Uniknya Suku Mandar Mamuju dan Majene di Sulawesi

Uniknya Suku Mandar Mamuju dan Majene di Sulawesi
Indonesia - memiliki beragam suku dan budaya yang tersebar luas di pelosok negeri. Di Sulawesi Barat terdapat beberapa suku yang ada. Salah satunya adalah suku Mandar. Suku ini merupakan suku asli Sulawesi Barat yang menyebar di beberapa kabupaten. Yaitu di Mamuju, dan Majene. Kedua wilayah ini pada umumnya didiami oleh suku Mandar. Penduduk Majene lebih senang disebut sebagai suku Mandar jika dibandingkan penduduk Mamuju. Hal ini pun dapat dilihat dari jumlah penduduk yang mendiami kedua daerah ini.

Mandar ialah sebutan bagi suatu suku yang mendiami Mamuju dan Majene di Sulawesi Barat. Dalam sejarahnya, istilah Mandar sendiri merupakan suatu ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir atau yang disebut Pitu Ba’ba’na Binanga dan tujuh kerajaan di gunung atau disebut Pitu Ulunna Salu. Nah, semua kekuatan dalam kerajaan ini saling bekerjasama dan melengkapi dengan sebutan “Sipamandar” (menguatkan) menjadi satu bangsa yang berhasil bersatu melalui perjanjian yang diperoleh oleh leluhur mereka, yaitu di Allewuang Batu di Luyo.

Suku ini memiliki beragam keunikan budaya dan adat yang khas. Kedua daerah ini memiliki dialek bahasa yang berbeda. Mereka menggunakan bahasa Mandar dengan beberapa dialek yang bervariasi. Pertama adalah dialek Balanipa dengan varian seperti Tandung, Lapeo, Napo, Karama, Pambusuang,  Todang-todang. Dialek ini pun biasa digunakan oleh orang Mandar di  Kabupaten Polmas. Kedua adalah dialek Majene atau Banggae dengan varian seperti Tanjung Batu, Pangale Barane, Tangngatangnga, Binanga, Galung Parak, Salepa, Galung, Gusung, Salabose, Pangaliali, Baruga, Tande, Camba, Pamboborang-Teppok, dan Ranggas Soreang. Dialek-dialek  ini digunakan oleh sebagian besar penduduk yang berada di Kabupaten Majene. Dan yang ketiga adalah  dialek Pamboang, dengan varian seperti Tommerokdo, Mosso, Palipi, Palattoang,  Somba, Malunda-Pasisir. Dialek ini biasa diterapkan oleh penduduk di Kecamatan Pamboang, yaitu yang berada di bagian pesisir kecamatan Malunda di Kabupaten Majene. Sedangkan dialek Awok Sumakengu adalah dialek yang digunakan di desa Onang, yaitu berada di perbatasan Malunda.

Selain dialek bahasa Mandar yang beragam, suku ini juga memiliki berbagai perayaan. Diantaranya adalah Passandeq (Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Sayyang Pattu'du (Kuda Menari), Upacara adat suku Mandar , yaitu "mappandoe' sasi" (bermandi laut).

Dalam kebudayaan lainnya, suku ini juga memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya, rumah Boyang  yang menjadi rumah khas suku Mandar. Makanan Jepa, Banggulung Tapa, Pandeangang Peapi, yang hanya dijumpai di sini, serta budaya lainnya. mata pencaharian penduduk sehari-harinya adalah bercocok tanam dan melaut. Hasil pertanian ini berupa kopi, kecapi, kelapa, coklat, jambu mete, kemiri, kapuk, vanili buah-buahan dan hasil pegunungan lainnya. Selain itu juga ada kerajinan khas yang diproduksi oleh suku Mandar. Yaitu kerajinan tenun. Sebagian masyarakat masih menggunakan peralatan tradisional untuk menenun.

Untuk kepercayaan sendiri, sebagian suku Mandar beragama Islam. Sedangkan dalam kehidupan sosial, masyarakat suku Mandar masih menerapkan status sosial yang terdiri dari tiga lapisan masyarakat. Yaitu  lapisan atas yang terdiri atas yang golongan bangsawan (Todiang Laiyana), kedua golongan orang kebanyakan (Tau Maradika), dan lapisan budak (Batua). Sistem kepemimpinan di sini pun masih berupa kerajaan.

Setiap suku bangsa memiliki beragam budaya yang berbeda dengan suku bangsa lainnya. hal ini pun terjadi pada suku Mandar Mamuju dan Majene. Walaupun berbeda daerah, suku ini tetap melestarikan budaya leluhur. Semoga artikel ini bermanfaat.

Jufri Derwotubun

Saya hanyalah seorang pengembara yang suka berpetualangan, menulis, dan membaca alam semesta.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama