Larangan Mendekati Zina dan Melakukan Zina dalam Al-Quran

Larangan Mendekati Zina dan Melakukan Zina dalam Al-Quran
Larangan mendekati dan melakukan zina merupakan hal yang sangat mutlak dalam kehidupan, karena berdampak negativ bagi pelakunya dan masyarakat sekitar.

Beberapa kasus yang terjadi di masyarakat saat ini adalah pergaulan bebas yang pada akhirnya menyebabkan anak zaman sekarang bebas melakukan perbuatan zina. Berpacaran kemudian melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama itu dianggap sebagai hal yang biasa, bahkan ada yang tidak juga berpacaran tetapi hanya berkenalan saja kemudian melakukan zina.

Memang bahwa perkembangan zaman sudah membuka ruang dan bahkan sudah meruntuhkan batas-batas tembok perbedaan yang sebenarnya tidak boleh dilewati, hal-hal yang haram sekalipun bisa saja dilakukan demi memuaskan diri. Padahal dengan jelas, al-Quran menjelaskan bahwa mendekati zina itu haram apalagi melakukannya. Dalam al-Quran Allah swt. berfirman.

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا

Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk (Q.S. Al-Isra: 32)

Zina merupakan perbuatan keji, dan merupakan jalan yang buruk dalam memenuhi kebutuhan biologis, hal ini karena dengan perbuatan zina dapat menyebabkan permasalah sosial. Masyarakat akan memandang buruk terhadap pelaku zina karena dianggap telah mealanggar norma agama dan norma sosial.

Selain itu melakukan zina akan memperburuk seseorang, misalnya saja suatu saat ketika dia menikah, maka dia sudah tidak lagi dalam keadaan suci, maka akan menyebabkan permasalahan dalam rumah tangga. Kalau suami bisa menerima hal itu dan mengerti keadaan itu maka tidak menjadi persoalan, tetapi kalau suami tidak menerima maka akan terjadi permasalahan bahkan bisa menyebabkan perceraian.

Melakukan zina memang merupakan kenikmatan, tetapi perlu diingat bahwa hal itu hanya bersifat sesaat saja, dan dapat menyebabkan kehamila. Ada istilah yang sering penulis dengar "nikmat sembilan menint, sengsara sembilan bulan." Merasakan nikmat sesat bisa menyebabkan kehamilah.

Hamil di luar nikah bukanlah kiamat hari itu juga, tetapi apa pandangan masyarakat dengan seorang yang hamil tanpa suami bagi yang belum menikah. Yang pasti adalah pandangan buruk terhadap dirinya. Sehingga dia mungkin saja akan dikucilkan di tempat dimana dia tinggal. Anak yang dikandungnya suatu saat tidak akan memiliki seorang bapak, dan suatu saat ketika anak itu sudah besar dan menikah maka akan menjadi persoalan bagi dirinya. Dia akan ditanya tentang siapa bapaknya dan siapa yang akan menjadi walinya, sehingga bisa menjadi beban bagi dirinya.

Yang lebih parah lagi adalah hamil diluar nikah bisa menyebabkan terjadinya perbuatan keji baru, yaitu melakukan pengguguran paksa terhadap anak yang sedang dikandungnya. Sehingga lahir lagi dosa baru setelah dosa zina. Sehingga al-Quran mememrintahkan kepada kita sebagai umat Islam agar menundukkan pandangan dan sebagainya, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran sebagai berikut.

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠ وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣١ 

Artinya: 30) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". 31) Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Q.S. An-Nur: 30-31).

Ayat ini telah menerangkan dengan jelas dan tanpa diterjemahkan lebih lanjut lagi kita sebagai umat Islam pasti sudah memahami bahwa memelihara pandangan dan menjaga kemaluan agar tidak melakukan perbuatan zina yang dilarang oleh agama.

Perbuatan zina dilarang lalu bagaimana cara menyelesaikan persoalan biologis? Jawabannnya adalah dengan jalan menikah. Menikah bukanlah hal yang sulit, yang sulit adalah budaya masyarakat kita. Sehingga bagi orang tua wanita, permudahkanlah pernikahan agar generasi ke Islam dapat terhindar dari perbuatan zina. Wallahu a'lam.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama