Budaya Masyakat Suku Kei: Maren, Yelim dan Sdov

Budaya Masyakat Suku Kei: Maren, Yelim dan Sdov

Kepulauan Kei merupakan salah satu gugusan kepulauan yang secara geografis terletak di bagian selatan Provinsi Maluku. Secara administratif kepulauan Kei terbagi menjadi dua wilayah administrasi yaitu Kabupaten Maluku Tenggara dan kota Tual. Di dalam dua daerah otonom ini terdapat beragam suku seperti suku Kei sebagai suku asli, suku Bugis, Makassar, Jawa, dan sebagainya serta terdapat beragam agama yaitu; agama Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha, dan keyakinan lokal, sehingga masyarakat Kei memiliki budaya yang beragam pula.

Kebudayaan Kei adalah segala sesuatu yang melekat pada masyarakat Kei, baik itu berupa hasil karya, cipta rasa, agama, ilmu pengetahuan, teknologi, kebiasaan dan sebagainya. Selain itu kebudayaan Kei juga merupakan tata cara kehidupan masyarakat yang mendiami kepulauan Kei yang secara turun temurun terus diwariskan dan dilakukan secara berulang, sehingga menjadi pola hidup masyarakat Kei. Kebudayaan masyarakat Kei yang selama ini dipraktekkan sangat beragam, namun dalam pembahasan ini penulis hanya membatasi pada beberapa pembahasan saja, yaitu; budaya maren, budaya yelim, dan budaya sdov.

Budaya Maren

Maren secara bahasa (bahasa kei) berasal dari kata hamaren yang terdiri dari tiga suku kata yaitu ham artinya “bagi”, ar artinya “memisahkan” dan en artinya “selesai”, sehingga hamaren artinya membagi secara terpisah pekerjaan kepada orang yang hadir dalam suatu kegiatan kerja sama agar pekerjaan dapat selesai dengan cepat sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Budaya maren oleh masyarakat Kei diartikan sebagai suatu perilaku kerja dalam membantu orang lain secara kekeluargaan, suka rela, dan tanpa digaji atau dibayar. Budaya maren juga merupakan salah satu budaya kumpul keluarga untuk mengerjakan suatu pekerjaan milik keluarga yang satu, kemudian akan terjadi hal yang sama kepada keluarga yang lain. 

Pelaksaan budaya maren biasanya dilakukan untuk berbagai pekerjaan, acara atau kegiatan, baik itu yang bersifat individu maupun kelompok masyarakat, sehingga budaya maren memiliki banyak bentuk. Bentuk-bentuk budaya maren dalam masyarakat Kei diantaranya adalah; (1) maren dad/fal, tirat rahan, yaitu kerja sama untuk mengerjakan atau mendirikan rumah, (2) maren dad ve’e yab, yaitu kerja sama dalam membuat kebun, (3) maren dad afa ohoi nuhu, yaitu kerja sama dalam mengerjakan pekerjaan umum seperti rumah ibadah, poskamling, jalan setapak, balai desa, dan sebagainya.

Budaya Yelim

Yelim secara bahasa berasal dari dua suku kata yaitu “ye” yang artinya kaki (dalam pengertian lain “ye” artinya memberi) dan “lim” yang artinya tangan, sehingga yelim berarti memberi bantuan berupa materi kepada orang lain dengan tangan yang berasal dari keinginan hati yang ikhlas dan tulus. Sesuatu materi/barang yang diberikan kepada orang lain dalam budaya yelim itu berupa sesuatu yang bermanfaat seperti uang, emas, pakaian, makanan, minuman dan lain sebagainya. 

Sebagaimana budaya maren, budaya yelim juga dilaksanakan dalam berbagai macam kegiatan masyarakat, diantaranya yitu; (1) yelim skol (pendidikan), (2) Yelim bacanik/fau (pernikahan), (3) yelim ba had (menunaikan ibadah haji), (4) yelim lurluruk (aqiqah), (5) yelim matmatan (kedukaan), dan sebagainya.

Perbedaan budaya maren dan yelim terletak pada bentuknya, budaya maren dalam bentuk tenaga (jasa), sedangkan budaya yelim dalam bentuk sumbangan materi seperti uang, makanan, pakaian, dan sebagainya.

Budaya Sdov

Sdov merupakan salah satu budaya masyarakat Kei dalam bentuk bermusyawarah untuk berbagai hal. Diantaranya sdov untuk yelim, sdov untuk maren, sdov dalam upacara adat, sdov dalam rapat adat, sdov dalam menentukan pemimpin dan sebagainya. Budaya sdov juga merupakan salah satu bentuk representasi demokrasi masyarakat Kei.

Referensi

Jufri Derwotubun, Harmoni Dalam Keragaman: Telaah Nilai-nilai Pendidikan Multikultural dalam Budaya Lokal Masyarakat Kei dan Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam, (Tesis Tidak Diterbitkan, Ambon: PPs IAIN Ambon, 2018).

Jufri Derwotubun

Saya hanyalah seorang pengembara yang suka berpetualangan, menulis, dan membaca alam semesta.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama