Menyampaikan pendapat merupakan hak bagi siapa pun, tidak saja dikhususkan bagi pejabat pemerintahan, tetapi berlaku pula untuk mahasiswa, buruh pabrik, pedagang kaki lima, petani, dan rakyat lainnya. Bahkan, di negeri kita, menyampaikan pendapat mendapat perlindungan dalam UUD 1945, khususnya pada pasal 28.
Penyampaian pendapat tidak harus dengan unjuk rasa, adakalanya dilakukan dengan cara yang lebih kompromi, yaitu dengan musyawarah. Pada artikel kali ini yaitu Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Demokrasi, akan diuraikan pandangan ajaran Islam tentang tata cara musyawarah yang sering dipraktikkan dalam sistem demokrasi
1. Bacaan dan Terjemahan Ali ‘Imran Ayat 159
Terjemahan
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya
2. Kandungan Surah Ali ‘Imran Ayat 159
Surah A-li ‘Imran ayat 159 membahas tentang tata cara melakukan musyawarah. Jika dirunut dari asbabun nuzulnya, ayat ini diturunkan sebagai teguran terhadap sikap para sahabat Rasulullah saw. yang telah menyepakati keputusan musyawarah dalam menerapkan strategi Perang Uhud, tetapi mereka melanggar kesepakatan tersebut. Oleh karena sikap melanggar dari keputusan musyawarah, dalam Perang Uhud, kaum muslimin menjadi sulit mengalahkan musuh.
Rasulullah sebagai pemimpin sering mengajak para sahabat untuk menyelesaikan masalah. Misalnya dalam mengatur strategi memenangkan perang, menyelesaikan tahanan perang, dan menentukan tempat ibadah. Dalam menyelesaikan suatu persoalan, jika tidak mendapat petunjuk wahyu dari Allah, Rasulullah melakukannya dengan cara mengajak bermusyawarah.
Rasulullah saw. meminta pendapat kepada para sahabat untuk memutuskan perkara keduniaan. Adapun untuk urusan akidah dan ibadah, Rasulullah tidak meminta pendapat para sahabat. Urusan akidah dan ibadah merupakan ketentuan yang terperinci dari Allah dan harus kita taati sehingga tidak perlu dimusyawarahkan.
Ketentuan bermusyawarah sebagaimana dibahas dalam Surah Ali ‘Imran ayat 159 sebagai berikut.
a. Lapang Dada
Ketika bermusyawarah kita dilarang bersikap kasar, tetapi harus lapang dada. Dengan kelapangan dada, kita menjadi bijak dalam memutuskan sesuatu. Sikap lapang dada dapat dibuktikan dengan mau menerima terhadap perbedaan pendapat dan harus ikhlas jika pendapatnya ternyata ditolak.
b. Saling Memaafkan
Perbedaan pendapat kadang menimbulkan perselisihan. Akan tetapi, perselisihan tidak harus menyebabkan kita saling bersitegang yang dapat mengancam silaturahmi. Perbedaan atau perselisihan pendapat harus berujung pada sikap saling memahami. Dalam ayat ini secara tegas diingatkan untuk fa‘fu ‘anhum yang berarti maafkanlah.
c. Bersikap Terbuka
Ketika bermusyawarah kita harus bersikap terbuka untuk menerima pendapat yang terbaik. Jika pendapat yang kita sampaikan ternyata keliru, merugikan, kurang efektif, atau bahkan berbahaya, kita dianjurkan untuk terbuka menyadarinya. Misalnya dalam perintah yang terkandung dalam lafal wastagfirlahum.
d. Melengkapinya dengan Bertawakal
Musyawarah seharusnya merupakan keputusan terbaik karena dihasilkan dari pemikiran dan pertimbangan bersama. Keputusan musyawarah juga harus tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan hadis. Selanjutnya, jika keputusan tersebut telah ditetapkan, kita dianjurkan bertawakal kepada Allah, yaitu dengan berkomitmen bersama untuk menindaklanjuti keputusan musyawarah secara konsisten.
Musyawarah harus tetap mengacu pada petunjuk Allah dalam Al-Qur’an dan hadis nabi. Sebagus apa pun keputusan musyawarah menurut ukuran akal, tetap tidak boleh dilaksanakan jika bertentangan dengan aturan Al-Qur’an dan hadis. Hal ini berbeda dengan sistem demokrasi yang tidak berlandaskan pada aturan Al-Qur’an dan hadis. Dalam sistem demokrasi, setiap keputusan yang telah disepakati bersama harus dipatuhi, meskipun bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadi
1. Bacaan dan Surah Asy-Syura Ayat 38 Terjemahan
Terjemahan
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka
2. Kandungan Surah Asy-Syura Ayat 38
Allah memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan musyawarah. Segala hal yang menyangkut masalah keduniaan dan berkaitan dengan kepentingan bersama, hendaknya diselesaikan dengan cara musyawarah. Musyawarah merupakan jalan terbaik untuk mencapai mufakat.
Jika menyimak terjemahan ayatnya, yaitu ”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”, dapat ditemukan arti pentingnya musyawarah. Pada ayat tersebut, perintah musyawarah berada di antara perintah mendirikan salat dan menginfakkan harta. Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa pentingnya bermusyawarah itu sejajar dengan perintah salat atau menginfakkan harta, baik dengan cara zakat atau sedekah. Dengan pentingnya musyawarah, kita dianjurkan untuk menjunjung tinggi keputusan musyawarah tersebut.
Istilah syura seperti tercantum pada ayat tersebut juga populer untuk menyebut lembaga khusus dalam musyawarah, yaitu dewan syura. Lembaga syura ini telah berdiri di Mekah sebelum Islam datang. Pada zaman Rasulullah saw. lembaga yang memusyawarahkan berbagai permasalahan dalam umat dikenal dengan ahlul hal wal ‘aqdi. Selain digunakan untuk menyelesaikan persoalan umat, sesudah zaman Rasulullah juga digunakan untuk memilih seorang pemimpin.
Apa Sajakah yang Perlu Dimusyawarahkan?
Rasulullah telah membiasakan melakukan musyawarah terutama ketika beliau tidak mendapat wahyu Allah Swt. Pada zaman Rasulullah, contohnya ketika hendak melakukan Perang Uhud, beliau bermusyawarah dengan para sahabat. Musyawarah juga perlu dilakukan untuk hal-hal yang dianggap penting, misalnya yang dijelaskan dalam Surah al-Baqarah ayat 233 yang artinya, Apabila keduanya (suami istri) ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawaratan antara mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya.
Menyapih anak seperti dijelaskan pada ayat di atas adalah persoalan yang penting untuk dimusyawarahkan dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi, tidak semua persoalan boleh dimusyawarahkan. Musyawarah dibolehkan khusus untuk persoalan yang tidak ada ketentuan secara pasti dalam agama. Untuk urusan dunia, kita diberi hak untuk menentukan sendiri persoalan tersebut demi kemaslahatan bersama. Hal ini seperti yang disabdakan Rasulullah saw. kepada kita dalam hadis riwayat Ahmad yang artinya: "Yang berkaitan dengan urusan agama kalian, kepadaku (rujukannya) dan yang berkaitan dengan urusan dunia kalian, kalian lebih mengetahuinya."
Dalam menjalani hidup di dunia, manusia selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Saat menjalin interaksi tersebut kadang menghadapi berbagai persoalan sehingga membutuhkan solusi. Cara terbaik untuk menyelesaikannya dengan bermusyawarah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang musyawarah. Hal ini menunjukkan keutamaan musyawarah. Oleh karena itu, kita perlu membiasakan bermusyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan yang kita hadapi, terutama menyangkut masalah muamalah.
Penyampaian pendapat tidak harus dengan unjuk rasa, adakalanya dilakukan dengan cara yang lebih kompromi, yaitu dengan musyawarah. Pada artikel kali ini yaitu Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Demokrasi, akan diuraikan pandangan ajaran Islam tentang tata cara musyawarah yang sering dipraktikkan dalam sistem demokrasi
Surah Ali ‘Imran Ayat 159 tentang Musyawarah
1. Bacaan dan Terjemahan Ali ‘Imran Ayat 159
فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
Terjemahan
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya
2. Kandungan Surah Ali ‘Imran Ayat 159
Surah A-li ‘Imran ayat 159 membahas tentang tata cara melakukan musyawarah. Jika dirunut dari asbabun nuzulnya, ayat ini diturunkan sebagai teguran terhadap sikap para sahabat Rasulullah saw. yang telah menyepakati keputusan musyawarah dalam menerapkan strategi Perang Uhud, tetapi mereka melanggar kesepakatan tersebut. Oleh karena sikap melanggar dari keputusan musyawarah, dalam Perang Uhud, kaum muslimin menjadi sulit mengalahkan musuh.
Rasulullah sebagai pemimpin sering mengajak para sahabat untuk menyelesaikan masalah. Misalnya dalam mengatur strategi memenangkan perang, menyelesaikan tahanan perang, dan menentukan tempat ibadah. Dalam menyelesaikan suatu persoalan, jika tidak mendapat petunjuk wahyu dari Allah, Rasulullah melakukannya dengan cara mengajak bermusyawarah.
Rasulullah saw. meminta pendapat kepada para sahabat untuk memutuskan perkara keduniaan. Adapun untuk urusan akidah dan ibadah, Rasulullah tidak meminta pendapat para sahabat. Urusan akidah dan ibadah merupakan ketentuan yang terperinci dari Allah dan harus kita taati sehingga tidak perlu dimusyawarahkan.
Ketentuan bermusyawarah sebagaimana dibahas dalam Surah Ali ‘Imran ayat 159 sebagai berikut.
a. Lapang Dada
Ketika bermusyawarah kita dilarang bersikap kasar, tetapi harus lapang dada. Dengan kelapangan dada, kita menjadi bijak dalam memutuskan sesuatu. Sikap lapang dada dapat dibuktikan dengan mau menerima terhadap perbedaan pendapat dan harus ikhlas jika pendapatnya ternyata ditolak.
b. Saling Memaafkan
Perbedaan pendapat kadang menimbulkan perselisihan. Akan tetapi, perselisihan tidak harus menyebabkan kita saling bersitegang yang dapat mengancam silaturahmi. Perbedaan atau perselisihan pendapat harus berujung pada sikap saling memahami. Dalam ayat ini secara tegas diingatkan untuk fa‘fu ‘anhum yang berarti maafkanlah.
c. Bersikap Terbuka
Ketika bermusyawarah kita harus bersikap terbuka untuk menerima pendapat yang terbaik. Jika pendapat yang kita sampaikan ternyata keliru, merugikan, kurang efektif, atau bahkan berbahaya, kita dianjurkan untuk terbuka menyadarinya. Misalnya dalam perintah yang terkandung dalam lafal wastagfirlahum.
d. Melengkapinya dengan Bertawakal
Musyawarah seharusnya merupakan keputusan terbaik karena dihasilkan dari pemikiran dan pertimbangan bersama. Keputusan musyawarah juga harus tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Al-Qur’an dan hadis. Selanjutnya, jika keputusan tersebut telah ditetapkan, kita dianjurkan bertawakal kepada Allah, yaitu dengan berkomitmen bersama untuk menindaklanjuti keputusan musyawarah secara konsisten.
Musyawarah harus tetap mengacu pada petunjuk Allah dalam Al-Qur’an dan hadis nabi. Sebagus apa pun keputusan musyawarah menurut ukuran akal, tetap tidak boleh dilaksanakan jika bertentangan dengan aturan Al-Qur’an dan hadis. Hal ini berbeda dengan sistem demokrasi yang tidak berlandaskan pada aturan Al-Qur’an dan hadis. Dalam sistem demokrasi, setiap keputusan yang telah disepakati bersama harus dipatuhi, meskipun bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadi
Surah Asy-Syura Ayat 38 tentang Keutamaan Musyawarah
1. Bacaan dan Surah Asy-Syura Ayat 38 Terjemahan
وَٱلَّذِينَ ٱسۡتَجَابُواْ لِرَبِّهِمۡ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمۡرُهُمۡ شُورَىٰ بَيۡنَهُمۡ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ
Terjemahan
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka
2. Kandungan Surah Asy-Syura Ayat 38
Allah memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan musyawarah. Segala hal yang menyangkut masalah keduniaan dan berkaitan dengan kepentingan bersama, hendaknya diselesaikan dengan cara musyawarah. Musyawarah merupakan jalan terbaik untuk mencapai mufakat.
Jika menyimak terjemahan ayatnya, yaitu ”Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka”, dapat ditemukan arti pentingnya musyawarah. Pada ayat tersebut, perintah musyawarah berada di antara perintah mendirikan salat dan menginfakkan harta. Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa pentingnya bermusyawarah itu sejajar dengan perintah salat atau menginfakkan harta, baik dengan cara zakat atau sedekah. Dengan pentingnya musyawarah, kita dianjurkan untuk menjunjung tinggi keputusan musyawarah tersebut.
Istilah syura seperti tercantum pada ayat tersebut juga populer untuk menyebut lembaga khusus dalam musyawarah, yaitu dewan syura. Lembaga syura ini telah berdiri di Mekah sebelum Islam datang. Pada zaman Rasulullah saw. lembaga yang memusyawarahkan berbagai permasalahan dalam umat dikenal dengan ahlul hal wal ‘aqdi. Selain digunakan untuk menyelesaikan persoalan umat, sesudah zaman Rasulullah juga digunakan untuk memilih seorang pemimpin.
Apa Sajakah yang Perlu Dimusyawarahkan?
Rasulullah telah membiasakan melakukan musyawarah terutama ketika beliau tidak mendapat wahyu Allah Swt. Pada zaman Rasulullah, contohnya ketika hendak melakukan Perang Uhud, beliau bermusyawarah dengan para sahabat. Musyawarah juga perlu dilakukan untuk hal-hal yang dianggap penting, misalnya yang dijelaskan dalam Surah al-Baqarah ayat 233 yang artinya, Apabila keduanya (suami istri) ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawaratan antara mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya.
Menyapih anak seperti dijelaskan pada ayat di atas adalah persoalan yang penting untuk dimusyawarahkan dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi, tidak semua persoalan boleh dimusyawarahkan. Musyawarah dibolehkan khusus untuk persoalan yang tidak ada ketentuan secara pasti dalam agama. Untuk urusan dunia, kita diberi hak untuk menentukan sendiri persoalan tersebut demi kemaslahatan bersama. Hal ini seperti yang disabdakan Rasulullah saw. kepada kita dalam hadis riwayat Ahmad yang artinya: "Yang berkaitan dengan urusan agama kalian, kepadaku (rujukannya) dan yang berkaitan dengan urusan dunia kalian, kalian lebih mengetahuinya."
Dalam menjalani hidup di dunia, manusia selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Saat menjalin interaksi tersebut kadang menghadapi berbagai persoalan sehingga membutuhkan solusi. Cara terbaik untuk menyelesaikannya dengan bermusyawarah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang musyawarah. Hal ini menunjukkan keutamaan musyawarah. Oleh karena itu, kita perlu membiasakan bermusyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan yang kita hadapi, terutama menyangkut masalah muamalah.