tetapi menjadi hasil. Seseorang bertindak karena hal itu benar dan bukan karena maksud pribadi sesuai harapan legal atau sudah disetujui sebelumnya. Kohlberg mengakui bahwa ia merasa sulit untuk menemukan seseorang yang secara konsisiten menerapkan tahapan ini.

Kohlberg mengemukakan bahwa tingkatan perkembangan moral, terjadi secara berurutan dan sesuai usia anak. Pada usia 9 tahun, kebanyakan anak menggunakan tahap 1 penalaran prakonvensional, ketika mereka dihadapkan dengan pilihan moral. Memasuki masa remaja awal, kebanyakan mereka menalar dengan cara yang lebih konvensional. Kebanyakan remaja menalar pada tahap 3 dan dengan beberapa tanda tahap 2 dan 4. Ketika memasuki masa dewasa muda, beberapa orang menalar dengan cara pascakonvensional. (Patris Rahabav)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama