Analisa Kebenaran Tuhan dalam Pandangan Islam

Berbicara tentang Tuhan berarti kita akan berbicara tentang dzat yang gaib, dzat yang tidak dapat dijangkau dengan nalar semata. Tuhan hanya bisa dijangkau jikalau nalar dan rasa telah menyatu menjadi satu. Nalar akan melakukan suatu tahapan berpikir, dan rasa akan melakukan fungsinya untuk meyakini dan merasakan keberadaan Tuhan.

Dalam Islam, umat muslim tidak hanya disuruh meyakini sesuatu yang diajarkan sebagai dogma semata, tetapi disuruh untuk mengetahui dan mengenal sesuatu terlebih dahulu. Karena dari sanalah keyakinan itu dapat tumbul dan dipertahankan dengan baik. Kalau sesuatu hanya sekedar sebagai dogma yang disuruh untuk diyakini saja tanpa mengetahui dan mengenalnya dengan nalar maka, sesuatu itu belum tentu memiliki kebenaran yang hakiki.

Pencarian Kebenaran Tuhan


Sudah banyak kisah para nabi, para sahabat, dan ulam-ulama terdahulu yang melakukan suatu tahapan dalam mengenal Tuhan. Diantara para nabi yang paling menginspirasi saya adalah nabi Ibrahim alaihissalam yang pada mulanya mencari tuhan dengan melihat tanda-tanda kekuasaan Tuhan di langit dan di bumi. Kisahnya menyebutkan bahwa, Nabi Ibrahim tidak yakin dengan tuhan-tuhan patung yang dibuat oleh bapaknya. Dia mengaggap berhala-berhala tersebut tidak memiliki manfaat sedikitpun, sehingga tidak bisa dipertuhankan. Jangankan melindungi manusia, dirinya tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari tangan jahil manusia. Seperti ketika nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala tersebut di dalam tempat ibadah dan menuduh berhala yang lebih besar menghancurkan yang lain.

Pencarian Tuhan yang dilakukan Nabi Ibrahim terbilang unik, seperti ketika matahari pagi terbit di ufuk barat, dia menggap itu sebagai tuhan. Namun ketika matahari terbenam, tuhan matahari yang dianggapnya tidak berkuasa lagi, maka hipotesis yang dia lakukan terhadap mataharipun gugur, karena pada malam hari matahari tak berkuasa lagi menyinari bumi.

Suatu ketika di malam hari bulan begitu indah terlihat, cahayanya memberi sedikit penerangan untuk kehidupan bumi, dan nabi Ibrahim memandangnya dan mulai membuat beberapa kesimpulan awal lagi. Inikah Tuhan yang sebenarnya? Begitu elok dipandang, berada di malam hari yang misterius, berada di atas langit yang tak bertiang. Namun ketika malam berakhir bulan purnamapun hilang, maka tuhan bulanpun tidak jadi diyakini sebagai tuhan.

Perenungan demi perenungan terus dilakukan oleh nabi yang berjuluk ulul azmi ini, sampai suatu ketika dia berpikir bahwa "mungkinkah tuhan adalah apa yang saya lihat dan saya rasakan?" Kalau memang itu benar, kenapa mereka tidak memiliki kuasa yang lebih?. Semua pertanyaan filsafat ini berakhir dengan jawaban bahwa,
semua yang ada di langit dan di bumi memiliki kekuasaan terbatas, Tuhan miliki sifat berkuasa tanpa batas, sehingga Tuhan bukanlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, semua itu pasti ciptaannya.
Proses perenungan ini hingga mencapai puncak, ketika nabi Ibrahim meyakini bahwa,
Tuhan tidak hanya bisa dijangkau dengan nalar tetapi harus juga dijangkau dengan rasa.
Kisah nabi Ibrahim ini yang paling banyak memberi inspirasi bagi saya pribadi, karena beliau melalui tahapan-tahapan filsafat dalam mencari sutau kebenaran hakiki, bahkan pada tahapan-tahapan itu sendiri Nabi Ibrahim sampai dibenci oleh umatnya dan dibakar hidup-hidup, namun atas kuasa Allah, bapaknya para nabi ini tidak terbakar oleh api yang menyal-nyala.

Kisah inspirasi mencari tuhan bukan saja datang dari nabi Ibrahim, tetapi juga datang dari beberapa nabi lainnya. Selain nabi proses pencarian tuhan juga dilakukan oleh manusia-manusia biasa yang bukan wakil tuhan di muka bumi. Kita ambil contoh seperti para sufi yang walaupun sudah memiliki ilmu agama tetapi terus mendekatkan diri kepada Allah untuk menemukan keberadaan Tuhan. Dari sini maka lahirlah beragam metode yang juga tidak bisa terlepas dari syariat Islam.

Salah satu sufi yang paling terkenal dalam pencarian Tuhan hingga mencintai Allah dengan tidak ingin mencintai yang lain selain-Nya adalah Rabiah al Adawiyah. Kisahnya begitu inspiratif, dari seorang perempuan kecil yang diculik, kemudian dijadikan budak, hingga dia melihat dunia begitu berat dan lari kepada Tuhan, kemudian meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi.

Manusia Biasa dan Tuhan


Bagaimana dengan anda sebagai manusia biasa, pernakah anda bertanya tentang Tuhan?. Pertanyaan seperti, mungkinkah Tuhan itu ada? Mungkin bagi sebagian orang pertanyaan tentang Tuhan itu tidak perlu ada lagi karena sudah dijelaskan di dalam kitab Al-Quran dan Hadist Rosulullah. Namun bagi saya pertanyaan-pertanyaan itu perlu ada selama tidak menjurus kepada kesyirikan saja.  Setelah pertanyaan-pertanyaan itu muncul, selanjutnya anda perlu jawaban yang benar, maka carilah jawaban dari pertanyaan anda sendiri dengan petunjuk-petunjuk yang telah ada.

Memang bahwa dalam menjangkau Tuhan kita sebagai menusia biasa memerlukan berbagai macam tahapan. Tahapan yang paling awal adalah tahapan keyakinan terlebih dahulu, dari situ barulah bisa menguatkan akal untuk berpikir. Kalau hanya mengandalkan akal maka, pencarian akan berada pada batas tertentu dan tidak dapat menemukan pada yang dicari, tetapi jika dibarengi dengan keyakinan, maka pencarian akan menemukan titik temu yang dicari.

Pandangan Islam Dalam Mencari Kebenaran Ilahi


Islam tidak melarang seseorang mencari kebenaran Tuhan, karena pada dasarnya manusia memiliki keingintahuan terhadap apa yang dia yakini. Suatu keyakinan memang harus mendapatkan pembuktian secara ilmiah sehingga nilainya akan menjadi baik, dan jika itu terkait dengan keyakinan kepada Tuhan maka, akan bertambah iman dan taqwa kepada Tuhan.

Memang bahwa dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 2 disebutkan bahwa tidak ada lagi keraguan di dalam kitab suci yang diturunkan oleh Allah tersebut. Tetapi perlu diingat bahwa ayat ini tidak melarang seseorang melakukan pembuktian terhadap kebenaran Al-Quran, karena pada dasarnya segala sesuatu butuh pembuktian termasuk membuktikan bahwa sudah tidak ada lagi keraguan di dalam Al-Quran.

Di media sosial saya menemukan beberapa orang membuat postingan sketsa dialog antara Albert Einstein dengan gurunya. Dialog tersebut seakan menggambarkan bahwa gurunya tidak yakin dengan adanya Tuhan, tetapi dengan cerdas Einstein menjelaskan keberadaan Tuhan secara ilmiah.

Ketika mencari kebenaran Tuhan kita sebagai makhluk tidak bisa menyebutkan Tuhan dalam wujud aslinya, kalau itu yang kita cari maka, saya yakin tidak ada satu orangpun yang menemukannya dalam kehidupan di dunia ini. Kalau Tuhan dalam bentuk in-materi (gaib) maka manusia bisa menemukan Tuhan dalam pencariannya.

Dalam Islam, Tuhan merupakan dzat yang tunggal yang tidak bisa diduakan. Bahkan dalam surat al-Ikhlas menjelaskan bahwa Tuhan tidak memiliki orang tua dan tuhan tidak beranak. Islam dalam masalah akidah berbeda pandangan dengan agama lain. Namun bukan berarti lalu kita saling menyalahkan antara satu agama dengan agama yang lain. Biarkan perbedaan itu menjadi rahmat, sebagaimana Islam itu sendiri yang datang sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kalau masih ada umat Islam yang mempermasalahkan keyakinan orang lain maka, keyakinan orang tersebut perlu dipertanyakan kebenarannya.

Dalam menerjemahkan ayat-ayat Al-Quran dalam pencarian kebenaran Tuhan, seorang muslim tidak bisa menerjemahkan Quran secara tekstual saja. Tetapi harus juga dengan melihat sisi lain dari ayat tesebut atau biasa disebut dengan menerjemahkan secara kontekstual. Seperti misalnya pada surat Al-Fathu ayat 10 yang potongan ayatnya "yadullahu fauqo aidihim", jika diartiakan secara tekstual ayat ini terjemahannya adalah "tangan Allah berada di atas tangang mereka". Karena ayat ini merupakan ayat mutasyabihat yang artinya bahwa maknanya samar-samar sehingga bisa dimaknai tangan Allah sebagai kekuasaan Allah yang berada di atas kekuasaan manusia. Artinya bahwa manusia tidak akan bisa memiliki kuasa melebihi Allah.
Wallahu a'lam

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama