Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Azas-azas Transaksi Ekonomi dalam Islam

Azas-azas Transaksi Ekonomi dalam Islam
Islam agama yang lengkap, dengan kata lain segala aspek kehidupan keagamaan dan kehidupan masyarakat telah ditata dengan rinci. Hablum minallah dan hablum minan-nas. Dalam lslam, ulasan masalah ekonomi dikenal dengan istilah muamalah, yang secara rinci dibicarakan dalam ilmu fikih muamalah. Muamalah dalam makna luas ialah aturan-aturan (hukum) Allah swt. guna mengatur manus dalam kaitannya dengan persoalan keduniaan dalam pergaulan sosial. Adapun dalam makna sempit, muamalah ialah aturan-aturan Allah swt. yang menata hubungan sesama manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. 

Contoh dalam masalah muamalah ialah, pemindahan utang (hiwalah), gadai (rahn), jual beli (bai‘), perseroan (syirkah), sewa-menyewa tanah (mukh abarah) dan perseroan harta dan tenaga (mudarabah). Semua itu, biasanya disebut dengan istilah ekonomi Islam. Termasuk di dalamnya mengenai bank dan asuransi.

Azas-Azas Transaksi Ekonomi dalam Islam 


Azas artinya dasar. Ekonomi ialah sesuatu yang berkaitan dengan Cita-cita dan usaha manusia meraih kemakmuran atau mendapatkan kepuasan dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Transaksi ekonomi, artinya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi seperti transaksi jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, hutang pinjam, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. 

Dalam setiap transaksi ekonomi Islam ada beberapa prinsip dasar atau azas-azas yang telah ditetapkan oleh syarak, yaitu: 

1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat pihak-pihak yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syarak, misalnya transaksi Jual beli minuman keras. Pihak-pihak yang bertransaksi harus memenuhi kewajiban yang telah disepakati dan tidak boleh saling mengkhianati. Firman Allah swt.: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ 

Terjemahannya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji... (Q.S Al-Maidah: 1)

2. Transaksi dilakukan secara bebas namun bertanggung jawab, tidak  menyimpang dari hukum syarak dan adab sopan santun. 

3. Transaksi dilakukan secara sukarela antara kedua belah pihak (an taradm minkum), tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. Firman Allah swt. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا ٢٩ 

Terjemahannya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Q.S. An-Nisa: 29)

4. Transaksi harus dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah swt. sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, kecurangan dan penyelewengan. Nabi saw. bersabda: "Nabi Muhammad saw. melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan (H.R. Muslim). Bagi pihak yang merasa dicurang ilslam memberikan hak khiyar,yaitu kebebasan memilih untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi tersebut. 

5. 'Urf (adat kebiasaan) yang tidak menyimpang dari syarak boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam tramaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa mobil. Menurut kebiasaan kerusakan mobil yang terjadi pada saat mobil itu dipakai penyewa merupakan tanggung jawab penyewa. Maka pihak yang menyewa boleh menuntut penyewa untuk memperbaiki mobilnya itu. Namun pada saat terjadinya akad kedua belah pihak telah sama-sama mengetahui kebiasaan tersebut dan menyepakatinya. 

6. Transaksi harus berprinsip la tazlimuna wa Ia tuzlamun, jangan menzalimi dan jangan dizalimi. Praktik yang melanggar prinsip ini contohnya, penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Hal ini dalam istilah fikih disebut ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply). lkhtikar terjadi jika terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut, (a) Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock atau mengenakan entry-barriers (menghambat produsen/penjual lain masuk pasar agar menjadi pemain tunggal di pasar). (b) Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum munculnya kelangkaan. (c) Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen (a) dan (b) dilakukan. (Muhammad Rozak, Muhammad Luthfi Ubaidillah,: 2011)

Posting Komentar untuk "Azas-azas Transaksi Ekonomi dalam Islam"